INJILAH, Bandung - Dalam beberapa hari ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi pusaran perhatian publik pascapenetapan LHI yang tak lain adalah Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Luthfi Hasan Ishaag.
Hal ini menjadi menarik, karena selain LHI merupakan seorang ketua umum partai politik, juga penetapannya sebagai tersangka yang dilakukan penyidik KPK kurang dari 1x24 jam atau satu hari, selang beberapa saat setelah KPK menangkap tangan Ahmad Fathoni (AF), Juard Effendi, dan Arya Abdi Effendi yang juga dijadikan tersangka pemberisuap.
LHI ditetapkan sebagai tersangka penerima suap sebesar Rp 1 miliar terkait impor daging sapi dan diduga melanggar Pasal 12 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Penetapan tersangka tanpa melalui proses penyidikan, tentu menimbulkan berbagai tafsir,bahkan dinilai sejumlah kalangan menyalahi aturan atau cacat hukum.
Penetapan seseorang menjadi tersangka yang dilakukan KPK, kurang dari 1x24 jam tersebut bukan untuk yang pertama. Sebelum-sebelumnya, ada beberapa yang tertangkap tangan melakukan penyuapan juga langsung ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan status tersangka ini bisa jadi sebuah musibah besar. Betapa tidak, dalam benak masyarakat, sudah tergambar bahwa seseorang yang dijadikan tersangka, pasti menjadi terdakwa, dan pada akhirnya dipastikan divonis bersalah di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Asumsi ini tentu bukan tanpa alasan. Karena sepanjang sejarah berdirinya KPK, tak ada seorang pun yang disidik tidak dijadikan tersangka, dan jika sudah menjadi tersangka lalu terdakwa, tak ada satupun yang dibebaskan majelis hakim Pengadilan Tipikor. Satu-satunya terdakwa korupsi KPK yang sempat dibebaskan adalah mantan Wali Kota Bekasi Muhtar Muhammad, namun akhirnya masuk bui juga setelah KPK melakukan upaya banding. Dari rentetan perkara tersebut, tak salah jika sebagai kalangan memplesetkan asas praduga tak bersalah menjadi praduga bersalah, jika suatu kasus korupsi sudah ditangani KPK.
Padahal sejatinya, azas Presumption of innocenceatau praduga tak bersalah initersurat dengan jelas dalam Penjelasan Umum KUHAP. Bunyinya sebagai berikut: "Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap". Asas ini pun dimuat di Pasal 8 UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, dengan kalimat yang sama.
Tentunya sebagai negara hukum, kita harus sama-sama menjunjung tinggi hukum. Tak ada istilah pasti bersalah dalam hukum, yang ada adalah praduga tak bersalah. Biarkan majelis hakim yang memutuskan seseorang terdakwa itu bersalah atau tidak, tanpa adanya tekanan dari pihak manapun dan tanpa asumsi praduga bersalah.[den]
Inilah yang disebut dengan trial by the press, padahal trial by the press ini efeknya bs lebih luas ketimbang hukumannya sendiri, karena tidak saja si terhukum yang kena akibat, tapi seluruh keluarganya pun ikut hancur, sementara dalam kasus LHI ini jelas belum ada vonis pengadilan, terlebih lagi penangkapan yang hanya dalam tempo 18 jam, jelas pembuktiannya masih prematur, kalau dikatakan bahwa penangkapan LHI adalah atas dasar keterangan AF yang tertangkap tangan sebelumnya, pertanyaannya sudahkah itu mencukupi dengan kewajiban pembuktian minimal 2 alat bukti ?? kita lihat saja proses selanjutnya dr perkara ini, kalau benar LHI divonis bersalah jelas efeknya buruk bagi PKS, tapi kalau LHI ternyata lepas, maka keadaan akan berubah 360 derajat bagi PKS
0
1.2K
Kutip
3
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
671.8KThread•41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru