- Beranda
- The Lounge
Cinta Itu Selalu Memampukan
...
TS
dannz463
Cinta Itu Selalu Memampukan
Quote:
Quote:
Spoiler for c-i-n-t-a:
Quote:
Ini cerita lama yang kutulis kembali setelah sekian tahun belum dapat kucerna apa yang dikatakan ibu saya di ahir cerita. Komentar ibu yang pendek namun mampu membuat aku bingung bertahun tahun lamanya. Kisah ini kutuliskan kembali dengan satu tujuan; mudah mudahan kita diperkaya oleh luasnya makna cinta.
Sekitar awal tahun 90-an, ayah berangkat ke Surabaya menjenguk teman karibnya semasa kuliah yang terkena kanker empedu, dan yang kudengar sudah masuk pada stadium lanjut, dengan kata kasarnya tinggal menunggu ajal menjemput.
Sepulangnya dari Surabaya, seperti biasa ayah dan ibu duduk bercerita di meja makan sambil ibu membereskan barang bawaan ayah yang tidak seberapa. Saya memang anak yang suka sekali menguping pembicaraan orang tua, dan biasanya ibu suka mengusir sambil membelalakkan mata. Kali ini mungkin ibu berpikir saya sudah cukup dewasa untuk mendengar apa yang ayah ceritakan.
Singkat cerita, teman ayah yang sakit itu, dulu semasa mereka kuliah, pacaran dengan seorang gadis yang beda agama. Masa pacaran mereka berlangsung cukup lama, dan keduanya benar benar saling mencintai. Cinta polos yang optimis bahwa segala perbedaan dapat dijembatani oleh besarnya cinta. Tidak semudah itu…
Sahabat ayah adalah juga anak perantauan yang kuliah dengan uang pas pasan dan sangat bergantung pada kiriman uang dari kampung yang hampir dipastikan terlambat setiap bulannya. Kekasihnya itu selalu tanpa diminta diam diam menyelipkan sekedar uang untuk makan dan menyambung hidup. Sahabat ayah sering menolak dan mati matian memaksa mengganti, tapi selalu tidak diterima, bahkan sang kekasih itu sering berkata, kalau tidak mau menerima, berikan saja ke ayah. Mungkin dia sadar, dua sahabat ini sama miskinnya..
Ternyata selain kangen dengan ayah, sahabatnya ini meminta ayah untuk menjadi penengah, bicara dengan istrinya, sekaligus menjadi orang yang dipercaya untuk menghubungi mantan pacarnya, dan meminta waktu untuk bertemu sejenak. Bukan pekerjaan yang mudah… Apakah ayah memang jago bicara dan membujuk, saya juga tidak tahu. Tapi kemungkinan itu memang besar sekali, melihat kenyataan bahwa ibu saya berhasil dijadikan istri.
Akhirnya terjadilah pertemuan itu. Ayah juga bicara sekaligus mohon ijin kepada sang suami yang sampai saat itu merupakan karyawan setia sahabat ayah.
Surabaya, awal tahun sembilan puluhan, di satu rumah sakit swasta, dibalik kaca ruang ICU, ayah melihat dari luar pertemuan kembali dua orang kekasih lama, yang mungkin tetap saling mencintai namun menyadari bahwa memang tidak selamanya cinta bisa saling memiliki.
Ayah sendiri tidak tahu apa yang dibicarakan mereka berdua. Mungkin banyak ucapan terima kasih karena pernah menjadi bagian dalam hidup masing masing, dan atas segala bantuan yang pernah diberikan. Mungkin juga dibalik itu semua tersirat kerinduan abadi yang tak mampu diucapkan dengan jelas, namun yang pasti banyak air mata tertumpah disana.
Ini bukan semata mata kisah tentang dua sejoli yang pernah saling mencintai. Ini adalah kisah tentang kebesaran hati seorang istri dan seorang suami, yang mampu dengan ikhlas memberi kesempatan kepada “cinta” untuk bertemu sesaat di akhir hidup seorang pria baik dengan perempuan yang baik yang pernah menjadi kekasihnya.
Sambil ayah bercerita penuh haru, ibu tak henti hentinya menyeka air matanya. Saya duduk diam ikut terharu, sekaligus juga bingung membayangkan bagaimana perasaan sang suami dan istri masing masing yang bisa berbesar hati menerima sekaligus memberi kesempatan pasangannya bertemu dengan mantan kekasihnya. Saat itu saya memang belum cukup dewasa memahami luasnya cinta itu, dan bagaimana cinta itu dapat melakukan hal hal ajaib diluar logika dan kemampuan manusia biasa.
Ibu berkata lembut menjawab pertanyaan saya yang beruntun mengenai bagaimana- mungkin-itu-bisa-terjadi, dan-apa-kata-pasangan-mereka-masing-masing ?. Apakah tidak terjadi adegan seru versi sinetron disana ?. Jawaban ibu sampai sekarang tetap mampu membuat mata saya basah dan pikiran saya bisa naik tingkat sekelas dewi, ketika kalimat ibu saya ulangi perlahan…“Cinta itu selalu memampukan…”
Sekitar awal tahun 90-an, ayah berangkat ke Surabaya menjenguk teman karibnya semasa kuliah yang terkena kanker empedu, dan yang kudengar sudah masuk pada stadium lanjut, dengan kata kasarnya tinggal menunggu ajal menjemput.
Sepulangnya dari Surabaya, seperti biasa ayah dan ibu duduk bercerita di meja makan sambil ibu membereskan barang bawaan ayah yang tidak seberapa. Saya memang anak yang suka sekali menguping pembicaraan orang tua, dan biasanya ibu suka mengusir sambil membelalakkan mata. Kali ini mungkin ibu berpikir saya sudah cukup dewasa untuk mendengar apa yang ayah ceritakan.
Singkat cerita, teman ayah yang sakit itu, dulu semasa mereka kuliah, pacaran dengan seorang gadis yang beda agama. Masa pacaran mereka berlangsung cukup lama, dan keduanya benar benar saling mencintai. Cinta polos yang optimis bahwa segala perbedaan dapat dijembatani oleh besarnya cinta. Tidak semudah itu…
Sahabat ayah adalah juga anak perantauan yang kuliah dengan uang pas pasan dan sangat bergantung pada kiriman uang dari kampung yang hampir dipastikan terlambat setiap bulannya. Kekasihnya itu selalu tanpa diminta diam diam menyelipkan sekedar uang untuk makan dan menyambung hidup. Sahabat ayah sering menolak dan mati matian memaksa mengganti, tapi selalu tidak diterima, bahkan sang kekasih itu sering berkata, kalau tidak mau menerima, berikan saja ke ayah. Mungkin dia sadar, dua sahabat ini sama miskinnya..
Quote:
Ringkas ceritanya, dengan hubungan bertahun tahun dan cinta yang menggunung, pada akhirnya juga tidak mampu menjembatani perbedaan diantara mereka. Kisah klasik, sang gadis dipaksa orang tuanya memutuskan hubungan dengan sahabat ayah, dan kemudian dikenalkan kepada orang lain yang lebih cocok dalam segala hal. Sekian tahun kemudian sahabat ayah menikah dengan gadis satu suku, dan berhasil menjadi pengusaha yang kaya raya di Surabaya.
Ayah kemudian bercerita bagaimana sahabatnya itu menolong memberikan pekerjaan kepada suami mantan pacarnya, dan sekaligus memastikan bahwa gaji karyawannya itu memadai untuk hidup layak. Semua itu dilakukan dengan tanpa kentara, karena menjaga perasaan sang suami. Sahabat ayah merasa benar benar berhutang budi kepada mantan kekasihnya, istri sang karyawan.
Demikianlah bertahun tahun dua kehidupan rumah tangga ini berjalan baik baik saja, sampai kemudian sahabat ayah terdiagnosa kanker. Semua upaya pengobatan, dalam dan luar negri diupayakan. Segala macam resep, obat obatan dari dokter, bahkan kemudian ramuan tradisional telah dicoba, namun kanker sulit dikalahkan.
Menyadari umurnya tidak panjang lagi, satu persatu keluarga dan kerabat dekat mulai diberitahu. Ayah ditelpon langsung oleh sang istri, dan diminta untuk datang. Tanpa diminta juga saya yakin ayah pasti pergi menjenguk sahabatnya, teman seperjuangan sewaktu kuliah.
Ayah kemudian bercerita bagaimana sahabatnya itu menolong memberikan pekerjaan kepada suami mantan pacarnya, dan sekaligus memastikan bahwa gaji karyawannya itu memadai untuk hidup layak. Semua itu dilakukan dengan tanpa kentara, karena menjaga perasaan sang suami. Sahabat ayah merasa benar benar berhutang budi kepada mantan kekasihnya, istri sang karyawan.
Demikianlah bertahun tahun dua kehidupan rumah tangga ini berjalan baik baik saja, sampai kemudian sahabat ayah terdiagnosa kanker. Semua upaya pengobatan, dalam dan luar negri diupayakan. Segala macam resep, obat obatan dari dokter, bahkan kemudian ramuan tradisional telah dicoba, namun kanker sulit dikalahkan.
Menyadari umurnya tidak panjang lagi, satu persatu keluarga dan kerabat dekat mulai diberitahu. Ayah ditelpon langsung oleh sang istri, dan diminta untuk datang. Tanpa diminta juga saya yakin ayah pasti pergi menjenguk sahabatnya, teman seperjuangan sewaktu kuliah.
Ternyata selain kangen dengan ayah, sahabatnya ini meminta ayah untuk menjadi penengah, bicara dengan istrinya, sekaligus menjadi orang yang dipercaya untuk menghubungi mantan pacarnya, dan meminta waktu untuk bertemu sejenak. Bukan pekerjaan yang mudah… Apakah ayah memang jago bicara dan membujuk, saya juga tidak tahu. Tapi kemungkinan itu memang besar sekali, melihat kenyataan bahwa ibu saya berhasil dijadikan istri.
Akhirnya terjadilah pertemuan itu. Ayah juga bicara sekaligus mohon ijin kepada sang suami yang sampai saat itu merupakan karyawan setia sahabat ayah.
Surabaya, awal tahun sembilan puluhan, di satu rumah sakit swasta, dibalik kaca ruang ICU, ayah melihat dari luar pertemuan kembali dua orang kekasih lama, yang mungkin tetap saling mencintai namun menyadari bahwa memang tidak selamanya cinta bisa saling memiliki.
Ayah sendiri tidak tahu apa yang dibicarakan mereka berdua. Mungkin banyak ucapan terima kasih karena pernah menjadi bagian dalam hidup masing masing, dan atas segala bantuan yang pernah diberikan. Mungkin juga dibalik itu semua tersirat kerinduan abadi yang tak mampu diucapkan dengan jelas, namun yang pasti banyak air mata tertumpah disana.
Ini bukan semata mata kisah tentang dua sejoli yang pernah saling mencintai. Ini adalah kisah tentang kebesaran hati seorang istri dan seorang suami, yang mampu dengan ikhlas memberi kesempatan kepada “cinta” untuk bertemu sesaat di akhir hidup seorang pria baik dengan perempuan yang baik yang pernah menjadi kekasihnya.
Sambil ayah bercerita penuh haru, ibu tak henti hentinya menyeka air matanya. Saya duduk diam ikut terharu, sekaligus juga bingung membayangkan bagaimana perasaan sang suami dan istri masing masing yang bisa berbesar hati menerima sekaligus memberi kesempatan pasangannya bertemu dengan mantan kekasihnya. Saat itu saya memang belum cukup dewasa memahami luasnya cinta itu, dan bagaimana cinta itu dapat melakukan hal hal ajaib diluar logika dan kemampuan manusia biasa.
Ibu berkata lembut menjawab pertanyaan saya yang beruntun mengenai bagaimana- mungkin-itu-bisa-terjadi, dan-apa-kata-pasangan-mereka-masing-masing ?. Apakah tidak terjadi adegan seru versi sinetron disana ?. Jawaban ibu sampai sekarang tetap mampu membuat mata saya basah dan pikiran saya bisa naik tingkat sekelas dewi, ketika kalimat ibu saya ulangi perlahan…“Cinta itu selalu memampukan…”
Diubah oleh dannz463 23-01-2013 15:06
0
1.9K
Kutip
5
Balasan
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.3KThread•84KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru