Agan dan aganwati sekalian pasti udah gak asing dengan istilah MBA atau "married by accident".
Nah, hukumonline kebetulan punya pembahasan nih soal MBA dalam perspektif hukum positif dan hukum Islam.
Istilah married by accident identik dengan perka
winan di bawah umur. Hal ini sebagaimana diungkapkan
Heru Susetyo, staf pengajar Fakultas Hukum UI, dalam tulisannya
Pernikahan di Bawah Umur: Tantangan Legislasi dan Harmonisasi Hukum. Di dalam artikelnya, Heru menulis bahwa hamil terlebih dahulu merupakan salah satu penyebab maraknya perka
winan di bawah umur.
Berdasarkan hal itu, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud dengan anak hasil married by accident adalah anak yang dihasilkan dari hubungan pria dan wanita yang tidak terikat dalam perka
winan. Yang mana pria dan wanita tersebut akhirnya menikah secara sah baik secara agama maupun Negara dan anak tersebut lahir dalam perka
winan sah orangtuanya.
Untuk melihat status hukum anak hasil married by accident tersebut dalam hukum positif Indonesia, kita merujuk pada
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perka
winan”). Berdasarkan Pasal 42 UU Perka
winan, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perka
winan yang sah. Oleh karena itu, selama anak tersebut dilahirkan setelah kedua orangtuanya menikah secara sah, maka anak tersebut adalah anak yang sah dari perka
winan tersebut.
Tetapi, UU Perka
winan memberikan hak kepada suami untuk menyangkal anak yang dilahirkan oleh isterinya dalam perka
winan yang sah. Hal tersebut terdapat dalam
Pasal 44 UU Perkawinan, yaitu si suami dapat menyangkal sahnya anak yang dilahirkan oleh isterinya, bila si suami dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan anak itu akibat daripada perzinaan tersebut.
Sementara itu, dilihat dari Hukum Islam, ada yang dinamakan dengan ka
winhamil. Mengenai ka
win hamil dijelaskan dalam
Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), yaitu seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dika
winkan dengan pria yang menghamilinya. Perka
winan dengan wanita hamil tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perka
winan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perka
winan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Jika wanita tersebut telah menikah dengan pria yang menghamilinya sebelum anaknya dilahirkan, maka berdasarkan
Pasal 99 KHI, anak tersebut adalah anak yang sah. Ini karena anak yang sah adalah:
a. anak yang dilahirkan dalam atau akibat perka
winan yang sah
b. hasil pembuahan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri tersebut.
Hukum Islam juga memberikan hak kepada suami untuk menyangkal anak yang dilahirkan oleh isterinya, sebagaimana terdapat dalam
Pasal 101 dan Pasal 102 KHI:
Pasal 101 KHI
“Seorang suami yang mengingkari sahnya anak sedang istri tidak menyangkalnya, dapat meneguhkan pengingkarannya dengan li'an.”
Pasal 102 KHI
(1) Suami yang akan mengingkari seorang anak yang lahir dari istrinya, mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama dalam jangka waktu 180 hari sesudah hari lahirnya atau 360 hari sesudah putusnya perkawinan atau setelah suami itu mengetahui bahwa istrinya melahirkan anak dan berada di tempat yang memungkinkan dia mengajukan perkaranya kepada Pengadilan Agama.
(2) Pengingkaran yang diajukan sesudah lampau waktu itu tidak dapat diterima.
Jadi, baik dalam hukum positif Indonesia maupun dalam Hukum Islam, selama anak tersebut dilahirkan dalam perka
winan sah kedua orangtuanya, anak tersebut adalah anak yang sah dari keduanya.
Dasar Hukum:
1.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
2. Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Sumber artikel:
Status Hukum Anak Hasil Married by Accident
Penjawab:
Letezia Tobing
Seluruh informasi yang disediakan oleh tim hukumonline.com dan diposting di Forum Melek Hukum pada website KASKUS adalah bersifat umum dan disediakan untuk tujuan pengetahuan saja dan tidak dianggap sebagai suatu nasihat hukum. Pada dasarnya tim hukumonline.com tidak menyediakan informasi yang bersifat rahasia, sehingga hubungan klien-advokat tidak terjadi. Untuk suatu nasihat hukum yang dapat diterapkan pada kasus yang sedang Anda hadapi, Anda dapat menghubungi seorang advokat yang berpotensi.