polisi lalulintas, melayani masyarakat? benarkah? lantas kenapa keberadaannya lebih banyak membuat dongkol masyarakat pengguna jalan? di jalanan yang biasanya lancar mendadak macet, kadang apa yang terpikirkan? ya pasti ada polisi di depan. dan ternyata benar. bukankah dengan adanya polisi jalanan lebih lancar? namun kenapa sebaliknya? jalan ini di tutup, di suruh putar balik dan bisa memakan waktu lebih lama. apa kata mereka? agar tak terjadi kemacetan dan kepadatan. namun atas dasar apa mereka berpikir? bukankah sekolah polisi gak perlu jdi s1 atau s2 bahkan s3? lantas mengapa kita begitu percayanya dengan seorang yang belum tentu lebih pintar dari kita?

kalau kita liat, pekerjaan polisi lalulintas tidaklah perlu menjadi orang yang pintar, seorang lulus smp mungkin bisa menjalankan tugas polisi tersebut. cukup di ajarkan ilmunya, “priiit…priiit..” just it.

liatlah saat dilakukannya razia. kadang seorang yang tak bersalah sekalipun di cari2 kesalahannya kalau itu polisi lagi butuh. ya prosesnya braneka ragam. mau di sidang atau selesaikan di tempat? ya selesaikan di tempat kadang penuh tawar menawar.tarifnya pun kadang berbeda beda di setiap polisi yang bertugas.bisa 60 ribu atau kalo kita jago nawarnya bisa 20 ribu saja. lantas apa kah hukum yang mendasari lalulintas di indonesia memang begitu? saya tidak begitu mengerti tentang hukum. tapi yang saya liat itu tidak jauh beda dengan proses pemalakan yang dilakukan preman2. namun kali ini yg bertugas berseragam lengkap. dan kadang coba kita terpikirkan, seorang yang tak bersalah kemudian di stop oleh polisi. apa yang dilakukan? cek stnk n sim. ya setidaknya itu sudah memperlama waktu seseorang tersebut untuh mencapai tempat tujuan mereka. lantas itu melayani atau menyusahkan?

dan satu lagi, hanya untuk mengawal seorang berduit, pejabat atau apa lah, mereka lantas dengan seenaknya seperti jalan punya mereka memblok atau menyuruh minggir pengendara lain. bahkan tak khayalnya membuat macet. bukannya kita di jalan mempunyai hak yang sama? ya memang mereka di bayar untuk melakukan itu. dengan serine yang kencang seakan gak boleh ada yang menghalangi di depan. bukankah kita juga mempunyai kepentingan? bukan seorang pejabat yang mereka kawal saja yang berkepentingan.

ya prilaku polisi lalulintas kadang membuat kita jengkel. bukannya melayani tapi kadang menyusahkan bahkan merugikan. mungkin ada yang bilang tidak semua polisi seperti itu. hanya beberapa. tapi mengapa pandangan orang tentang itu hampir semua sama? lantas kenapa sempat di bikin iklan di tv bahwa polisi lebih baik? berarti dulunya gak baik kan berarti?itu hanya anda yang menilai

Tapi kita tetap salut terhadap polisi yang benar2 menjalankan tugas mereka untuk melayani masyarakat. tak dapat kita pungkiri peran polisi kadang juga penting. bayangkan kalau tak ada polisi lalulintas, pasti kejahatan di jalanan akan lebih marak. patut kita ucapkan terimakasih juga bagi polisi yang benar, yang tak suka morotin pengguna jalan saat bertugas. dan bukan duduk2 minum kopi dan ngerokok di pos mereka.

dan ini hanyalah sebuah opini saya, yang mungkin tidak sedikit merasakan hal yang sama. segala penilaiannya di kembalikan bagi anda yang membaca.

Sejumlah titik persimpangan jalan di Jakarta Utara kini telah dikuasai Pak Ogah. Mereka tidak hanya membuat jalanan menjadi macet, tapi juga meresahkan pengguna jalan dengan meminta uang secara paksa. Dari hasil kenekatannya mencari uang tak kurang Rp 200 ribu berhasil mereka kumpulkan dalam sehari. Warga yang merasa resah berharap mereka segera ditertibkan dan meminta petugas mengambil alih pengaturan lalu lintas yang selama ini diatur oleh Pak Ogah tersebut.

Pantauan beritajakarta.com, puluhan Pak Ogah banyak ditemukan di Jl Raya Plumpang-Semper, Jl Raya Cakung-Cilincing, Jl Raya Tugu, Jl Raya Kramat Jaya (Jl Dukuh), Jl Jampea, Jl RE Martadinata, Jl Lodan, Jl Arteri Marunda, Jl Raya Cilincing, Jl Teluk Gong dan depan gedung VOC, Penjaringan.

Hermawan (40), warga Rorotan Cilincing, Jakarta Utara, mengatakan keberadaan Pak Ogah di sejumlah jalan sangat mengganggu arus lalu lintas sehingga jalan menjadi macet. "Mereka cuma mau mengatur kalau pengemudi memberi uang, bahkan kalau akses jalan lagi macet mereka cari kesempatan mencari uang dengan paksa," keluhnya, Selasa (5/7).

Edi, salah seorang Pak Ogah yang biasa mangkal di Jl Plumpang-Semper berdalih menjadi Pak Ogah karena tidak memiliki pekerjaan. Ia mengaku tidak takut ditangkap petugas, karena biasanya sudah ada pengurus yang mengurusi jika tertangkap. Pendapatannya pun cukup lumayan, dalam satu hari ia bersama enam rekannya bisa menghasilkan uang sebesar Rp 200 ribu. Bahkan, jika terjadi kemacetan penghasilan bisa lebih. "Habis mau ke mana lagi bekerja, mendingan jadi Pak Ogah," katanya.

Kasie Pelayanan Rehabilitasi Sosial Sudin Sosial Jakarta Utara, Israk, mengatakan pihaknya akan meluncurkan suatu kegiatan pemantauan serta pengamanan pada titik rawan Pak Ogah dengan menempatkan beberapa orang petugas, guna mendukung program untuk menjaring Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). "Kami akan pantau di beberapa titik rawan tersebut, dan dalam satu hingga dua hari ini akan langsung kita tindaklanjuti. Sebelumnya sudah ada penertiban, tapi di lapangan pas kita datang mereka sudah lari duluan," tandasnya.