Dahlan Iskan beraksi di pintu tol dikagumi. Dahlan Iskan jualan E-card dibilang hebat. Dahlan Iskan naik ojek diacungi jempol. Dahlan Iskan membuka akun twitter dibilang salut. Apanya yang istimewa, ya?

Jalan tol itu urusan Jasa Marga, terdapat di Seluruh Indonesia, bukan di Jakarta saja, dan ada direksinya. Jika Dahlan Iskan merasa ada yang tak beres dengan perusahaan itu, ia bisa menindak Dirut-nya, bukan memarahi pegawainya. Begitu pula dengan E-card, salah satu produk bisnis Bank Mandiri, tak ada kewajiban Dahlan Iskan menggandeng artis-artis mempromosikan dagangan itu. Naik ojek pun tak ada korelasinya dengan kinerja BUMN. Sedangkan akun twitter dengan 30 ribuan member itu bisa menyita waktu seharian. Menjawab 100 tanggapan saja di Kompasiana sudah melelahkan, apalagi puluhan ribu!

Jika Dahlan Iskan punya kemampuan unggul sebagaimana digembar-gemborkan, mestinya reputasi itu muncul dari prestasinya membina BUMN, bukan dari olah pencitraan. Sesuai Perpres No. 9 th 2005, tugas Meneg BUMN itu adalah membantu Presiden merumuskan kebijakan dan kordinasi di bidang pembinaan BUMN. Sedangkan BUMN itu banyak sekali. Padat modal, padat karya, mengelola kekayaan negara, dan sangat menentukan bagi kesejahteraan seluruh Rakyat Indonesia. Karena beratnya pekerjaan itulah, maka seorang Meneg BUMN dilengkapi dengan begitu banyak fasilitas berikut gaji bersih siap masuk karung sebesar Rp. 250.000.000.-/bulan.

Itu bukan gaji yang kecil. Karena seluruh kebutuhan hidupnya yang rutin meliputi biaya rumah tangga, kesehatan, sandang-pangan, gaji supir, pengawalan, menjamu tamu, semua ditanggung negara. Gaji seperempat milyar itu hanya dikeluarkan untuk membeli makanan burung dan keperluan tetek-bengek lainnya. Dalam arti kata, setiap awal bulan Pak Dahlan Iskan mampu membeli satu unit rumah BTN tipe 90, bayar kes!

Terdapat 141 perusahaan besar di bawah kordinasi Meneg BUMN.

Perusahan itu tersebar di berbagai bidang usaha, sbb: Aneka Industri (7 perusahaan), Asuransi (10 perusahaan ), Energi (5 perusahaan ), Industri Strategis (12 perusahaan), Kawasan Industri dan Perumahan (6 perusahaan ), Kehutanan (6 perusahaan ), Konstruksi (14 perusahaan ), Logistik dan Jasa Sertifikasi (11 perusahaan ), Pembiayaan (7 perusahaan ), Penunjang Pertanian (5 perusahaan ), Perbankan (5 perusahaan ), Percetakan dan Penerbitan (6 perusahaan ), Perikanan (2 perusahaan ), Perkebunan (15 perusahaan ), Pertambangan (5 perusahaan ), Prasarana Angkutan (8 perusahaan ), Sarana Angkutan dan Pariwisata (12 perusahaan ), Telekomunikasi (5 perusahaan).

Andaikan Dahlan Iskan mengunjungi perusahaan-perusahaan itu sekali saja selama masa jabatannya, lalu mempelajari persoalannya dan mengupayakan sinerji di antaranya, maka manfaatnya akan langsung terlihat. Tapi jika itu dilakukannya, pastilah tak ada waktunya untuk mengurusi pintu tol, mempromosikan e-card, naik-naik ojek dan memelototi internet.

Masalahnya ada di antara perusahaan itu yang beroperasi dengan baik, namun ada yang cuma menjadi parasit bagi perekonomian negara. Pertamina sekarang ini jadi sorotan akibat minimnya eksplorasi, berakibat negara ini terpaksa mengimport BBM besar-besaran. PLN senantiasa mengaku rugi, padahal tak ada warga masyarakat yang berani menunggak rekening listrik akibat ancaman pemutusan sambungan. Kimia Farma tak jelas peranannya menahan mahalnya harga obat-obatan. Perhutani dan Inhutani telah menjadi pagar makan tanaman yang mempercepat rusaknya Hutan Indonesia. PT Garam bangkrut, pabrik gula gulung tikar, penyelundupan merajalela. Tambang Batubara Bukit Asam telah menghancurkan infrastruktur jalan di Sumatera, tapi hasilnya minim untuk negara. PT KAI, PT Pos, PT Pelni, PT Pusri, PT IPTN, Kertas Leces, Hutama Karya, Balai Pustaka ….

Mungkin memang politik pencitraan lagi jaman sekarang ini...