Wali kota Payakumbuh Riza Falepi mengecam film "Cinta Tapi Beda" garapan sutradara Hanung Bramantyo. Tidak hanya itu, Ketua MUI Mismardi juga menilai film itu menyimpang dari filsafah Minangkabau.
"Film ini memojokkan masyarakat Minang yang kental dengan Islam dan memutar balikkan fakta. Warga Minang adalah pemeluk Islam. Karena itulah ajaran Adat Basandikan Syara' dan Syara' Basandi Kitabullah," sebut Riza Falepi di Payakumbuh, Sumatera Barat, Minggu (6/1), seperti dilansir Antara.
Tidak hanya mengecam isi film, dia juga mengecam jalan cerita "Cinta Tapi Beda" yang mengambil sebagian lokasi syutingnya di Sumatera Barat. Menurut Riza, kisah yang tertuang itu tidak sesuai dengan kehidupan gadis atau budaya Minangkabau.
"Mana ada gadis di Minangkabau yang beragama katolik?" tegasnya.
Ketua LKAAM Payakumbuh Indra Zahur Dt Rajo Simarajo dan Ketua MUI Mismardi mengutarakan hal senada. Kedua tokoh adat dan agama ini menilai film tersebut sangat tidak sesuai dengan ajaran adat Minangkabau.
"Sejak leluhur, kita mengajarkan nilai-nilai kehidupan, beragama, berkorong berkampung, nilai-nilai Islam tetap melekat dalam ajaran adat Minang," imbuh Indra Sahur. "Kalau ia tak beragama Islam, itu bukan orang Minang."
Ketua MUI Payakumbuh, Mismardi, mengkhawatirkan film tersebut akan merusak sendi-sendi adat dan budaya masyarakat Minang dalam berkehidupan sehari-hari yang sangat menjaga hubungan antar sesama.
Lebih jauh, Riza Falepi bersama tokoh adat dan tokoh agama Payakumbuh mencurigai adanya kemungkinan keinginan tidak baik yang terselubung dari pemutaran film tersebut. Karena itu mereka berharap pemerintah menarik peredaran film tersebut.
"Di Payakumbuh kita akan keluarkan edaran, kepingan CD atau DVD film 'Cinta Tapi Beda' tidak boleh beredar di sini," tegas Wali Kota.
Film arahan Hanung Bramantyo bersama Hestu Saputra ini mencoba menuai fakta bahwa saat ini banyak kejadian semacam itu di sekitar kita. Membicarakan soal agama bukanlah perkara yang mudah. Namun film arahan MVP Pictures ini mau menggambarkan kenyataan dalam sudut pandang sinematik.
Tidak hanya perbedaan keyakinan, perbedaan profesi antara chef dan penari juga menjadi titik berat dalam film ini. Sayangnya usaha menanamkan nuansa mellow kurang begitu terasa hingga agak sulit untuk memancing emosi.
Melalui kata-kata, mereka mencoba menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi tentang hubungan yang berbeda dalam hal keyakinan. Melalui pengambilan gambar yang berlokasi di Jakarta, Jogja dan Padang, mereka memperlihatkan secara pas ciri-ciri setiap kota masing-masing secara detail dan juga tradisi yang dijalani. Sehingga menambah warna tersendiri.
Original Posted By 412YO►hanung filmnya banyak yg maksa, harusnya risetnya yg jelas dan lagi kebnyakan maksanya, jelas ada motifnya, memaksakan keinginan dan pendapat pribadi dirinya tentang apa itu agama menurut versi dia ..... kadang2 ngaco, saya sih suka2 dia aja coz makin dia gitu makin ketara siapa dia dan pemahamannya tentang agama kalo boleh kasar saya bilang "bego" jadi jngn salahkan kalo yang ada yang ngatain dia JILS atau lainnya
jngn salahkan juga yg cekal, coz film salah satu media yg punya beragam fungsi dan tujuan bukan hanya sekedar bertujuan sebagai sarana hiburan