Terlalu sering saya mendengar keluhan complain mengenai hubungan kerja dengan atasan atau klien yang menyebalkan dalam surel, pesan Facebook, dan Twitter. Siapapun yang menghabiskan waktu sebagai pekerja dalam sebuah perusahaan atau sebagai orang bayaran yang menjual jasa bagi organisasi bisa jadi pernah merasakan situasi serupa. Saya juga tidak asing dengan situasi tidak mengenakan ini walaupun tidak pernah saya biarkan berlangsung panjang. Interaksi dengan atasan atau klien tidak mungkin tidak pasti memegang peranan penting dalam pekerjaan, karier dan kehidupan seseorang. Perilaku bos (dan perilaku kita sendiri) akan secara dramatis mempengaruhi bagaimana hari-hari, jam-jam, dan menit-menit berlalu saat bekerja. Hal yang sama berlaku dalam hubungan dengan klien walaupun dampaknya mungkin tidak seekstrem apabila dibandingkan dengan atasan. Tidak sekedar menyita waktu, tetapi juga menyita sebagian besar energi dan perhatian. Nggak percaya? Coba perhatikan hal2 yang paling banyak dibicarakan saat waktu luang atau saat berakhir pekan.

To be treated badly is always bad. But the word part is loosing the time & energy to learn. Apa enaknya senantiasa dipersalahkan atas segala apapun yang terjadi? Apa gunanya berupaya bila apapun yang dikerjakan tidak pernah cukup atau tidak pernah benar? Punya atasan egois atau klien yang tidak pedulian hampir selalu berujung kekisruhan komunikasi, kekacauan koordinasi, bahkan frustasi. Namun, hal yang lebih buruk adalah hilangnya waktu, kesempatan dan energi untuk belajar, berkarya dan berkontribusi.

Outstanding result require commitment, hard work & respect from & to everyone. Organisasi terbaik diawali dari kesepakatan dan kesepahaman para anggotanya untuk secara sadar berperilaku terbaik guna mencapai hasil yang terbaik pula. Ini mulai berlaku dari CEO hingga office boy dan berlaku konteks pekerjaan sampai urusan pribadi. Bagaimana dengan anda dan organisasi tempar anda bekerja?

You lived by sword-you die by sword. Pilihan bekerja dengan siapapun sepenuhnya hak masing-masing individu. Hal yang sama juga berlaku dengan pilihan untuk TIDAK bekerja dengan siapapun yang dianggap tidak layak untuk dihormati. Batas toleransi setiap orang berbeda demikian pula batas kewajaran berperilaku. Sebelum menempatkan standar apapun terhadap orang lain, pastikan diri sendiri sudah memiliki standar tersebut.

If you can't change the solution, just change the problem. Mengharapkan seseorang (baca: si bos atau klien) untuk berubah sesuai dengan keinginan kita sama jasa dengan meletakan keputusan hidup pada orang lain. Why bother? Segenap waktu ,perhatian dan energy yang dikeluarkan untuk menghadapi bos konyol bisa diarahkan untuk hal-hal yang lebih positip, bermanfaat dan asyik. Why worry?

Sebelum dapat menghormati orang lain, Anda, saya, dan kita harus bisa terlebih dulu menghormati diri kita sendiri. Anjuran untuk tidak bekerja dengan atasan atau pihak lain yang tidak layak dihormati didasarkan pada prinsip ini. You have the freedom to choose a life that matters for you.The first step is to know what matters for you and to make your choices accordingly. Fides quaerens intellectum.

Rene Suhardono – CareerCoach
Penulis buku : “Your Job is NOT Your Career”