Chapter 25 FLASH OFF Bau busuk semakin tajam meremas-remas lambung. Barlian tak tahan lagi. Tergopoh-gopoh dia berlari masuk ke dalam kamar mandi. "Hueeekh!!" "Hueeekh!!" Bola mata gadis belia itu sampai berair menahan mual luar biasa. Seluruh isi perutnya keluar. Kepala men
Chapter 24 Detik demi detik berlalu. Mariam duduk semakin gelisah di dalam gerobak. Masih berharap dua lelaki yang menjemputnya akan keluar dari dalam hutan. Begitu pun perempuan berambut abu-abu yang mengintip di balik sebuah pohon. Masih menatap Mariam dengan separuh wajahnya yang dingin. Entah
Chapter 23 FLASH BACK Beberapa tahun silam. Telah terjadi sebuah peristiwa. Tanpa seorang pun yang mengetahui. Senandung binatang malam seketika senyap, saat bunyi lonceng yang sangat khas terdengar dari kejauhan. Semua seolah menyembunyikan diri ke tempat yang aman. Ting ... klinting ... klinti
Chapter 22 Ujung-ujung jari lentik itu mengetuk meja kayu di depannya dengan gelisah. Sudah lebih dari satu jam menunggu seseorang di sana. Di sebuah kedai mungil dekat kampus, menghadap jalan protokol. Mata menerawang ke arah lalu lintas jalanan. Berharap orang yang ditunggu-tunggu segera muncul.
Chapter 21 Di atas keset dekat pintu, Barlian berhenti melangkah. Berdiri di situ dengan raut bimbang. Menyadari air terus bertetesan dari ujung rok model payung miliknya. Khawatir akan membuat lantai dalam rumah basah. Desau angin dari luar berembus kencang membuat tubuh bergidik. "Masuklah!
Chapter 20 Kerlap-kerlip pelita dari rumah penduduk terlihat dari kejauhan. Jalanan desa sudah dekat. Deru angin kencang membuat pepohonan di sekitar menari-nari. Cahaya rembulan yang bulat sempurna menerangi jalan setapak yang dilalui oleh Aman. "Huuuhuhuhu ...." Tangisan perempuan terd
Chapter 19 Arul mulai gelisah, khawatir mereka akan berurusan dengan sesuatu yang tidak diinginkan. Apa boleh buat, sebagai adik yang patuh terpaksa tetap menunggu sang kakak memberi komando untuk pulang. Pikiran Arul terpecah pada langit yang semakin redup. Mereka tak punya banyak waktu. Kebun ke
Chapter 18 "Usuf?" sapa Acil Ida terheran-heran melihat pada Yusuf yang berdiri di samping rak dapur, menghadap jendela. Perempuan setengah baya itu muncul dari pintu samping, membawa seikat kecil kayu bakar. Acil Ida sudah biasa dengan kedatangan Yusuf ke rumah Datuk Rohayah. "Mau
Chapter 17 SYUUUHHH ... SYUUUHHH .... Sebuah bayangan putih berkelebat bersama angin menembus kegelapan malam. Diiringi suara tertawa cekikik yang mengerikan. "Khiiikhikhikhik ... khiiikhikhikhik ...." Laila Ulfah, pelakor busuk itu sudah menjadi kuntilanak yang kejam. Terbang melayang
Chapter 16 Satu tangan Rusman terlihat melingkar di bahu Mariam. Suami isteri itu duduk bersisian pada sebuah bangku rotan yang cukup untuk berdua. Di pangkuan Mariam ada bayi laki-laki yang tampak menggemaskan dengan topi rajut menutupi kepalanya. Sedang Rusman memangku gadis kecil nan molek, ber
Chapter 15 Udara dingin juga langit yang mendung tak menghalangi keramaian pasar minggu hari ini. Gerobak-gerobak sapi terlihat berjejer di sepanjang jalan. Suasana hiruk pikuk khas pasar pedesaan terasa kental. Para pedagang menggelar dagangannya sampai menutup sebagian jalan. Penduduk dari penju
Chapter 14 "Maaf, Man. Aku terpaksa harus jujur sama kamu." Lelaki berkaca mata tebal itu menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Menatap lekat pada Hilman. "Maksud kamu apa?" Hilman yang duduk di depan dokter Ardi mencondongkan tubuh ke depan. Kedua sikunya bertumpu pad
Chapter 13 Wajah perempuan itu ternyata belepotan lumpur. Matanya terpejam rapat sulit untuk membuka. Rupanya saat jatuh tadi wajahnya mengenai kubangan lumpur. Tubuh mereka berdua sama kotor. Bugk bugk bugk! Kedua tangannya mengepal memukuli Yusuf, namun itu tak berarti apa-apa bagi pemuda itu.
Chapter 12 "Barliaaaan!!!" Suara Datuk Rohayah menggelegar, tak kalah keras dari teriakan seorang rocker di atas panggung. Barlian yang tadinya senyum-senyum memandangi anggrek bulan pemberian Arul, sontak memejamkan mata kuat-kuat. Dari mana Datuk belajar berteriak senyaring itu? Janga
Chapter 11 Malam telah sangat larut, saat sebuah mobil sedan warna merah cabai meluncur cepat di atas jalanan beraspal. Di dalam mobil tampak seorang perempuan cantik sedang mengemudi sendirian. Dia Laila, perempuan pelakor yang sudah behasil mengganggu kenyamanan hidup Cahaya. Wajah perempuan itu
Chapter 38 (The End) POV DEWI --------------------------------------- Ya Allah! Kuhempaskan ponsel itu. Sekujur tubuh merinding setelah melihat isinya. Nomor siapa itu? "Kenapa, Sayang?" Mas Jono sepertinya ikut kaget. "Kok, wajahmu pucet gitu." Nomor tak dikenal. Aku menu
Chapter 37 POV BU SAYEM ---------------------------- "Apa dulu Mama waktu masih kayak aku haidnya enggak dateng lagi. Soalnya, aku emggak haid lagi, Ma. Aku seneng karena perutku enggak sakit," terangnya. Dia meringis bahagia. Refleks gelas bening besar lolos dari tanganku dan meluncur
Chapter 36 POV BU SAYEM ---------------------------------------- Ponselku bergetar, pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Terbaca sedikit pada notifikasi bar. Dasar lelaki mesum! Aku kesal dengan lelaki ini, baru bertemu sekali sudah berani mengirimiku foto seperti ini. Apa dia pikir, dia itu gan
Chapter 10 Beberapa hari terakhir hawa dingin menyelimuti Pegunungan Meratus. Begitupun pagi ini. Langit di atas Kampung Kudung dihiasi awan mendung. Tampaknya musim penghujan telah datang. Angin dingin bertiup kencang menggugurkan daun-daun kering dari pepohonan. SREEKK ... SREEKK ... SREEKK ....
Chapter 9 Warung Ulim tampak terang benderang oleh lampu petromak. Satu-satunya warung di Kampung Kudung yang buka sampai tengah malam. "Kuyang itu ... tadi ... a-ada ... di-di kandang Datuk Rohayah," ujar Busron terbata, grogi. Tidak menyangka kalau harus berdiri di depan banyak warga u