Mungkin saat ini aku terkesan sangat menyebalkan Sedikit-sedikit komplain, apa-apa salah Banyak aturan Cerewet Mungkin hari kau merasa terkekang Merasa tidak bisa menjadi dirimu sendiri Bahkan merasa terintimidasi Hingga mungkin terlintas untuk pergi Kau tau kenapa aku melakukan semua itu? Karena
Siti Hawa pernah mencemburui nabi Adam karena terlambat pulang. Padahal saat itu hanya dialah wanita satu-satunya di muka bumi. Siti Zulaikha pernah mencemburui tanah karena nabi Yusuf selalu menundukkan pandangannya (menatap tanah) Jadi, apa aku mempunyai celah untuk tidak mencemburuimu? Andai b
Aku masih berdiri dibawah langit yang sama Persis dengan udara yang lembab seusai hujan Seperti kemarin Awan mendung masih menggantung diujung daun Rembulan seolah tenggelam direnggut senyumanmu Sekuat apapun aku meronta Takdir selalu saja menemukan ujung dari sesakku Dan menjadi awal dari pemicu...
Hujan menyisakan cerita kemarin Meninggalkan jejak tentang bahasa kehidupan Mengisahkan hikayat tentang keteguhan Lalu rinai-nya mengikis segala hal yg tersisa Juga tentang harap yg baru saja disemai Luluh lantak tergerus angkuh dan keegoisan Masih mungkinkah rindu mengendap dalam gerimisnya?
Aku bukan pesaing hebat Bukan pula petarung tangguh Juga bukan pejuang handal Tapi setidaknya aku pecinta sejatimu
Jika kebahagiaan itu terlalu jauh buatku Maka jangan pernah biarkan kepedihan menyentuhnya Bila lautan luka menggenangi kehidupanku Maka biarkan kebahagiaan membanjiri kehidupannya
Dan, ya kau terlalu serakah dalam menguasai Dalam hatiku, pikirku, sedanku, tawaku, siangku, bahkan malamku Hanya kau yang tercipta Dan, ya aku terlalu serakah dalam mencintaimu Dalam heningku, asaku, silamku, jengahku, bahkan luar nalarku Hanya kau yang ada Kau tahu? Adamu membuatku melupakan gem
Terduduk di bangku api Dilingkari bola salju Masih melepuh Dan mulut-mulut comberan tak lelah mengunyah Gula-gula Sesekali diledakkan petasan Bersembunyi dalam pendar mega-mega Meminjam kulit matahari Berbaju kesumat Haruskah aku melaknat Sesekali menelan permen karet Agar tak tampak dungu Mengenya
Hidup ini bukan melulu tentang pencapaian segala bentuk keinginan Ada yang lebih dari itu; yakni merelakan sesuatu hal yang sangat diinginkan pada keharusannya
Sekalipun tangan ini tak lagi bisa menyentuhmu Meskipun raga ini tak mampu lagi memelukmu Hatiku, hidupku, do'aku selalu untukmu Dengan atau tanpaku, Allah selalu ada menjagamu
Sekuntum bunga di jambangan lusuh Luruh karena sepoi angin semilir Harumnya ia persembahkan pada sang peratap Lamat terdengar dalam dekapan senyap Aku bergegas memburu secercah suar Tak lagi berharap pada lilin yang melindap Meski halilintar ramai mengeja aksara Mendayu merayu menggumam syahdu Mera
Aku bukan berhenti, tetapi langkahku telah sampai di tujuan Terserah padamu; berdiri di tempat atau berlari kearahku
Malam ini rembulan mengulum rindu Mengajariku melukis luka tanpa airmata Kutantang angin menyibak rambut tergerai Menebus buih dengan aroma dusta
Ketika penyair jatuh hati Langit memeluk matahari Dedaunan bersenandung mendayu Angin bermain melody Menebar puspa sejagat raya Menggiring awan membentuk tahta Merangkai pelangi menjelma tiara Senyummulah yang menjadi dian
Berkawan baiklah dengan cermin wahai diri Ketika duka merajam sukma Ketika amarah membuncah Maka bercerminlah! Cermin tidak akan mengkhianatimu Bukankah seharusnya aku bersyukur Untuk hinaan yang membuatku bertafakur?
Tuhan Hangatkan hatiku dengan pelukanmu Genggam erat jemariku agar tidak terjatuh Aku terlalu rapuh untuk tak tersentuh salah Aku terlalu naif untuk tak mencumbu dosa Tolong rayu aku Tuhan Aku kesulitan meyakinkan diriku sendiri Bahwa bahagia itu memang ada untukku Iman yang lemah Membuat jiwaku ...