- Beranda
- The Lounge
Ada Monorel, Warga Harus Rajin Jalan Kaki
...
TS
h2rm0n1
Ada Monorel, Warga Harus Rajin Jalan Kaki
Quote:
Rencana melanjutkan dan menyelesaikan pembangunan monorel oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama pemerintah pusat terus mengemuka. Tak hanya untuk mengurai kepadatan lalu lintas dan menarik masyarakat untuk menggunakan angkutan umum, pengoperasian monorel juga harus membangun budaya jalan kaki masyarakat, khususnya warga DKI Jakarta.
Direktur Institut Studi Transportasi Darmaningtyas mengatakan, monorel bukanlah angkutan umum seperti bus kota ataupun taksi yang mengantar penumpangnya sampai ke tempat tujuan. Untuk itu, popularitas monorel kelak akan berbanding lurus dengan kesadaran dan kegemaran masyarakat berjalan kaki.
"Harus sebanding dengan kesadaran berjalan kaki karena kultur jalan itu yang kita belum punya. Rata-rata masyarakat ingin menggunakan angkutan yang bisa mengantar point to point," kata Darmaningtyas saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/10/2012).
Di luar itu, monorel harus menjamin fasilitas di dalamnya aman dan nyaman untuk menyedot perhatian masyarakat dan kemudian jatuh hati untuk menggunakannya. Akan tetapi, hal penting lainnya adalah tarif yang ditentukan di monorel harus sesuai dengan kemampuan masyarakat dan merujuk kajian riil yang dilakukan secara mendalam.
"Kalau mahal, atau selisihnya hanya sedikit dibanding ongkos taksi misalnya, saya rasa masyarakat lebih memilih taksi karena bisa mengantar point to point," ujarnya.
Untuk diketahui, dalam masterplan monorel akan memiliki tiga jalur. Jalur pertama melintas dari Cawang, Semanggi, Grogol, Harmoni, Monas, dan Senen, sedangkan jalur kedua melintasi Tanah Abang, Bundaran Hotel Indonesia, Dukuh Atas, Kuningan, Semanggi, SCBD, Senayan, dan Stasiun Palmerah. Jalur ketiga adalah Cawang, Jalan Oto Iskandar Dinata (Otista), Senen, Mangga Dua, dan Ancol.
Proyek monorel di Jakarta pertama kali dimulai pada 2004. Akan tetapi, karena permasalahan dana akhirnya pembangunan itu tersendat dan berhenti di tahun 2007. Ditambah lagi proses pembebasan lahan juga tersendat karena tiadanya kesiapan dana dari pemerintah DKI.
Tahun ini, proyek tersebut kembali mengemuka, khususnya di masa peralihan Gubernur DKI dari Fauzi Bowo ke Joko Widodo (Jokowi). Dana diperoleh berdasarkan gabungan konsorsium. Tim konsorsium siap menutupi 30 persen anggaran yang diperlukan, sementara sisanya diperoleh dari pinjaman bank.
Dana untuk mengembalikan ke bank ini nantinya digalang berdasarkan tarif yang dibebankan kepada masyarakat. Penentuan tarif ditentukan kemudian merujuk pada kemampuan pasar setelah dilakukan pengkajian.
Gubernur DKI yang baru, Jokowi, mengaku memprioritaskan penyelesaian monorel, tetapi eksekusinya masih menunggu perincian dana yang diperlukan dan merujuk pada hasil presentasi monorel.
Direktur Institut Studi Transportasi Darmaningtyas mengatakan, monorel bukanlah angkutan umum seperti bus kota ataupun taksi yang mengantar penumpangnya sampai ke tempat tujuan. Untuk itu, popularitas monorel kelak akan berbanding lurus dengan kesadaran dan kegemaran masyarakat berjalan kaki.
"Harus sebanding dengan kesadaran berjalan kaki karena kultur jalan itu yang kita belum punya. Rata-rata masyarakat ingin menggunakan angkutan yang bisa mengantar point to point," kata Darmaningtyas saat dihubungi Kompas.com, Senin (22/10/2012).
Di luar itu, monorel harus menjamin fasilitas di dalamnya aman dan nyaman untuk menyedot perhatian masyarakat dan kemudian jatuh hati untuk menggunakannya. Akan tetapi, hal penting lainnya adalah tarif yang ditentukan di monorel harus sesuai dengan kemampuan masyarakat dan merujuk kajian riil yang dilakukan secara mendalam.
"Kalau mahal, atau selisihnya hanya sedikit dibanding ongkos taksi misalnya, saya rasa masyarakat lebih memilih taksi karena bisa mengantar point to point," ujarnya.
Untuk diketahui, dalam masterplan monorel akan memiliki tiga jalur. Jalur pertama melintas dari Cawang, Semanggi, Grogol, Harmoni, Monas, dan Senen, sedangkan jalur kedua melintasi Tanah Abang, Bundaran Hotel Indonesia, Dukuh Atas, Kuningan, Semanggi, SCBD, Senayan, dan Stasiun Palmerah. Jalur ketiga adalah Cawang, Jalan Oto Iskandar Dinata (Otista), Senen, Mangga Dua, dan Ancol.
Proyek monorel di Jakarta pertama kali dimulai pada 2004. Akan tetapi, karena permasalahan dana akhirnya pembangunan itu tersendat dan berhenti di tahun 2007. Ditambah lagi proses pembebasan lahan juga tersendat karena tiadanya kesiapan dana dari pemerintah DKI.
Tahun ini, proyek tersebut kembali mengemuka, khususnya di masa peralihan Gubernur DKI dari Fauzi Bowo ke Joko Widodo (Jokowi). Dana diperoleh berdasarkan gabungan konsorsium. Tim konsorsium siap menutupi 30 persen anggaran yang diperlukan, sementara sisanya diperoleh dari pinjaman bank.
Dana untuk mengembalikan ke bank ini nantinya digalang berdasarkan tarif yang dibebankan kepada masyarakat. Penentuan tarif ditentukan kemudian merujuk pada kemampuan pasar setelah dilakukan pengkajian.
Gubernur DKI yang baru, Jokowi, mengaku memprioritaskan penyelesaian monorel, tetapi eksekusinya masih menunggu perincian dana yang diperlukan dan merujuk pada hasil presentasi monorel.
0
3.2K
Kutip
43
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
923.2KThread•83.6KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru