riezchal Avatar border
TS
riezchal
Dengan Sepatu Roda Menjelajah Jawa



Petualangan dalam tanda tanya... Sensasi 84? Nampaknya begitu. Sebab inilah untuk pertama kalinya ada petualangan dengan cara demikian. Aryono Amir (26), Gunawan Santoso (19) dari Gresik, dan Simson Bale (22) dari Surabaya, menyusuri jalan di pesisir utara Jawa di atas sepatu roda.

Mereka bertolak dari Surabaya 30 Januari dan tiba di Jakarta 5 Februari. Tanpa Simson lagi yang menyerah karena kakinya cedera, Aryono dan Gunawan, bertolak untuk kembali dari Jakarta pada 8 Februari, dan tiba di Lamongan - 40 km dari Surabaya - pada 13 Februari.

Petualangan ini rupanya dinilai sebagai sukses besar. "Perjalanan yang fantastis. Tanpa semangat baja, mustahil," kata Daniel Hanaedi, salah seorang pengurus Porserosi (Persatuan Olahraga Sepatu Roda Seluruh Indonesia) Jawa Timur.

Karena itu sejak di Lamongan kedua petualang itu telah mendapat sambutan luar biasa. Mereka dijemput 14 rekannya yang kemudian sama-sama melaju di atas roda menuju Gresik.

Dan tak kurang dari Bupati Wasiaji SH menyambut dengan hangat kehadiran kembali Aryono dan Gunawan. Demikian bergairahnya, Pak Bupati langsung pula menembak kedua pemuda itu dengan serentetan pertanyaan wartawan: ganti sepatu berapa kali, bagaimana tidurnya, bagaimana sambutan masyarakat di daerah lain, apakah tidak membuat lalu lintas macet, dan sebagainya.

Uji Coba

Aryono dan Gunawan memang sekota, tapi beda klub dan juga status. Aryono adalah pelatih di klub Putra Semen Gresik sedangkan Gunawan anggota klub Poliyama. Simson sebetulnya juga anggota Poliyama, tapi ia diminta mewakili klub Ipiems Surabaya. Alasan yang cukup masuk akal karena Simson memang tinggal di Surabaya.

Rencana mereka semula adalah mengelilingi pulau Jawa. Tapi ide yang didasarkan atas keinginan memasyarakatkan sepatu roda itu tidak diterima oleh pimpinan Poliyama, Mochamad Djamin. Orangtua Gunawan pun menentang. Ia takut "ada apa-apa" dengan anaknya di jalan yang penuh lalu lintas truk dan mobil lain itu.

Tapi niat di hati tetap keras. Dan pada pertengahan Januari ada kesempatan untuk uji coba. Yakni ketika adik dari ketua Poliyama menyelenggarakan pesta nikah di Malang, Aryono dan Gunawan datang belakangan - sambil menenteng sepatu roda. Rupanya mereka sekaligus memanfaatkan kondangan itu untuk uji coba.

Dan berlangsunglah percobaan itu. Keduanya berangkat pagi dari Malang, dan dengan menempuh jalan yang padat lalu lintas serta terik matahari yang menyengat, Aryono dan Gunawan berhasil menyelesaian jarak 125 km itu, meski baru sorenya tiba di Gresik.

Mochamad Djamin menerima berita uji coba itu setengah tak percaya. Tapi mau apa? Terpaksa ia membawa masalah itu ke rapat Porserosi Cabang Gresik yang membutuhkan waktu lima jam untuk menyetujui niat petualangan Aryono dan Gunawan.

Di Surabaya, Porserosi Jatim pun akhirnya ikut menyetujui rencana itu. "Kalau betul-betul bisa terlaksana, ini akan memberi angin baik bagi perkembangan sepatu roda," kata ketua umumnya, Marcus Mariadi, seperti dituturkan oleh Djamin.

Berangkat

Maka persiapan berangkat pun disusun. Surat izin dari kepolisian juga selesai diurus. Ada pula surat perjanjian untuk tetap berada dalam satu tim. Kontrak ini rupanya perlu dibikin karena, Aryono dan Gunawan berlainan klub, disamping ada tambahan anggota baru, Simson.

Kesepakatan untuk tetap bersatu ini juga perlu karena perbedaan umur dan watak mereka. Aryono misalnya, punya sifat menggurui, mungkin karena ia pelatih. Ia juga perokok berat. Sehari bisa menghabiskan tiga bungkus Dunhill. Tapi ia paling berpengalaman karena pernah ikut penataran nasional di Jakarta.

Adapun Gunawan alias Wawan yang periang dan suka bergaul itu masih belajar di SMTA, kelas I. Sedangkan Simson yang kaki kanannya pernah patah adalah pelajar STM kelas III STM Kaliwaru Surabaya. Kondisi fisiknya yang tak utuh itu, dan mungkin juga karena tidak begitu siap, membuat ia pernah ketinggalan di perjalanan ke Jakarta dan ketika kembali ke Surabaya pun tak ikut lagi.

Keberangkatan ditandai dengan upacara kecil di Surabaya. Mereka dilepas oleh Ketua Umum Porserosi Jatim, Marcus Mariadi di depan kantornya, Jalan Perak Timur 283 Surabaya. Dari sana menuju Gresik, sebab dari kota semen inilah memang petualangan sebenarnya akan dimulai.

Tapi baru setelah satu jam mereka tiba di Gresik. Ini disebabkan hujan turun dengan kerasnya. Lalu lintas juga amat padat. Apalagi di samping dan belakang mereka terdapat barisan pengawal yang terdiri atas atlet-atlet sepatu roda dari klub Poliyama maupun Putra Semen Gresik.

Keluar dari Gresik, barisan pengawal masih menguntit. Tapi setelah 22 km, rombongan berhenti. Diadakan upacara lagi dengan berpotret sama-sama. Cepat saja karena hari mulai gelap. Begitu pun masih ada selingan, Ketua klub Poliyama, Wagiran Samiono muncul. Ia ternyata tadi sudah lebih dulu ke Lamongan karena mengira ketiga petualang sudah jalan.

Terpaksa, baru pada jam 19.00 safari benar-benar dimulai. Tak perlu ada kekhawatiran salah jalan. Sebab di dalam ransel tiap mereka, terdapat pula alat penerangan dari aki, disamping peralatan lain seperti suku cadang, obat-obatan, pakaian, helm, minyak pelumas, peta, buku jalan, dan seperangkat kunci sekrup.

Apa Mungkin?

Gunawan yang diminta BOLA untuk menuliskan sendiri kisah perjalanannya, bercerita cukup panjang - enam halaman folio, tulisan tangan, tanpa spasi. Tapi justru dari kisahnya itulah pertanyaan timbul: apa mungkin?

Pertanyaan awam di belakang keraguan itu pertama-tama tentunya soal medan. Mungkinkah mereka, misalnya, menembus Alas Roban antara Semarang dan Pekalongan yang penuh tanjakan itu?

Dari segi teknis, keraguan itu teryata tak perlu, artinya, jalan menanjak bukanlah hambatan. Keterangan ini dikutip dari Anton Enoch, Ketua Bidang Pembinaan dan Teknik Porserosi Pemda DKI yang juga merangkap jabatan Wakil Sekjen PB Porserosi.

"Selama mobil bisa lewat dengan wajar, sepatu roda pun mampu," kata Anton. Memang tenaga yang dipacu untuk itu akan lebih besar. Sebab sebagian tenaga dipakai untuk menahan beban supaya tidak melorot, di samping menetralkan gaya tarik tubuh ke belakang akibat kemiringan jalan. Dan untuk menjaga agar tidak meluncur balik, posisi sepatu harus miring, bersilangan.

Jadi, meski harus merambat dan menyiksa badan, medan seperti itu memang bisa saja dilewati sepatu roda. Tapi gara-gara ini, mungkin, Simson yang kakinya memang kurang sempurna karena pernah patah, jadi terhambat. Cedera lamanya kambuh - tapi ia toh jalan terus, meski kemudian menyerah setiba di Jakarta.

Perjalanan Surabaya-Jakarta, sampai harus menjual arloji di Cirebon karena bekal Rp 75.000 habis, masih masuk akal pula. Perhatikan: 31 Januari di Babat, 1 Februari di Lasem, 2 Februari di Semarang, 3 Februari di Subah, 4 Februari di Cirebon, dan 5 Februari tiba di Lapangan Monas Jakarta.

Tapi yang tidak masuk akal dan malah musykil adalah kisah pulangnya. Mereka berangkat dari Jakarta 8 Februari, tapi bisa tiba di Semarang 9 Februari! "Sambutan yang besar lagi di Semarang. Kelihatannya nggak bosan-bosannya menyambut kami. Lebih-lebih klub Eagle," tutur Gunawan.
0
3.6K
14
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.