Pagi hari. Aku terbangun dengan kepala yang terasa sedikit pening. Mungkin karena aku kurang tidur semalam. Bohong saja kalau kubilang bahwa aku bisa tidur nyenyak semalam. Siapa pun yang berada dalam posisiku saat ini, juga pasti merasakan hal yang sama denganku. Marah, gelisah, sedih, kecewa, s...
"Permisi, Bu, ini barang-barang Pak Raka sudah siap." Kemunculan Mbak Yah, asistenku, menginterupsi sejenak ketegangan yang sedang berlangsung antara aku, Mas Raka, Alia, serta ibu mertua. "Bagus. Taruh saja di depan pintu, Mbak Yah. Biar tinggal di angkut sama yang punya," ja...
"Dasar perempuan sok! Silakan kamu bawa Kayla. Tapi jangan harap, kamu bisa mendapat sepeserpun harta gono-gini, Nirmala!" ancam Mas Raka sambil menunjuk wajahku. Ditunjuk-tunjuk dengan cara tak sopan begitu, tentu saja aku tak terima. Gegas aku bangkit berdiri sambil menatap murka pada...
Aku cukup terkejut saat mengetahui siapa yang menelepon. Ibunya Mas Raka. Dia menghubungiku pasti karena telah mendapat aduan dari Mas Raka, putra kesayangannya. Kuhela napas panjang sejenak, sebelum menjawab panggilan wanita yang sebentar lagi statusnya akan berubah menjadi mantan mertua itu. &q...
Jika menghinaku, terserah. Tapi jika berani membawa-bawa anakku yang tak bersalah, maka kau akan menyesal! Itulah prinsip yang kujunjung tinggi selama ini. Pantang bagiku membiarkan seseorang menyeret-nyeret apalagi bicara buruk tentang keluarga yang tak tahu apa-apa dalam permasalahannya dengank...
Aku dan Mirna berdiri saling berhadapan. Dasar jalang kecil, berani-beraninya ia mencaci maki aku seperti tadi. Bukan Nirmala namanya kalau diam saja saat dihina. Biarpun lawannya seorang bocah kegatalan seperti si Mirna ini. "Dasar pramuria jalang! Kamu bangga, dapat bekas orang, ya? Kamu s...
"Ada apa ini ribut-ribut?" Pria itu mengulang pertanyaannya, namun tak seorang pun berani menjawab. Melihat bagaimana reaksi Mas Raka serta para stafnya, kutebak pria jangkung di depan kami ini bukanlah orang sembarangan. Bisa jadi ia menduduki jabatan penting di perusahaan ini. Tatapan...
"Biadab kalian semua!" teriakku lantang dengan napas menderu demi menyaksikan apa yang terlihat di depan mata. Sepasang manusia laknat itu tampak sangat terkejut hingga Mas Raka refleks mendorong gadis di pangkuannya itu dengan kasar hingga ia terjatuh ke lantai. Mas Raka buru-buru berd...
Aku mengamati sejenak sekelilingku sebelum keluar dari kendaraan. Setelah menarik napas beberapa kali, aku akhirnya keluar dan berjalan menuju pintu masuk utama gedung perkantoran tempat Mas Raka bekerja. Meski kedua tungkaiku terasa lemas, tapi aku berusaha membuat langkahku terlihat tetap tegak...
"Mbak Yah, bapak sudah kasih pakaian kotor sisa perjalanan dinasnya?" tanyaku saat memasuki dapur dan mendapati asistenku itu sedang memasukkan helai demi helai pakaian kotor dalam mesin cuci. "Ini, Bu. Baru saja dianter ke sini," jawab Mbak Yah. Mataku terarah pada tumpukan p...
Kurogohkan tangan ke dalam saku celana Mas Raka dengan jantung berdebar kencang. Terasa olehku sebuah benda berbentuk pipih yang pastinya adalah ponsel Mas Raka. Kutarik cepat benda tersebut, kemudian menjatuhkan celana jeans Mas Raka begitu saja ke atas lantai. Kubawa benda itu duduk di tepian t...
Perlahan aku bangkit, kemudian berjalan menghampiri Mas Raka yang masih terlelap. Berusaha tak menimbulkan suara, aku akhirnya berhasil mencapai tempat tidur. Namun aku kecewa, karena mendapati ponsel Mas Raka ternyata berada dalam saku celana yang tengah dipakainya saat ini. Aku menghela napas s...
Part 7 Pov Dira "Ehem!" Sengaja aku berdehem sedikit keras supaya Mas Angga dan Maya menyadari kehadiranku di sini. Sesuai dugaan, keduanya sama-sama berhenti saling mengoceh. Maya menatap benci ke arahku, begitu pun Mas Angga. Terserahlah. Toh apa perasaan mereka terhadapku pun aku s
Part 6 Pov Dira "Begini saja, Nduk. Kamu tinggal lah dulu di sini selama beberapa hari sambil merenung. Pokoknya, jangan buru-buru memutuskan cerai. Bapak dan ibu ndak setuju." Merasakan suasana menjadi tegang, bapak berinisiatif agar kami semua sedikit mereda. Tapi tetap saja, di kalim
CHAT MESRA DI PONSEL SUAMIKU Part 5 Pov Dira "Ayah jangan keterlaluan begitu sama anak sendiri! Bukan Angga yang nggak mau mempertahankan pernikahannya, tapi Dira yang terlalu angkuh mengakui kelemahannya." Ibu memprotes kata-kata ayah. "Ibu benar, Yah. Jangan begitu terhadap Mas
CHAT MESRA DI PONSEL SUAMIKU Part 4 Pov Dira Di sinilah kami. Duduk berlima di sofa ruang tamu, dengan ayah mertua yang bertindak laksana hakim sedang memimpin sidang. Dengan tak tahu malunya, Maya duduk menempel ketat pada Mas Angga. Seakan ingin menunjukkan padaku betapa ia sangat berharga di