TS
rizki2lancer
[Novel] GESTALT
Gestalt
Genre : Psikologi, Misteri, Fantasi
Bab 1 : Bayangan di Siang Hari
Part 1
Spoiler for Baca:
Ribuan orang berlalu-lalang melewati jalan-jalan kota yang membentuk rangkaian abstrak bagai coretan hidup seorang pendosa. Mobil, bus, truk, sepeda motor, bahkan sepeda memenuhi rangkaian tersebut, membuatnya hidup. Sedangkan trotoar di setiap jalan berkondisi sebaliknya. Laju kehidupan yang tidak mengalir dengan baik, terenggut oleh rangkaian raksasa jalanan berlapis aspal.
Matahari terik tergelincir di langit. Awan-awan kali ini enggan menghalangi tatapan panasnya. Membiarkan deru sinar ultraviolet memanaskan suhu di daratan. Tetapi berkat tetumbuhan rindang yang juga hidup berdampingan bersama kota, teriknya matahari bisa tertutupi.
Jauh di utara kota, sebuah distrik elit yang tertata rapih. Seorang gadis muda berjalan lesu menuju ke sebuah taman dekat sekolahnya. Rambut coklatnya yang dikuncir seperti ekor kuda begerak naik turun dengan lamban. Kepalanya tertunduk menandakan suasana hatinya sedang buruk. Kacamata bersisi hitamnya sedikit turun dari posisi seharusnya. Di bahu kanannya menggantung sebuah tas olahraga berwarna merah berlabel Adidas. Dia mengenakan seragam sekolahnya—Kemeja putih berlengan pendek dengan lambang sekolah terjahit di bagian kiri dada dan rok selutut dengan corak garis-garis merah biru—bersama kaus kaki putih sebetis dan sepatu kasual berwarna coklat.
“Payah.” Kata sang gadis dengan suara kesal. Isak tangis mulai terdengar dan air matanya pun mengalir.
Sang gadis berusaha menahan rasa sedihnya sembari terus berjalan ke taman. Taman terdekat dari sekolahnya berjarak sekitar 900 meter. Dengan jalannya yang lamban, butuh waktu lebih lama dari biasanya untuk sampai disana.
Daerah utara cukup eksklusif dan sepi. Tidak ada banyak orang dan kendaraan yang berlalu-lalang. Sedikit orang yang akan melihat sang gadis menangis. Angin tiba-tiba berhembus menerpa apapun yang diterjangnya. Langkah sang gadis terhenti karena hembusan angin tadi. Beberapa serpihan pasir memasuki lapisan matanya, secara refleks kedua tangannya melepas kacamata dan berusaha mengeluarkan serpihan yang menghambat pandangannya itu.
Dia berkedip beberapa kali agar semua serpihan bisa keluar. Pandangannya masih cukup buram, maka dia kembali berkedip dibantu dengan kedua tangannya, sekalian menghapus jejak air mata. Beberapa detik kemudian, pandangannya sudah cukup jelas.
“.............” sang gadis melihat sesuatu—seseorang berdiri beberapa meter didepannya. Siapa itu? Perasaan tadi gak ada orang? Aduh! Berarti dia liat aku nangis, dong? Melihat ada seseorang di dekatnya, si gadis langsung berusaha menghapus bekas tangisnya sebersih mungkin.
Orang yang dia lihat sekarang ini memiliki perawakan tinggi dan kurus. Tetapi hanya itu saja yang bisa ditangkap oleh matanya. Orang misterius itu hanya berdiri saja. Tidak menghampiri sang gadis, bahkan bergerak pun tidak.
“Siapa, ya?” tanya si gadis sedikit berteriak dengan ekspresi bingung.
“...............” tidak ada jawaban.
Oh ya! Kacamata belum aku pake. Dia kembali memakai kacamatanya. Kali ini berada di posisi yang seharusnya. Sang gadis berharap agar bisa melihat orang itu lebih jelas. Tetapi sayang, apa yang terjadi itu diluar dugaannya. Orang itu malah lari menjauhi si gadis, seperti orang yang ketakutan.
“Eh? Tunggu!” si gadis mulai mengejar orang itu.
“Siliaa!” Tiba-tiba salah satu teman si gadis memanggil sambil berlari dari arah sekolah. Sama-sama mengenakan seragam sekolah tetapi di bahu kanannya bukan tas olahraga yang menggantung melainkan tas biasa. Gadis yang bernama Vina tersebut memiliki rambut hitam pendek sebahu, berkulit putih, dan tinggi sekitar 155 sentimeter.
“Vina?” perhatian si gadis teralihkan. Tetapi dia memilih untuk mengejar orang misterius tadi. Entah kenapa, rasa sedihnya yang tadi ia rasakan hilang begitu saja dan sekarang dia memiliki rasa penasaran akan orang misterius itu.
“Lho? Mau kemana kamu? Silia!” teman si gadis yang bernama Vina kebingungan lalu berusaha mengejar Silia.
Silia masih berusaha mengejar orang tadi yang masih terlihat berlari di depannya. Tetapi orang itu semakin lama semakin jauh. Si gadis memiliki perasaan aneh melihat orang misterius itu. Dia merasa bahwa apa yang dia lihat dan kejar sekarang itu bukan sesuatu yang nyata, tapi sebuah bayangan. Dia juga tidak mendengar suara langkah lari dari orang itu. Pada akhirnya dia kehilangan jejak orang misterius itu.
Dia berhenti berlari. Badannya membungkuk dan masing-masing kedua tangannya menggenggam lutut. Nafasnya terengah dan pandangan dia menghadap ke permukaan trotoar. Walaupun sudah lari cukup jauh dan kencang, dia tidak mengeluarkan banyak keringat.
“Siliaa!” sudah tiga kali Vina memanggil nama si gadis. Vina berlari menyusul Silia yang kecepatan larinya diatas rata-rata perempuan biasanya. Dia terlihat sangat kelelahan. Rasa lelahnya itu akhirnya membuahkan hasil.
Aduh, aku sampe lupa sama si Vina. Silia membalikan badan lalu menunggu Vina yang setengah berlari. Silia tidak menyadari seberapa jauh dia berlari dan yang telah dia tempuh tadi bukan seberapa baginya. Tapi bagi Vina, jarak tadi cukup jauh dan melelahkan.
“Hahh..hahh..kekejar juga akhirnya.” Kata Vina sambil membungkuk, beristirahat.
Silia hanya diam saja, menunggu Vina mengambil waktu untuk mengambil nafas.
“Kamu kenapa sih? Aku panggil, kok, malah lari! Cape tau!” protes Vina. Dia mengambil handuk kecil dari tasnya lalu menyeka keringat yang bercucuran.
“Eh? Ahaha, iya, maaf, Vin.” Balas Silia dengan wajah bercanda. Vina tidak puas terhadap jawabannya.
“Malah cengengesan. Ada apa sih, sampe kamu lari sekenceng itu?” tanya Vina. Berharap dia bisa mendapatkan jawaban yang jelas. Dia menyimpan handuk kecilnya kembali ke dalam tas.
“Ehmm..” Silia berfikir beberapa saat. Memilah kata-kata yang tepat. Vina hanya menunggu dengan muka bingung.
“Ada orang aneh, Vin.” Ternyata jawabannya sederhana. Sila menjawab dengan nada ragu.
“Orang aneh? Stalker?”
Silia mengalihkan pandangan ke arah terakhir dia melihat orang itu. “Gak tau juga sih, tapi kayaknya bukan stalker. Pas aku jalan sendiri, aku jamin tadi gak ada siapa-siapa selain aku. Tapi tiba-tiba beberapa meter di depan aku ada orang berdiri.” Jelas Silia.
Vina terlihat terganggu dengan cerita yang diceritakan Silia. Dia menggaruk kepalanya.
“Kamu tau, kan, disini tuh emang sepi banget? Bahkan pas siang bolong gini.”
Silia mengangguk.
Vina menghela nafas. “Harusnya kamu tungguin aku tadi, biasanya juga kita pulang bareng. Ya, at least kita jalan bareng sampe keluar dari zona sekolah, kan?”
Silia kembali mengiyakan dan sedikit merasa bersalah. Ekspresinya menunjukan bahwa dia juga merasa tidak nyaman telah membuat Vina khawatir.
“Ya, udah deh! Yang penting kamu gak kenapa-kenapa.” Vina kembali menghela nafas sedikit lebih panjang dari sebelumnya.
Setelah berlari cukup jauh mengejar bayangan tadi, Silia baru menyadari sesuatu. Entah itu kebetulan atau memang tujuan sang bayangan adalah membawanya ke tempat dimana dia berdiri sekarang. Mereka sekarang berdiri tepat di depan taman yang menjadi tujuan Silia.
“Aneh..” kata Silia. Dia melihat ke taman, melihat ke sekelilingnya lalu kembali melihat ke arah taman.
“Eh? Aneh kenapa, sil?” tanya Vina.
“Orang aneh tadi, dia cuman keliatan kayak orang aja bentuknya. Orang itu mirip bayangan, udah itu langkah kakinya gak kedengeran. Sunyi senyap. Tadi aku juga serasa ngejar sesuatu yang gak nyata.”
“Kamu ngomong apa, sih? Tunggu! Kenapa kamu ngejar orang aneh itu? Udah tau aneh, eh, malah dikejar.” Protes Vina.
“Ya, aku juga gak tau, Vin. Tapi ada perasaan yang nyuruh aku buat ngejar dan aku ikutin perasaan aku.”
“Oke, gua bener-bener gak ngerti, seriusan!” Vina mengangkat kedua tangannya.
“Gak usah ngerti, aku sendiri juga gak ngerti.” Balas Silia.
“Sil, mungkin itu semua cuman halusinasi kamu aja. Lupain aja dulu, dari pada kamu pusing mikirin hal yang aneh-aneh mending kamu istirahat di rumah terus mandi. Tenangin diri kamu.” Vina berusaha menenangkan Silia sebaik mungkin.
“Aku gak mau ngungkit lagi hal yang ngebuat kamu gak nyaman. Tapi, mungkin ini pengaruh dari kejadian minggu lalu.” Tambah Vina dengan wajah penuh khawatir. Tangan kirinya menepuk dan mendarat di atas bahu kanan Silia.
“Mungkin.” Kepala Silia tertunduk. Perasaan sedihnya sedikit demi sedikit kembali.
Matahari terik tergelincir di langit. Awan-awan kali ini enggan menghalangi tatapan panasnya. Membiarkan deru sinar ultraviolet memanaskan suhu di daratan. Tetapi berkat tetumbuhan rindang yang juga hidup berdampingan bersama kota, teriknya matahari bisa tertutupi.
Jauh di utara kota, sebuah distrik elit yang tertata rapih. Seorang gadis muda berjalan lesu menuju ke sebuah taman dekat sekolahnya. Rambut coklatnya yang dikuncir seperti ekor kuda begerak naik turun dengan lamban. Kepalanya tertunduk menandakan suasana hatinya sedang buruk. Kacamata bersisi hitamnya sedikit turun dari posisi seharusnya. Di bahu kanannya menggantung sebuah tas olahraga berwarna merah berlabel Adidas. Dia mengenakan seragam sekolahnya—Kemeja putih berlengan pendek dengan lambang sekolah terjahit di bagian kiri dada dan rok selutut dengan corak garis-garis merah biru—bersama kaus kaki putih sebetis dan sepatu kasual berwarna coklat.
“Payah.” Kata sang gadis dengan suara kesal. Isak tangis mulai terdengar dan air matanya pun mengalir.
Sang gadis berusaha menahan rasa sedihnya sembari terus berjalan ke taman. Taman terdekat dari sekolahnya berjarak sekitar 900 meter. Dengan jalannya yang lamban, butuh waktu lebih lama dari biasanya untuk sampai disana.
Daerah utara cukup eksklusif dan sepi. Tidak ada banyak orang dan kendaraan yang berlalu-lalang. Sedikit orang yang akan melihat sang gadis menangis. Angin tiba-tiba berhembus menerpa apapun yang diterjangnya. Langkah sang gadis terhenti karena hembusan angin tadi. Beberapa serpihan pasir memasuki lapisan matanya, secara refleks kedua tangannya melepas kacamata dan berusaha mengeluarkan serpihan yang menghambat pandangannya itu.
Dia berkedip beberapa kali agar semua serpihan bisa keluar. Pandangannya masih cukup buram, maka dia kembali berkedip dibantu dengan kedua tangannya, sekalian menghapus jejak air mata. Beberapa detik kemudian, pandangannya sudah cukup jelas.
“.............” sang gadis melihat sesuatu—seseorang berdiri beberapa meter didepannya. Siapa itu? Perasaan tadi gak ada orang? Aduh! Berarti dia liat aku nangis, dong? Melihat ada seseorang di dekatnya, si gadis langsung berusaha menghapus bekas tangisnya sebersih mungkin.
Orang yang dia lihat sekarang ini memiliki perawakan tinggi dan kurus. Tetapi hanya itu saja yang bisa ditangkap oleh matanya. Orang misterius itu hanya berdiri saja. Tidak menghampiri sang gadis, bahkan bergerak pun tidak.
“Siapa, ya?” tanya si gadis sedikit berteriak dengan ekspresi bingung.
“...............” tidak ada jawaban.
Oh ya! Kacamata belum aku pake. Dia kembali memakai kacamatanya. Kali ini berada di posisi yang seharusnya. Sang gadis berharap agar bisa melihat orang itu lebih jelas. Tetapi sayang, apa yang terjadi itu diluar dugaannya. Orang itu malah lari menjauhi si gadis, seperti orang yang ketakutan.
“Eh? Tunggu!” si gadis mulai mengejar orang itu.
“Siliaa!” Tiba-tiba salah satu teman si gadis memanggil sambil berlari dari arah sekolah. Sama-sama mengenakan seragam sekolah tetapi di bahu kanannya bukan tas olahraga yang menggantung melainkan tas biasa. Gadis yang bernama Vina tersebut memiliki rambut hitam pendek sebahu, berkulit putih, dan tinggi sekitar 155 sentimeter.
“Vina?” perhatian si gadis teralihkan. Tetapi dia memilih untuk mengejar orang misterius tadi. Entah kenapa, rasa sedihnya yang tadi ia rasakan hilang begitu saja dan sekarang dia memiliki rasa penasaran akan orang misterius itu.
“Lho? Mau kemana kamu? Silia!” teman si gadis yang bernama Vina kebingungan lalu berusaha mengejar Silia.
Silia masih berusaha mengejar orang tadi yang masih terlihat berlari di depannya. Tetapi orang itu semakin lama semakin jauh. Si gadis memiliki perasaan aneh melihat orang misterius itu. Dia merasa bahwa apa yang dia lihat dan kejar sekarang itu bukan sesuatu yang nyata, tapi sebuah bayangan. Dia juga tidak mendengar suara langkah lari dari orang itu. Pada akhirnya dia kehilangan jejak orang misterius itu.
Dia berhenti berlari. Badannya membungkuk dan masing-masing kedua tangannya menggenggam lutut. Nafasnya terengah dan pandangan dia menghadap ke permukaan trotoar. Walaupun sudah lari cukup jauh dan kencang, dia tidak mengeluarkan banyak keringat.
“Siliaa!” sudah tiga kali Vina memanggil nama si gadis. Vina berlari menyusul Silia yang kecepatan larinya diatas rata-rata perempuan biasanya. Dia terlihat sangat kelelahan. Rasa lelahnya itu akhirnya membuahkan hasil.
Aduh, aku sampe lupa sama si Vina. Silia membalikan badan lalu menunggu Vina yang setengah berlari. Silia tidak menyadari seberapa jauh dia berlari dan yang telah dia tempuh tadi bukan seberapa baginya. Tapi bagi Vina, jarak tadi cukup jauh dan melelahkan.
“Hahh..hahh..kekejar juga akhirnya.” Kata Vina sambil membungkuk, beristirahat.
Silia hanya diam saja, menunggu Vina mengambil waktu untuk mengambil nafas.
“Kamu kenapa sih? Aku panggil, kok, malah lari! Cape tau!” protes Vina. Dia mengambil handuk kecil dari tasnya lalu menyeka keringat yang bercucuran.
“Eh? Ahaha, iya, maaf, Vin.” Balas Silia dengan wajah bercanda. Vina tidak puas terhadap jawabannya.
“Malah cengengesan. Ada apa sih, sampe kamu lari sekenceng itu?” tanya Vina. Berharap dia bisa mendapatkan jawaban yang jelas. Dia menyimpan handuk kecilnya kembali ke dalam tas.
“Ehmm..” Silia berfikir beberapa saat. Memilah kata-kata yang tepat. Vina hanya menunggu dengan muka bingung.
“Ada orang aneh, Vin.” Ternyata jawabannya sederhana. Sila menjawab dengan nada ragu.
“Orang aneh? Stalker?”
Silia mengalihkan pandangan ke arah terakhir dia melihat orang itu. “Gak tau juga sih, tapi kayaknya bukan stalker. Pas aku jalan sendiri, aku jamin tadi gak ada siapa-siapa selain aku. Tapi tiba-tiba beberapa meter di depan aku ada orang berdiri.” Jelas Silia.
Vina terlihat terganggu dengan cerita yang diceritakan Silia. Dia menggaruk kepalanya.
“Kamu tau, kan, disini tuh emang sepi banget? Bahkan pas siang bolong gini.”
Silia mengangguk.
Vina menghela nafas. “Harusnya kamu tungguin aku tadi, biasanya juga kita pulang bareng. Ya, at least kita jalan bareng sampe keluar dari zona sekolah, kan?”
Silia kembali mengiyakan dan sedikit merasa bersalah. Ekspresinya menunjukan bahwa dia juga merasa tidak nyaman telah membuat Vina khawatir.
“Ya, udah deh! Yang penting kamu gak kenapa-kenapa.” Vina kembali menghela nafas sedikit lebih panjang dari sebelumnya.
Setelah berlari cukup jauh mengejar bayangan tadi, Silia baru menyadari sesuatu. Entah itu kebetulan atau memang tujuan sang bayangan adalah membawanya ke tempat dimana dia berdiri sekarang. Mereka sekarang berdiri tepat di depan taman yang menjadi tujuan Silia.
“Aneh..” kata Silia. Dia melihat ke taman, melihat ke sekelilingnya lalu kembali melihat ke arah taman.
“Eh? Aneh kenapa, sil?” tanya Vina.
“Orang aneh tadi, dia cuman keliatan kayak orang aja bentuknya. Orang itu mirip bayangan, udah itu langkah kakinya gak kedengeran. Sunyi senyap. Tadi aku juga serasa ngejar sesuatu yang gak nyata.”
“Kamu ngomong apa, sih? Tunggu! Kenapa kamu ngejar orang aneh itu? Udah tau aneh, eh, malah dikejar.” Protes Vina.
“Ya, aku juga gak tau, Vin. Tapi ada perasaan yang nyuruh aku buat ngejar dan aku ikutin perasaan aku.”
“Oke, gua bener-bener gak ngerti, seriusan!” Vina mengangkat kedua tangannya.
“Gak usah ngerti, aku sendiri juga gak ngerti.” Balas Silia.
“Sil, mungkin itu semua cuman halusinasi kamu aja. Lupain aja dulu, dari pada kamu pusing mikirin hal yang aneh-aneh mending kamu istirahat di rumah terus mandi. Tenangin diri kamu.” Vina berusaha menenangkan Silia sebaik mungkin.
“Aku gak mau ngungkit lagi hal yang ngebuat kamu gak nyaman. Tapi, mungkin ini pengaruh dari kejadian minggu lalu.” Tambah Vina dengan wajah penuh khawatir. Tangan kirinya menepuk dan mendarat di atas bahu kanan Silia.
“Mungkin.” Kepala Silia tertunduk. Perasaan sedihnya sedikit demi sedikit kembali.
Quote:
Selamat Malam teman-teman Fanstuff! Saya pengguna lama KASKUS, tapi baru kali ini memasuki ranah AMH
Quote:
Judul ini mulai ditulis setelah selesainya Hikari no Mizuumi Vol.1. Berbentuk Novel yang cukup panjang(On-going).
Quote:
Jadi, Selamat Membaca!dan Ditunggu pendapat kalian semua!
0
1K
Kutip
2
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fanstuff
1.9KThread•261Anggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru