Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

LOMOMODGWNUBIINAvatar border
TS
LOMOMODGWNUBIIN
[KORUPSI] Tentang Foke Berani Putus Kontrak


JAKARTA-Niat Dirut PAM Jaya Mauritz Napitupulu untuk merevisi kontrak kerja dengan dua operator swasta terhenti di tengah jalan. Dia harus meletakkan jabatannya karena dipecat secara mendadak oleh Gubernur Fauzi Bowo. Kabarnya, protes dari ’investor kuat’ atas rencana Mauritz tersebut membuat Foke turun tangan untuk menghentikan gerak Mauritz. Pencopotan Maurizt Napitupulu dari jabatan Dirut PDAM Jaya memang terkesan mendadak.

Apalagi, kata Mauritz saat itu, rebaising kontrak semakin sulit karena ada dugaan intervensi dari Perdana Menteri Perancis yang bertemu dengan Presiden SBY. Disebutkan, kedatangan perdana mentri tersebut merupakan salah satu upaya mendukung keberadaan PT Suez sebagai salah satu pemilik saham di Palyja. Diduga, Foke tidak suka dengan keberanian Mauritz mengungkap hal tersebut kepada publik. Akhirnya dia dicopot mendadak memakai nama sekda.

Putus Kontrak

Di sisi lain, pemerhati lingkungan hidup asal Universitas Trisakti Nirwono Yoga menegaskan, pengelolaan air harus diambilalih oleh Pemprov DKI dari tangan operator swasta. Bila harus membayar sebesar Rp 3 triliun sebagai ganti rugi pemutusan kontrak, kata dia, bukan sesuatu yang berat. Sebab Pemprov DKI harus menanggung sebesar Rp 18 triliun pada saat kontrak berakhir, yakni tahun 2022.

"Kita pernah menggugat soal penunjukan langsung itu di bursa efek Eropa (Palyja merupakan perusahaan asing Prancis)," tuturnya. Poltak mengklaim Palyja adalah mafia proyek. "Air merupakan kebutuhan yang substansial, tak tergantikan, bahan pokok pembuatan apa saja, meski Anda memproduksi minuman kaleng bersoda pasti butuh air," kata Poltak. Olehkarenanya, bisnis air sangat seksi sehingga memungkinkan ada permainan di dalamnya. "Termasuk isu soal kebocoran air, yang akhirnya merugi dan dibebankan ke pelanggan," ujarnya. Saat Palyja masuk ke Indonesia, kata Poltak, mereka tidak membawa modal sepeserpun. "Bahkan satu rupiahpun, mereka dapat memproduksi dari hulu ke hilir karena ada penyerahan modal dari PAM Jaya," katanya.

Poltak menyebutkan dalam perjanjian kerjasama jika ada kebocoran air yang menyebabkan kerugian dibebankan kepada pelanggan. "Kebocoran air yang tidak pernah terbukti ada tetapi dilegalkan seolah-olah ada, uang bermain di sana setiap tahun," tukasnya. Palyja mengklaim kebocoran air pertahun mencapai 270 juta meterkubik. Itu dinilai Poltak tidak mungkin terjadi sebanyak itu karena melihat produksi air yang dihasilkan 18 ribu liter pertdetik setara dengan 570 juta meterkubik pertahun. Sementara, luas Indonesia sekitar 680 kilometerpersegi sehingga jika bocor 270 juta meterkubik akan menggenangi kawasan setinggi 26 centimeter air. "Itu kan gak mungkin, mana airnya? mana bukti bocornya?" tuturnya.

Perjanjian itu sampai sekarang tidak pernah bisa dibuktikan kebenarannya. Akibat dari skenario kebocoran pipa tersebut, tarif air yang seharusnya Rp 2700 permeterkubik menjadi Rp 5700 permeterkubik."Itu kan tidak adil," kata Poltak. Seharusnya kalau mau adil, kata Poltak, Gubernur harus menekan Palyja agar membeberkan perhitungan antara biaya produksi dengan kerugian serta pembuktian kebocoran air yang dimaksud. Poltak menambahkan jika Dirut PAM Jaya yang baru ini tetap melanjutkan kontrak tanpa harus ada yang direvisi dengan Palyja, tamat sudah air di Jakarta.

http://www.indopos.co.id/index.php/b...s-kontrak.html


Quote:
0
2.7K
33
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.4KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.