Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tjoa_ruo_tongAvatar border
TS
tjoa_ruo_tong
Harus Bicara Terhadap Anak Dengan Bahasa Manusia
Cerita yang sangat menarik gan, monggo dibaca emoticon-Smilie

Harus bicara terhadap anak dengan bahasa manusia

dikutip dari Xin Min Evening News, Shanghai


Pada liburan musim panas tahun lalu, seorang teman menghantarkan puteranya yang berusia 13 tahun ke rumah temannya Huai Bing yang berada di Australia, katanya ingin membiarkan puteranya mengenal dunia luar, dia meminta Huai Bing untuk merawat puteranya sebentar.

Sejak itu Huai Bing mulai “merawat” seorang ABG.

Sehabis menjemput anak lelaki ini di bandara, Huai Bing berkata kepadanya:
“Aku adalah teman ayahmu, ayahmu memintaku untuk merawat kehidupanmu selama satu bulan liburan musim panasmu di Australia. Namun aku harus terlebih dahulu mengatakan kepadamu, bahwa aku tidak memiliki tanggung jawab untuk merawat kehidupanmu, sebab aku tidak berhutang pada ayahmu, dia juga tidak berhutang kepadaku, maka kita berdua adalah setara. Kamu sudah berusia 13 tahun dan memiliki kemampuan mendasar untuk merawat diri sendiri, maka mulai besok, kamu harus bangun tidur sendiri dengan tepat waktu, aku tidak memiliki kewajiban untuk membangunkanmu. Setelah bangun tidur, kamu harus menyiapkan sarapan pagi sendiri, sebab aku harus pergi kerja dan tidak mungkin menyiapkan sarapan untukmu. Sehabis sarapan, kamu harus mencuci piring sendiri, sebab aku tidak akan mencucikannya untukmu, itu bukan tanggung jawabku. Kamar cuci pakaian ada di sana, kamu harus mencuci sendiri pakaianmu. Selain itu, ini ada selembar peta kota dan jadwal bus umum, kamu sendiri yang merencanakan mau jalan-jalan ke mana, jika ada waktu, mungkin aku akan membawamu jalan-jalan, namun jika tidak ada waktu, kamu pergi jalan-jalan sendiri setelah mempelajari lokasi dan jalur bus umum. Pendek kata, kamu harus menyelesaikan sendiri masalah kehidupanmu dan belajar untuk mandiri, sebab aku memiliki masalah sendiri untuk dikerjakan, aku harapkan keberadaanmu nantinya tidak akan menambah masalahku.”

Anak lelaki berusia 13 tahun ini hanya bisa mengedipkan mata mendengar perkataan dari teman ayah yang tidak mengijinkan dirinya untuk memanggilnya tante dan tetap bersikeras harus memanggil namanya langsung, tentu saja hatinya ada sedikit khawatir, sebab ketika berada di rumahnya di Beijing, segala sesuatu dalam kehidupannya selalu diurus oleh ayah dan ibunya. Terakhir ketika Huai Bing bertanya apakah sudah dimengerti, dia menjawab: “Sudah mengerti.”

Benar juga apa yang dikatakan oleh tante ini, dia tidak berhutang kepada ayahnya, terlebih lagi tidak berhutang kepada dirinya. Sekarang dia sudah berusia 13 tahun, boleh dibilang sudah cukup besar dan mampu melakukan banyak hal, termasuk mengurus sarapan pagi dan keluar jalan-jalan sendiri ke tempat yang disukainya.

Sebulan kemudian ketika pemuda tanggung ini kembali ke rumahnya di Beijing, keluarganya sangat terkejut melihat perubahan pada dirinya, dia telah mampu mengerjakan sendiri semuanya. Dia telah bisa menangani kehidupannya: bangun tidur langsung melipat selimut, sehabis makan mencuci piring, membereskan rumah, menggunakan mesin cuci pakaian, tidur tepat waktu dan sopan terhadap orang lain. Ayah dan ibunya merasa sangat salut pada Huai Bing dan bertanya kepadanya: “Sulap apa yang kamu lakukan sehingga anakku tiba-tiba tumbuh dewasa dalam waktu sebulan?”

Masih ada contoh yang kedua, beberapa saat lalu ada seorang teman wanitaku yang datang berkunjung dengan membawa puteranya yang berusia 8 tahun.

Ketika melihat diriku sedang menelpon dengan hp iPhone, anak lelaki itu berkata: “Tante, ibuku mengatakan asal aku bisa lulus ujian kelas tabuh drum tingkat 7, ibu akan membelikan satu hp iPhone untukku.”

Aku berkata: “Aku tidak setuju.”

Dia bertanya: “Mengapa?”

Aku menjawab: “Kamu hanya seorang anak kecil berusia 8 tahun, apakah butuh telepon genggam? Lagipula, kalau kamu lulus tingkat 7, itu memang sudah semestinya, sebab dalam usiamu ini, salah satu tanggung jawabmu adalah belajar, mengapa perlu hadiah sebagai dorongan semangat? Jika hanya lulus satu tingkat 7 yang biasa-biasa saja, kamu sudah menuntut banyak dengan meminta iPhone kepada ibumu, apakah menurutmu, uang ibumu diperoleh dengan sangat mudah? Apakah kamu tidak merasa risih?”

Dia terlihat seperti anak lelaki berusia 13 tahun itu, hanya bisa mengedipkan mata memandangku karena mendengar suatu perkataan aneh yang belum pernah didengarnya.

Aku melanjutkan: “Kamu meminta barang itu kepada ibumu, lalu apa yang sudah kamu berikan kepada ibumu?” Dia terdiam seketika dengan mulut terbuka, sepertinya sedang merenungkannya.

“Apakah kamu pernah membantu ibu mencuci piring? Apakah pernah membantu ibu menyapu rumah? Apakah kamu pernah cuci baju? Melap meja? Setelah ibu pulang kerja, apakah kamu pernah bertanya pada ibu kalau dirinya lelah? ... Apa pun tidak pernah kamu lakukan, jadi apa hak kamu untuk meminta ibu membelikannya?”

Ketika aku berbicara dengan anak kecil itu, ibunya terus duduk di samping tanpa bersuara, sesekali memandangku dengan pandangan mata penuh senyum.

Aku tahu bahwa dia sesungguhnya sangat setuju dengan perkataanku, dia mungkin sudah lama ingin mengatakannya, hanya saja “tidak tega” mengatakan kepada puteranya.

Aku berkata: “Apakah hp iPhone ini boleh tidak diminta lagi?” Anak lelaki itu ternyata menarik nafas panjang dan menganggukkan kepala sambil memandangku.

Aku berkata kepada temanku: “Kak, dia baru berusia 8 tahun, apa pun yang kamu katakan juga akan didengarkannya, jadi semua tergantung dampak apa yang hendak kamu berikan. Jika kamu selalu mengikuti kemauannya tanpa batas, seberapa banyak pun yang kamu berikan, akan dianggapnya sebagai sudah semestinya.”

Temanku menjawab: “Memang benar, seberapa banyak pun yang diberikan, tetap dianggapnya masih kurang.”

Siapa yang hendak disalahkan? Salahkan anak? Tentu saja bukan.

Melihat sekarang banyak sekali orang yang mengeluhkan kalau anaknya gagal memenuhi harapan, tidak mau hemat, tidak peka, tidak tahan banting, dan seterusnya..... Ini yang disebut benih apa yang ditanam, buah itu pula yang dipanen.

Jika setiap ayah atau ibu bisa seperti aku dan Huai Bing yang berbicara pada anak dengan menganggapnya sebagai orang dewasa, maka anak tentu akan memahami banyak hal yang patut diketahuinya.

Temanku berkata: “Suamiku selalu mengatakan kepada anakku, semua yang ada di rumah adalah milik anakku, bahkan perusahaannya juga adalah milik anakku.”

Saya berkata: “Jika anakmu tidak tahu mengelola perusahaan, bagaimana kalau nantinya perusahaan itu bangkrut?”

Kali ini gantian temanku yang mengedipkan mata, sebab ternyata dia tidak pernah memikirkan pertanyaan ini.

Ayah dan ibu senantiasa melakukan satu kesalahan besar:
Sejak kecil tidak menganggap anak kita sebagai manusia, selalu memanjakan anak seakan dirinya adalah seekor hewan kesayangan seperti anjing atau kucing!

Dari itu, terhadap anak harus bicara dengan bahasa manusia, katakan bagaimana caranya menjadi manusia yang benar.

Ini harus dilakukan, sebab anak-anak bukan anjing atau kucing yang hanya butuh dimanjakan, mereka adalah MANUSIA.


kalau berkenan, bagi emoticon-Blue Guy Cendol (L)emoticon-Blue Guy Cendol (L)emoticon-Blue Guy Cendol (L)dong gan

Kunjungi lapak ane gan:
Spoiler for Lapak:
Diubah oleh tjoa_ruo_tong 04-11-2012 15:26
0
4.2K
46
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.