:
Quote:
China diprediksi jadi kekuatan dominan di dunia pada periode 2030 hingga 2050. Bersama Negeri Tirai Bambu itu, muncul nama India yang kini juga mulai menunjukkan geliat perekonomian makro yang amat positif. Indonesia diramalkan menjadi negara yang akan mengikuti jejak keduanya.
Prediksi itu muncul pada laporan khusus Majalah Time edisi 23 April 2012 yang didasarkan pada laporan Ruchir Sharma selaku kepala divisi riset Morgan Stanley. Namun, dalam waktu yang tidak terlalu lama, dua negara itu pun bakal mengalami perlambatan ekonomi yang membuka peluang Indonesia buat mengejar. Syaratnya, negara ini harus belajar dari masalah yang sedang dialami dua negara anggota BRICS itu.
China baru saja mengumumkan penurunan target pertumbuhan ekonomi makro. Perdana Menteri China Wen Jiabao bulan lalu mengumumkan angka 7,5 persen di hadapan Kongres Nasional Partai Komunis, turun dari tahun sebelumnya 8 persen.
Hal ini dinilai wajar oleh Sharma. "Orang selalu mengira China saat ini menguasai ekonomi dunia, jangan lupa, negara itu terlalu luas wilayahnhya dan belum tentu ledakan pekerja generasi muda akan terus terjadi di masa mendatang," ujar Sharma mengulas penyebab turunnya laju ekonomi Negeri Panda itu.
Indonesia juga perlu hati-hati. Karena turunnya pertumbuhan ekonomi China berarti badai besar di sektor-sektor yang mendapat investasi dari negara itu.
India juga mengalami gangguan serupa meski negara itu tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dunia baru. Maraknya ekonomi berbasis nepotisme dan insfrastruktur yang tidak merata menyebabkan negara itu akan tumbuh lebih lambat dari bayangan pengamat.
Berkaca dari masalah China dan India, Indonesia berpeluang mewujudkan ramalan Sharma yang menilai negara ini berpotensi menjadi raksasa ekonomi baru, bersama Turki dan Filipina.
Tahun ini, apabila tidak ada situasi yang memicu sentimen negatif, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi akan stabil pada angka 6,7 persen.
Hal ini tidak terjadi di beberapa negara yang selama ini disebut anggota BRICS. Brasil menyatakan tahun ini hanya mematok pertumbuhan ekonomi makro sebesar 2,5 persen.
Afrika Selatan dinilai tidak akan bertahan lama sebelum dominasi kulit putih masih jadi penggerak utama perekonomian negara itu. Sementara Rusia yang amat tergantung pada sektor migas masih terlalu rapuh karena laju ekonomi mereka tergantung pada disiplin anggaran pemerintah yang berkuasa