pamegat_ruhAvatar border
TS
pamegat_ruh
(FR) Bertamasya ke Pantai Tanjung Pakis, Karawang, 30 Des 2012
Berawal dari gundah-gulananya ane sebagai bapak yang tidak mampu mengirim anak ane untuk berlibur ke St. Tropez atau Ibiza, ane googling untuk cari wisata alam di seputaran Bekasi dan ternyata......nihil.

Sedih banget ane sebagai warga Bekasi yang terpaksa harus ke mall jika pengen cari hiburan.

Cari punya cari, ternyata di kabupaten tetangga yaitu Karawang ada obyek wisata yang lumayan kondang. Namanya Pantai Tanjung Pakis. Cek foto-foto dan review, kesimpulannya lumayan. Beberapa tingkat di bawah pantai Kuta di Bali sana (perhatian: “beberapa” dan “tingkat” di sini sifatnya relatif). Cek rute via google map, jaraknya juga masih terjangkau..kira-kira 50an kilo dari rumah ane.

Setelah konfirmasi ketersediaan anggaran ke Bendahara Umum Negara, alias ibunya si Junior, ane segera menyiapkan kendaraan resmi kenegaraan Kanjeng Kyai Garuda Vega (keluaran 2009). Rencananya mau mini turing via Gabus, Sukatenang, kemudian menyeberang sungai Citarum pakai perahu eretan di Pasar Cabang ke Kecamatan Pakis Jaya lalu menyusuri tambak ke pantai Tanjung Pakis.

Alhasil, di hari Minggu Pon yang cerah tanggal 30 Desember jam 9 pagi ane sekeluarga meluncur ke arah Gabus. Rute yang ditempuh: Jl. Agus Salim - belok kiri di perempatan Ganda Agung - Villa Mutiara Gading - lurus terus ke arah Gabus. Pada tahap ini prinsipnya adalah: when in doubt, ikuti angkot 04B Terminal Bekasi - Gabus.

Dua puluh menit kemudian, ane memutuskan untuk sarapan dulu di Warung Bu Dewi, depan pasar Gabus. Ini warung yang menyajikan masakan fusion antara Tegal-Bekasi dengan hidangan andalan Gabus Pucung --kuliner nasional Republik Bekasi.

Spoiler for Sarapan di Gabus:


Makan bertiga dengan lauk sederhana, total habis Rp. 24.000,-
Udut, lalu lanjut.

Kami menyusuri jalan raya Gabus, lewat pool angkot 04B, menyeberangi jembatan kali CBL, lalu belok kiri. Rute di sini cukup menyenangkan. Hamparan sawah di kanan dan kali CBL di kiri. Oh, jika agan-agan sempat bertanya-tanya, dari mana datangnya pasokan pucuk daun singkong yang melimpah ruah di Pasar Bekasi, jawabannya adalah: dari sini.

Setelah 5-6 kilo, kami tiba di sebuah persimpangan. Di sisi kiri adalah the other jembatan CBL (dihiasi sepasang speedboat rusak di tepi barat). Kami belok kanan ke arah Muara Bakti. Tak berapa lama setelah melewati pasar Muara Bakti, kami belok kanan lagi. Ada plang petunjuk arah yang berbunyi: bla..bla..Pertamina bla..bla.. Pasti gampang ditemukan.

Di titik ini, habislah sudah pengetahuan ane tentang jalan-jalan pedalaman Bekasi. Di depan sana membentang luas sebuah terra incognita, daerah tak dikenal (oleh ane, tentunya). Untuk survive, ane harus mengandalkan naluri, hubungan antar manusia, dan foto-foto googlemap yg ane simpan di HP ane.

Maklum, walaupun Pemda Bekasi giat ngecor jalan tapi mereka pelit banget untuk urusan plang penunjuk arah. Mungkin dalam pikiran mereka, “Siapa juga yang mau keluyuran di mari? Paling juga orang-orang kampung sini, dan mereka udah tau jalan. Ngapain pake acara bikin plang?”. Well, kalian salah, Pemda Bekasi. Ane keluyuran di mari.

Spoiler for Petunjuk Arah:


Tapi ada suatu hal yang ane yakin dirasakan juga oleh para bikepacker, i.e. perasaan cemas sekaligus girang karena akan mengalami/melihat sesuatu yang baru. Dan perasaan itu yang bikin kita doyan banget ngukur jalan. Okay, waktu refleksi sudah abis, silakan kembali ke FR…

Dari pertigaan Muara Bakti ane menyusuri ke arah timur dan menikmati jalan mulus di tengah semilir persawahan. Setelah sekitar tiga kilo, ane bertemu pertigaan dan belok kanan. Ciri-cirinya, di kanan jalan menjelang pertigaan ada saluran irigasi dan pintu air kecil.

Masuk ke desa Sukakerta, ane disuguhi pemandangan khas desa pedalaman. Rumah-rumah sederhana dan rindang pepohonan yang membuat hati jadi tenteram. Jauh dari macet dan bising, kecuali kalo ada yang hajatan dan menyewa dangdut koplo. Anak ane minta pindah ke depan karena tertarik dengan bebek, banyak, dan kambing yang bertebaran. Termasuk seekor ular sawah sebesar jempol yang dengan cueknya menyeberang jalan.

Jalanannya masih berupa beton mulus dan baru…sebagian besar. Sekitar satu kilo sebelum Kantor Kelurahan Sukakerta, bulan madu dengan jalanan beton usai sudah dan diganti dengan jalanan aspal (lebih tepatnya: TADINYA aspal) semi-hancur.

Spoiler for Tadinya aspal:


Berhubung indikator bensin sudah mendekati huruf E, ane berhenti di sebuah warung di samping Kantor Kelurahan Sukakerta. Tadinya ane mau isi bensin di dekat Mutiara Gading tapi karena antrian panjang dan jarumnya masih di tengah ane tunda. Akhirnya terpaksa Kanjeng Kyai Garuda Vega minum bensin eceran. Nyuwun ngapunten, Kyai..

Ibu warung berbaik hati menunjukkan arah ke Tanjung Pakis:”Ntar terus aje sampe pertigaan Pulo Bambu, trus belok kiri. Abis itu bla…bla..”. Dari dia juga ane dapet info kalo siksaan jalan rusak hanya tinggal dua kilo lagi, setelah itu jalan beton muncul sudah menanti. Bensin eceran 1 liter Rp. 5000,- dan anak ane minta susu kotak Rp. 2000,-.

Setelah rehat bentar, kami kembali meneruskan perjalanan. Tak lama kemudian kami sampai di pertigaan Pulo Bambu, dan sesuai instruksi Ibu warung kami belok kiri. Nah, sampai sini karena kapasitas memori ane kurang lebih setara dengan disket 5,25” yang udah baret2, ane lupa instruksi selanjutnya. Dari seorang bapak yang nongkrong di pinggir jalan ane kembali dapet petunjuk:”lurus terus sampai pertigaan Garon yang ada tugunya, terus belok kiri. Nah ntar ada jembatan, nyabrang, ketemu pombensin terus belok kiri lagi.”

Berbekal info tadi, ane kembali melanjutkan perjalanan. Yang disebut tugu oleh bapak tadi adalah, kurang lebih penampakannya seperti pipa pralon kelewat besar yang dicat merah merona. Di sini ane belok kiri, dan mulai mencari jembatan yang dimaksud.

Setelah beberapa lama dan jembatan tak kunjung ditemukan ane mulai curiga. Masak jembatan segitu gede bisa ilang? Terlebih lagi ketika di kanan jalan sudah banyak plang yang mempromosikan eretan. Berhentilah ane di sebuah tambal ban dan sang bapak penambal ban memberikan memberi kabar: “Jembatanya udah kelewat, Pak. “ Hah? Perasaan sedari tadi kagak ada jembatan? “Bapak puter balik terus belok kiri di pertigaan” oooohh..ternyata dari arah Tugu Garon belok kanan dulu baru ketemu jembatan. Ane bertanya tentang eretan di Pasar Cabang, tapi mas-mas yang motornya sedang ditambal menyarankan: “Lewat jembatan aja, Pak. Dari eretan ke jalan besarnya masih jauh..ntar keder”. Oow, begichu..

(Setelah pulang ane cek di Googlemap, jembatannya belum ada. Pertigaan ke arah jembatan letaknya 1,5 kilo dari Pertigaan Garon)

Segera ane puter balik dan menemukan pertigaan yang dimaksud dan…lo and behold! jembatan siluman yang dicari sejak tadi..

Spoiler for Jembatan Citarum:


Ternyata jembatan ini juga tempat hangout yang populer. Dalam perjalanan pulang, tempat ini ramai penuh ABG.

Lepas jembatan ane belok kiri dan masuk ke Ibukota Kecamatan Batu Jaya, lengkap dengan pasar dan ATM BRI. Jalan di sini lumayan mulus, tapi ada beberapa bagian yang rusak agak parah. Dari sini cuma tinggal mengikuti jalan sampai Pantai tanjung pakis. Jalan kembali mulus menjelang masuk Kecamatan Pakis Jaya, tapi setelah itu ya kembali ke selera asal. Jalan itu pararel dengan sungai kecil (irigasi?) di sebelah kanan. Sepanjang jalan ane disuguhi pemandangan warga setempat yang melakukan aktivitas di sungai. Beberapa ada yang mandi cuma pake kain. Sayang ketika hendak memperhatikan lebih jelas, langsung terasa cubitan ganas di pinggang. Lupa kalo bawa bini.

Beberapa kilo setelah kecamatan Pakis Jaya, landscape mulai berubah. Sawah dan kampung mulai berganti tambak-tambak sejauh mata memandang. Matahari mulai agak serius bersinar. Bau laut mulai tercium. Pantai sudah dekat.

Spoiler for Tambak-tambak:


Jelas ane langsung bersemangat. Saking semangatnya sampai sampai tidak memperhatikan jalanan yang kondisinya sudah mendekati kasta terendah dalam dunia per-jalanraya-an.

Spoiler for Menurut petunjuk Bapak Presiden...:


Jalan ini terkahir kali diaspal ketika Harmoko masih menjadi Menteri Penerangan.

Sekitar seperempat jam bergoyang karawang, kami sampai di loket. Tiket @ Rp. 7000,- termasuk motor, dapat bonus Frutang. I kid you not. Bertiga: Rp. 14.000,-, anak kecil tidak dihitung. Ternyata jalan ke pantai masih satu kilo lagi. Tapi sudah ada petunjuk jalan sehingga kami nggak kesulitan mencarinya. Akhirnya pada pukul 11.30, setelah 2,5 berkendara, kami tiba di Pantai Tanjung Pakis.

Pantainya ramai, itu kesan pertama ane. Sepanjang bibir pantai dipenuhi oleh gubuk-gubung pedagang. Di seberangnya didominasi oleh tempat bilas dan warung-warung ikan bakar. Yum! Banyak pelancong yang naik motor, mobil, atau menyewa pickup yang atapnya diberi terpal. Ane memutuskan untuk singgah. Pesen the botol (Rp. 4.000,-) dan kopi (Rp. 3.000) buat pantes-pantes hehe. Dan tanpa basa-basi anak ane langsung bermain di pantai. Ane lupa bawa celana buat anak ane jadi mampir ke lapak sebelah beli celana pantai Rp. 15.000,-

Lanjutt..page 2
0
27.4K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Cerita Pejalan Domestik
Cerita Pejalan Domestik KASKUS Official
2.1KThread2.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.