Kaskus

Entertainment

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mcobrattiAvatar border
TS
mcobratti
Kesalahan Berbahasa di Tempat Publik
Kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar sangat dibutuhkan terutama saat menggunakannya di ruang publik. Sebuah papan peringatan atau penanda tertentu harus mematuhi kaidah bahasa, karena ia tidak berhadapan dengan suatu kelompok spesifik yang menuntut konvensi berbeda, misalnya; bahasa nonformal/tak resmi seperti ke sesama teman.

Kami menemukan beberapa penerapan bahasa Indonesia yang tidak sesuai kaidah di ruang publik; yang seharusnya menjadi tempat penerapan kaidah Bahasa Indonesia sesuai Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Spoiler for show:

Pemilik sebuah rumah di Utan Kayu, Jakarta memasang pengumuman ini. Dalam kaidah EYD, penggunaan kata “di” yang dipisah berfungsi sebagai preposisi (kata depan) yang menerangkan [biasa] tempat atau waktu; “di tengah hari”, “di Jakarta”, “di rumah”.

Penggunaan kata “di” banyak ‘dikacaukan’ karena mereka menganggap fungsinya sama saja. Pada kasus ini, “Di Jual” seharusnya ditulis bersambung, “dijual”, karena maksudnya sebagai prefiks/awalan pasif demi menerangkan bahwa “rumah tersebut dijual”.

Bisa dibayangkan kalau ada benar-benar tempat bernama “Jual”, lalu Anda menyangka “rumah orang ini di Jual.” “Oh, kami tahu sekarang rumahnya di mana.”

Spoiler for show:

Kata “mas” di toko tersebut masih berada pada ragam nonformal. Sebaiknya kata “emas” lebih tepat digunakan untuk menerangkan apa saja yang dijual di dalam toko tersebut.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mencatat dua definisi “mas”; (1) emas, (2) kata sapaan untuk saudara laki-laki atau laki-laki yang dianggap lebih tua (dari Bahasa Jawa). Ya, KBBI memasukkan “mas” di dalam entri mereka, namun definisi “emas” lebih jelas lagi, “logam mulia berwarna kuning yang dapat ditempa dan dibentuk.” Ini mengindikasikan bahwa posisi kata “emas” menjadi resmi karena rujukan kata “mas” pun diarahkan ke kata tersebut.

Oh, mungkin kami memang salah tangkap, ternyata itu cuma toko kelontong milik Mas Hin Hoa.

Spoiler for show:

Kasusnya mirip dengan “rumah di Jual” barusan. Kali ini penulis pengumuman hanya ingin menerangkan bahwa “[Restoran] Bebek Monggo di Butuhkan”. Ada yang sudah pernah ke sana?
Kasusnya mirip dengan “rumah di Jual” barusan. Kali ini penulis pengumuman hanya ingin menerangkan bahwa “[Restoran] Bebek Monggo di Butuhkan”. Ada yang sudah pernah ke sana?

Spoiler for show:

Kekonsistenan dibutuhkan dalam berbahasa. Pengumuman ini tidak mencerminkan konsistensi tersebut. Hal yang sering terjadi saat Anda menulis kata-kata yang berasal dari Bahasa Arab. Mau pakai bahasa Indonesia atau Arab?

“Sholat Iedul Adha” tidak tepat untuk digunakan di ragam formal Bahasa Indonesia. Kata “sholat” seharusnya ditulis “salat”, sementara “Iedul Adha” memiliki bentuk formal Bahasa Indonesia, “Iduladha”; bahkan KBBI menggabungkan kedua kata tersebut. Begitu pun kata “khotib” yang di bahasa Indonesia menjadi “khatib” dan “Jum’at” yang seharusnya “Jumat”.

Sudah beres? Belum. “Musholla” seharusnya jadi “Musala”.

Siapa gerangan yang menulis pengumuman ini? Orang Arab yang sedang belajar bahasa Indonesia-kah?

Catatan: penggunaan tanda bacanya juga berlebihan. Ah, jangan sampai penyunting bahasa kami di sini tahu apa yang terjadi di sana.

Spoiler for show:

Seseorang membuka usaha percetakan dan sablon di daerah Salemba. Sablonnya bisa diaplikasikan di berbagai media. Spanduk, kaos, dan topi bisa. Begitu juga "mug". Pengusaha sablon ini terlalu malas untuk menerjemahkan kata itu jadi bahasa Indonesia ternyata, “gelas”.

Tak sampai di situ. Pengusaha sablon ini juga bergaya bahasa ala bule, “lebel”. Padahal pengguna bahasa Inggris pun menuliskannya dengan “label”, sama seperti yang ada di KBBI.

Spoiler for show:

“Bersih, Murah, Rapih”, begitu janji pengusaha pencuci baju ini. Sayangnya slogan menarik tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Andai saja dia mengecek KBBI terlebih dahulu, dia akan tahu kalau “rapih” merupakan ragam nonformal, sementara KBBI mencatat “rapi” sebagai entrinya.

Spoiler for show:

Tanda hubung sepatutnya ditempelkan langsung pada kata-katanya, sehingga seharusnya tertulis “Hati-hati”. Pengumuman resmi Jasa Raharja dan PT Kereta Api ini malah memisahkannya. Fungsi tanda hubung adalah untuk menghubungkan dua kata atau memisahkan suku kata.
Tanda hubung sepatutnya ditempelkan langsung pada kata-katanya, sehingga seharusnya tertulis “Hati-hati”. Pengumuman resmi Jasa Raharja dan PT Kereta Api ini malah memisahkannya. Fungsi tanda hubung adalah untuk menghubungkan dua kata atau memisahkan suku kata.

Sumber
Diubah oleh mcobratti 31-10-2012 06:04
0
5.7K
15
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
KASKUS Official
924.4KThread88.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.