- Beranda
- The Lounge
Madura dan Istilah Carok
...
TS
MokdinNganjuk
Madura dan Istilah Carok
Quote:
Original Posted By
Quote:
Original Posted By
MOGA MOGA Threads_NO DI CEK GAN
Quote:
Original Posted By
Quote:
Thanks buat Mimin, Momod, dan semua kaskuser yg sudah berkunjung dan menjadikan trit ini HT pertama ane
Quote:
Original Posted By
Quote:
Original Posted By
Berbicara Carok, maka yang timbul dibenak banyak orang adalah sebuah konotasi yang negative dan horror. Carok selalu identik dengan pembunuhan sadis, pertarungan senjata, duel hidup dan mati atas nama kehormatan, pembunuhan dendam 7 turunan atau bisa jadi pembantaian masal. Carok juga selalu sejajar dengan budaya suku Madura, sebuah suku yang konon berwatak keras, temperamental dan arogan (meski tidak semua demikian). Dalam banyak kasus, setiap pembunuhan yang dilakukan oleh suku Madura, maka kata Carok akan selalu muncul. Yang paling mengerikan lagi, carok selalu berdampingan dengan nama sebuah senjata yang disebut Are=Clurit. Dan yang paling dramatis justru setiap kejahatan, aksi perampokan selalu identik dengan sanjata yg satu ini. Sungguh tragis nasib si Clurit .Namun demikian, benarkah budaya ini berasal dari Madura?
Berbicara Carok, maka yang timbul dibenak banyak orang adalah sebuah konotasi yang negative dan horror. Carok selalu identik dengan pembunuhan sadis, pertarungan senjata, duel hidup dan mati atas nama kehormatan, pembunuhan dendam 7 turunan atau bisa jadi pembantaian masal. Carok juga selalu sejajar dengan budaya suku Madura, sebuah suku yang konon berwatak keras, temperamental dan arogan (meski tidak semua demikian). Dalam banyak kasus, setiap pembunuhan yang dilakukan oleh suku Madura, maka kata Carok akan selalu muncul. Yang paling mengerikan lagi, carok selalu berdampingan dengan nama sebuah senjata yang disebut Are=Clurit. Dan yang paling dramatis justru setiap kejahatan, aksi perampokan selalu identik dengan sanjata yg satu ini. Sungguh tragis nasib si Clurit .Namun demikian, benarkah budaya ini berasal dari Madura?
Quote:
Original Posted By
Carok / Clurit Bentuk Perlawanan Rakyat Jelata
Carok berasal dari bahasa Kawi Kuno yang berarti Perkelahian. Secara harfiah bahasa Madura, Carok bisa diartikan Ecacca erok-orok (dibantai/mutilasi ?). Menurut D.Zawawi Imron seorang budayawan berjuluk Clurit Emas dari Sumenep, Carok merupakan satu pembauran dari budaya yang tidak sepenuhnya asli dari Madura. Carok merupakan putusan akhir atau penyelesaian akhir sebuah permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik atau musyawarah dimana didalamnya terkandung makna mempertahankan harga diri.
Carok juga selalu identik dengan pembunuhan 7 turunan atas nama kehormatan. Tembeng Pote Matah, Angoan Pote Tolang (dari pada putih mata lebih baik putih tulang=dari pada menanggung malu, lebih baik mati atau membunuh). Dendam yang mengatasnamakan Carok ini bisa terus berlanjut hingga anak cucunya. Ibarat hutang darah harus dibayar darah.
Carok juga dilakukan demi mempertahankan harga diri. Misalnya istri diambil orang, maka carok merupakan putusan atau penyelesaian akhir yang akan dilakukan. Mereka akan saling membunuh satu dengan yang lain. Dan uniknya, bagi keluarga yang mengambil istri orang, maka jika dia terbunuh, tak satupun keluarga korban akan menuntut balas pembunuhan tersebut karena mereka memandang malu jika keluarganya sampai mengambil istri orang. Namun sebaliknya, apabila yang terbunuh adalah pihak yang punya istri, maka yang terjadi akan muncul dendam 7 turunan.
Pelaku Carok merupakan pelaku pembunuhan yang jantan atau sportif. Jika mereka telah membunuh, maka ia akan datang ke kantor polisi dan melaporkan dirinya bahwa ia telah membunuh orang. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pembunuh kepada masyarakat sekaligus sebagai bentuk memohon perlindungan hukum. Meski beberapa kasus juga kerap terjadi, mereka menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh lawannya, atau bias pula pelaku yang membunuh namun yang masuk penjara adalah orang lain, istilahnya membeli hukuman. Tentunya hal yang terakhir ini harus ada kompensasinya, yakni si pelaku harus memeberikan semua biaya hidup pada keluarga orang yang telah bersedia masuk penjara atas namanya.
Carok juga selalu identik dengan senjata Clurit. Sebuah senjata yang pada awalnya merupakan senjata untuk menyabit rumput. Madura tidak mengenal senjata tersebut. Sejak masa Raden Segoro hingga Banyak Wide (1269), pangeran Joko Tole (1415) hingga ke masa Cakra Ningrat atau kyai Pragolbo (1531) senjata Clurit masih belum ada. Mereka hanya mengenal senjata tombak, pedang, keris dan panah sebagaimana umumnya prajurit-prajurit kerajaan. Hingga permulaan berdirinya Majapahit yang didukung oleh kerajaan Sumenep, maupun sebelumnya pada masa Tumapel hingga Singasari yang jatuh oleh kerajaan Gelang-Gelang Kediri yang dibantu pasukan Madura, senjata Clurit masih belum ada. Bahkan pada masa penyerbuan ke Batavia oleh Fatahillah yang dibantu pasukan Madura, juga mereka masih bersenjatakan Keris atau yang lainnya (bukan Clurit). Bahkan pada peristiwa Branjang Kawat dan Jurang Penatas, sama sekali tak ada senjata clurit disebut-sebut.
Menurut R.Abdul Hamid, salah seorang keturunan dari Cakraningrat menerangkan, bahwasannya budaya carok merupakan pengejawantahan yang dilakukan oleh masyarakat madura yang dulunya masih banyak yang memiliki pendidikan rendah. namun seiring perkembangan jaman, dimana banyak guru2 impres yang datang ke madura, Carok pun mulai berkurang.
Hanya Calok yang disebutkan dalam babat Songenep. Calok sendiri merupakan senjata Kek Lesap (1749) yang memberontak dan hampir menguasai semua dataran Madura. Senjata Calok juka pernah dipakai balatentara Ayothaya Siam dalam perang melawan kerajaan lain. Pada masa itu yang popular berbentuk Calok Selaben dan Lancor. Konon senjata Calok dibawa prajurit Madura ke Siam sebagai bagian dari bala bantuan kerajaan Madura dalam pengamanan di tanah Siam.
Menurut Budayawan Celurit Emas D.Zawawi Imron, senjata Clurit memiliki filosophy yang cukup dalam. Dari bentuknya yang mirip tanda Tanya, bisa dimaknai sebagai satu bentuk kepribadian masyarakat Madura yang selalu ingin tahu.
Lantas bagaimana kisah sebenarnya?. Sejak kapan istilah Carok dan Clurit ini dikenal? Hingga sekarang ini masih belum ada sebuah penelitian yang menjurus pada kalimat yang berbau sangar ini. Yang pasti, kalimat ini pertama kali dikenalkan pada masa pak Sakerah seorang mandor tebu di bangil-pasuruan yang menentang ketidak adilan colonial Belanda. Dengan senjata Clurit yang merupakan symbol perlawanan rakyat jelata pada abat 18. Kompeni yang merasa jengkel dengan perlawanan Pak sakerah kemudian menyewa centeng-centeng kaum Blater Madura untuk menghadapi Pak. Sakerah. Namuni, tak satupun dari kaum blater tersebut menang dari pak Sakerah. Yang jadi pertanyaan, benarkah pak sakerah sangat pandai bermain jurus-jurus clurit?..tak ada satu sumberpun yang bias menjawab pasti.
Sejak saat itu, perlawanan rakyat jelata dengan Clurit mulai dikenal dan popular. Namun demikian, senjata Clurit masih belum memiliki disain yang memadai sebagai alat pembunuh. Rakyat Pasuruan dan Bangil ketika itu hanya memiliki senjata yang setiap harinya dugunakan untuk menyabit rumput itu. Sehingga kepopuleran Clurit sebagai senjata perang rakyat jelata makin tersebar. Karena itulah Propaganda Belanda untuk menyudutkan pak Sakerah cukup berhasil dengan menggunakan dua istilah yakni Carok dan Clurit.
Carok / Clurit Bentuk Perlawanan Rakyat Jelata
Carok berasal dari bahasa Kawi Kuno yang berarti Perkelahian. Secara harfiah bahasa Madura, Carok bisa diartikan Ecacca erok-orok (dibantai/mutilasi ?). Menurut D.Zawawi Imron seorang budayawan berjuluk Clurit Emas dari Sumenep, Carok merupakan satu pembauran dari budaya yang tidak sepenuhnya asli dari Madura. Carok merupakan putusan akhir atau penyelesaian akhir sebuah permasalahan yang tidak bisa diselesaikan secara baik-baik atau musyawarah dimana didalamnya terkandung makna mempertahankan harga diri.
Carok juga selalu identik dengan pembunuhan 7 turunan atas nama kehormatan. Tembeng Pote Matah, Angoan Pote Tolang (dari pada putih mata lebih baik putih tulang=dari pada menanggung malu, lebih baik mati atau membunuh). Dendam yang mengatasnamakan Carok ini bisa terus berlanjut hingga anak cucunya. Ibarat hutang darah harus dibayar darah.
Carok juga dilakukan demi mempertahankan harga diri. Misalnya istri diambil orang, maka carok merupakan putusan atau penyelesaian akhir yang akan dilakukan. Mereka akan saling membunuh satu dengan yang lain. Dan uniknya, bagi keluarga yang mengambil istri orang, maka jika dia terbunuh, tak satupun keluarga korban akan menuntut balas pembunuhan tersebut karena mereka memandang malu jika keluarganya sampai mengambil istri orang. Namun sebaliknya, apabila yang terbunuh adalah pihak yang punya istri, maka yang terjadi akan muncul dendam 7 turunan.
Pelaku Carok merupakan pelaku pembunuhan yang jantan atau sportif. Jika mereka telah membunuh, maka ia akan datang ke kantor polisi dan melaporkan dirinya bahwa ia telah membunuh orang. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab pembunuh kepada masyarakat sekaligus sebagai bentuk memohon perlindungan hukum. Meski beberapa kasus juga kerap terjadi, mereka menyewa pembunuh bayaran untuk membunuh lawannya, atau bias pula pelaku yang membunuh namun yang masuk penjara adalah orang lain, istilahnya membeli hukuman. Tentunya hal yang terakhir ini harus ada kompensasinya, yakni si pelaku harus memeberikan semua biaya hidup pada keluarga orang yang telah bersedia masuk penjara atas namanya.
Carok juga selalu identik dengan senjata Clurit. Sebuah senjata yang pada awalnya merupakan senjata untuk menyabit rumput. Madura tidak mengenal senjata tersebut. Sejak masa Raden Segoro hingga Banyak Wide (1269), pangeran Joko Tole (1415) hingga ke masa Cakra Ningrat atau kyai Pragolbo (1531) senjata Clurit masih belum ada. Mereka hanya mengenal senjata tombak, pedang, keris dan panah sebagaimana umumnya prajurit-prajurit kerajaan. Hingga permulaan berdirinya Majapahit yang didukung oleh kerajaan Sumenep, maupun sebelumnya pada masa Tumapel hingga Singasari yang jatuh oleh kerajaan Gelang-Gelang Kediri yang dibantu pasukan Madura, senjata Clurit masih belum ada. Bahkan pada masa penyerbuan ke Batavia oleh Fatahillah yang dibantu pasukan Madura, juga mereka masih bersenjatakan Keris atau yang lainnya (bukan Clurit). Bahkan pada peristiwa Branjang Kawat dan Jurang Penatas, sama sekali tak ada senjata clurit disebut-sebut.
Menurut R.Abdul Hamid, salah seorang keturunan dari Cakraningrat menerangkan, bahwasannya budaya carok merupakan pengejawantahan yang dilakukan oleh masyarakat madura yang dulunya masih banyak yang memiliki pendidikan rendah. namun seiring perkembangan jaman, dimana banyak guru2 impres yang datang ke madura, Carok pun mulai berkurang.
Hanya Calok yang disebutkan dalam babat Songenep. Calok sendiri merupakan senjata Kek Lesap (1749) yang memberontak dan hampir menguasai semua dataran Madura. Senjata Calok juka pernah dipakai balatentara Ayothaya Siam dalam perang melawan kerajaan lain. Pada masa itu yang popular berbentuk Calok Selaben dan Lancor. Konon senjata Calok dibawa prajurit Madura ke Siam sebagai bagian dari bala bantuan kerajaan Madura dalam pengamanan di tanah Siam.
Menurut Budayawan Celurit Emas D.Zawawi Imron, senjata Clurit memiliki filosophy yang cukup dalam. Dari bentuknya yang mirip tanda Tanya, bisa dimaknai sebagai satu bentuk kepribadian masyarakat Madura yang selalu ingin tahu.
Lantas bagaimana kisah sebenarnya?. Sejak kapan istilah Carok dan Clurit ini dikenal? Hingga sekarang ini masih belum ada sebuah penelitian yang menjurus pada kalimat yang berbau sangar ini. Yang pasti, kalimat ini pertama kali dikenalkan pada masa pak Sakerah seorang mandor tebu di bangil-pasuruan yang menentang ketidak adilan colonial Belanda. Dengan senjata Clurit yang merupakan symbol perlawanan rakyat jelata pada abat 18. Kompeni yang merasa jengkel dengan perlawanan Pak sakerah kemudian menyewa centeng-centeng kaum Blater Madura untuk menghadapi Pak. Sakerah. Namuni, tak satupun dari kaum blater tersebut menang dari pak Sakerah. Yang jadi pertanyaan, benarkah pak sakerah sangat pandai bermain jurus-jurus clurit?..tak ada satu sumberpun yang bias menjawab pasti.
Sejak saat itu, perlawanan rakyat jelata dengan Clurit mulai dikenal dan popular. Namun demikian, senjata Clurit masih belum memiliki disain yang memadai sebagai alat pembunuh. Rakyat Pasuruan dan Bangil ketika itu hanya memiliki senjata yang setiap harinya dugunakan untuk menyabit rumput itu. Sehingga kepopuleran Clurit sebagai senjata perang rakyat jelata makin tersebar. Karena itulah Propaganda Belanda untuk menyudutkan pak Sakerah cukup berhasil dengan menggunakan dua istilah yakni Carok dan Clurit.
0
28.9K
Kutip
345
Balasan
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
925.1KThread•91KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya