perbedaan adalah yang membuat negeri ini kaya akan keragaman budaya
Pada perayaan imlek 2013 kemarin, traveller kaskus berkesempatan mengunjungi pecinan tangerang bersama dengan para pejalan lain. Jumlahnya kira-kira 50 orang. Kenapa tangerang??? karena tangerang punya cerita tersendiri mengenai perkembangan etnis tionghoa.
stasiun duri, 10 februari 2013, jam 7 pagi.
harusnya sih emang jam 7 pagi kumpulnya, karena ada kereta jam 7.30 yang ke arah tangerang. Tapi kali ini ts nya yang telat ehhheheehhe jadilah ada 11 orang yang jalan duluan dengan kereta jam 7.30 sedangkan ts bersama para pejalan lain menguasai 1 gerbong berangkat setengah jam kenudian
Spoiler for di kereta:
jam 8.30an semua udah kumpul di tangerang, setelah brifing, dan foto keluarga kita mulai jalam ke arah pasar lama tangerang.
Spoiler for foto keluarga:
[
Okeh karena tri kali ini seputar klenteng, ini sedikit info tentang klenteng.
Spoiler for apa itu klenteng:
Klenteng adalah sebutan untuk tempat ibadah penganut kepercayaan tradisional Tionghoa di Indonesia pada umumnya. Dikarenakan di Indonesia, penganut kepercayaan tradisional Tionghoa sering disamakan sebagai penganut agama Konghucu, maka klenteng dengan sendirinya disamakan sebagai tempat ibadah agama Konghucu.
Asal mula kata Klenteng
Tidak ada catatan resmi bagaimana istilah “Klenteng” ini muncul, tetapi yang pasti istilah ini hanya terdapat di Indonesia karenanya dapat dipastikan kata ini muncul hanya dari Indonesia. Sampai saat ini, yang lebih dipercaya sebagai asal mula kata Klenteng adalah bunyi teng-teng-teng dari lonceng di dalam klenteng sebagai bagian ritual ibadah. Klenteng juga disebut sebagai bio yang merupakan dialek Hokkian dari karakter 廟 (miao). Ini adalah sebutan umum bagi klenteng di China.
Pada mulanya 廟 “Miao” adalah tempat penghormatan pada leluhur 祠 “Ci” (rumah abu). Pada awalnya masing-masing marga membuat “Ci” untuk menghormati para leluhur mereka sebagai rumah abu. Para Dewa-Dewi yang dihormati tentunya berasal dari suatu marga tertentu yang pada awalnya dihormati oleh marga/famili/klan mereka. Dari perjalanan waktu maka timbullah penghormatan pada para Dewa/Dewi yang kemudian dibuatkan ruangan khusus untuk para Dewa/Dewi yang sekarang ini kita kenal sebagai Miao yang dapat dihormati oleh berbagai macam marga, suku. Saat ini masih di dalam “Miao” masih juga bisa ditemukan (bagian samping atau belakang) di khususkan untuk abuh leluhur yang masih tetap dihormati oleh para sanak keluarga/marga/klan masing-masing. Ada pula di dalam “Miao” disediakan tempat untuk mempelajari ajaran-ajaran/agama leluhur seperti ajaran-ajaran Konghucu, Lao Tze dan bahkan ada pula yang mempelajari ajaran Buddha.
Miao – atau Kelenteng (dalam bahasa Jawa) dapat membuktikan selain sebagai tempat penghormatan para leluhur, para Suci (Dewa/Dewi), dan tempat mempelajari berbagai ajaran – juga adalah tempat yang damai untuk semua golongan tidak memandang dari suku dan agama apa orang itu berasal. www.tionghoa.info
Spoiler for bedanya klenteng dan vihara:
Banyak umat awam yang tidak mengerti perbedaan dari klenteng dan Vihara. Klenteng dan Vihara pada dasarnya berbeda dalam arsitektur, umat dan fungsi. Klenteng pada dasarnya berarsitektur tradisional Tionghoa dan berfungsi sebagai tempat aktivitas sosial masyarakat selain dari pada fungsi spiritual. Vihara berarsitektur lokal dan biasanya mempunyai fungsi spiritual saja. Namun, Vihara juga ada yang berarsitektur tradisional Tionghoa seperti pada Vihara Buddhis aliran Mahayana yang memang berasal dari China.
Perbedaan antara Klenteng dan Vihara kemudian menjadi rancu karena peristiwa G30S pada tahun 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru. Klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Pada waktu itu, muncullah sosok Kwee Tek Hoay yang mendirikan Sam Kauw Hwee (Tridharma) agar aset-aset budaya Tionghoa itu (Kelenteng) tidak ditutup oleh pemerintah. Banyak klenteng yang kemudian mengadopsi nama Sansekerta atau Pali, mengubah nama sebagai Vihara dan mencatatkan surat izin dalam naungan agama Buddha demi kelangsungan peribadatan. Dari sinilah kemudian umat awam sulit membedakan Klenteng dengan Vihara.
Setelah Orde Baru digantikan oleh Orde Reformasi, banyak Vihara yang kemudian mengganti nama kembali ke nama semula yang berbau Tionghoa dan lebih berani menyatakan diri sebagai Klenteng daripada Vihara. www.tionghoa.info
Klenteng Boen Tek Bio
Klenteng ini letaknya ada di dalam pasar lama tangerang. dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari stasiun. Klenteng ini adalah yang tertua di kota tangerang. Perkiraan dibangun sekitar tahun 1684 dan pada awalnya hanya merupakan bangunan semi permanen yang terbuat dari bambu dan atap rumbia.
Dan beginilah aktifitas di klenteng boen Tek Bio
Spoiler for lonceng yg dibuat tahun 1835:
Spoiler for :
sekilas info tentang Klenteng Boen Tek Bio
Spoiler for klenteng boen tek bio:
di Tangerang ada kelenteng tua (Boen San Bio, Boen Tek Bio, dan Boen Hay Bio) jika dilihat pada peta maka akan terlihat posisi ketiganya sejajar. Ketiga kelenteng tersebut mempunyai arti kebajikan setinggi gunung dan seluas lautan. “Boen Tek Bio berada di tengah di antara dua kelenteng lainnya. Menurut Hong Sui, posisi Boen Tek Bio bersandar pada gunung dan menghadap lautan.
Patung Dewi Kwan Im (Dewi Welas Asih) yang menjadi tuan rumah berada di ruang altar utama. Di bagian kiri ruang altar utama terdapat gerbang bundar Pintu Kesusilaan yang jika ditelusuri akan tembus ke gerbang Jalan Kebenaran yang berada di sebelah kanan altar utama. Menurut Tjin Eng, prinsip kelenteng yaitu memuliakan Tuhan dan menghormati leluhur. Oleh karena itu, pada kelenteng selain altar utama biasanya terdapat ruang para suci bagi tokoh-tokoh yang berjasa bagi manusia. Para suci yang terdapat di Boen Tek Bio antara lain, Cauw Su Kong (Dewa Imigran), Dewi Thian Siang Seng Bo (Dewi Penolong Laut), Sum Kwan Thay Tee (Tiga Penguasa Bumi,
Langit, Air), Te Cong Ong Po Sat (Penguasa Akhirat), Kwan Seng Tee Kun (Dewa Penjaga Peperangan), Hok Tek Tjeng Sin (Dewa Bumi), Kong Tek Cun Ong (Dewa Peternakan), Su Beng Cau Kan (Dewa Dapur).
Dalam kelenteng yang didominasi ornamen kayu dan warna merah ini terdapat beberapa benda penting berusia tua seperti lonceng yang berada di sudut kiri kelenteng dibuat pada 1835, Kim Lo (tungku pembakaran kertas emas) dibuat pada 1910, Hio Lo kuningan yang berada di depan altar utama dibuat sekitar 1897 dan di bagian bawahnya terdapat gambar yang menceritakan tentang 24 anak berbakti, dan empat tiang di bagian depan kelenteng berhiaskan naga yang dibuat pada 1904.
Kelenteng yang dijaga oleh dua ekor singa (Ciok Say) di bagian depan ini awalnya hanya kelenteng sederhana. Pada 1844, Boen Tek Bio direnovasi dan sejumlah perangkat dititipkan pada kelenteng Boen San Bio. Renovasi selesai pada tahun yang sama yang merupakan tahun naga. Proses pengembalian perangkat dilakukan dengan sangat meriah dan untuk mengenang peristiwa tersebut, setiap tahun naga (12 tahun sekali) diadakan upacara atau arak-arakan Gotong Toapekong.
Boen Tek Bio tidak hanya menjadi tempat persembahyangan umat Kong Hu Cu, tetapi juga umat Budha dan Tao. Di bagian belakang kelenteng juga terdapat Vihara Padumuttara.
Klenteng Boen san Bio
puas berkeliling klenteng Boen Tek Bio, kami beranjak menuju tempat selanjutnya. Kami menggunakan angkot menuju klenteng yang letaknya ada di sekitaran pasar baru.
Spoiler for :
Diubah oleh tembangraras 11-02-2013 11:20
0
4.1K
Kutip
41
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Travellers
23.1KThread•11.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru