Chapter 6 “Benarkah? Aku memang melihat kamu sangat jarang bergaul. Kamu bahkan hampir gak punya teman. Apa kamu takut ada orang lain yang akan mengetahui kekuatan kamu?” Tanya Indira kepadaku. “Enggak. Aku memang orang yang sangat suka menyendiri. Meskipun aku bergaul dengan orang lain, be...
Chapter 5 Tiba-tiba ketika aku sedang berdiri di depan meja Indira, seluruh siswa di kelasku melihat ke arah aku yang sedang berbincang dengan Indira. Merasa aku gak mungkin melanjutkan pembicaraan, aku akhirnya berbisik kepada Indira “Nanti sepulang sekolah akan aku ceritakan semuanya ke kamu....
Chapter 4 Keesokan harinya ketika aku berada di sekolah, banyak siswa dari kelas lain berkumpul di dalam kelasku hanya untuk bertemu denganku dan melihatku. Aku sampai menutup kepalaku menggunakan kupluk jaket karena saking malunya dengan kondisi seperti ini. Aku yang memang sangat introvert dan pe
Chapter 3 Setelah menempuh waktu 30 menit perjalanan, akhirnya kami sampai di depan rumah Indira. Indira langsung turun dari motorku “Makasih banyak Azka udah nganterin aku pulang sampai ke rumah. Apa kamu masuk ke dalam rumahku? Kebetulan keluargaku lagi pergi semua, jadinya rumah dalam keadaa...
hehehe pindah ke thread saya yang sebelah aja gan. Untuk membayar kesalahan karena udah nulis thread ini. Ceritanya jauh lebih bagus
Chapter 2 Sepulangnya dari sekolah, aku bergegas menuju ke parkiran motor. Aku sebenarnya mendapatkan jatah piket hari ini di sekolah. Tapi aku memilih untuk tidak mengerjakan piket karena hari ini aku piket bersama Indira. Dan akhirnya aku memutuskan langsung pulang ke rumah. Namun tiba-tiba saat
Chapter 19 Sertifikat rumahku hilang, isi lemari berantakan, apakah ini ulang Linda dan Haris? Kalau iya, kenapa mereka tega sekali denganku. Wajar aku menolak Pono, setiap ibu pasti menginginkan yang terbaik untuk putri-putrinya, Astagfirullah’alazimm, aku hanya mengurut dada berusaha sabar. ...
Chapter 18 Lelaki yang bertato itu tersenyum terpana melihat ketiga putri-putriku, sementara itu Linda Haris hanya tersenyum kecil. “Perkenalkan, nama aku Pono, Bunda.” Dia mengulurkan tangan ingin bersalaman, aku mencoba salaman dengan basa-basi menanggapi. “Mbak, ini Juragan Pono yang kam...
Chapter 17 Saat aku ingin melemparkan batu kekepala teman Pak Slamet, aksiku terhenti medengar suara Randi. “Jangan Bunda! Jangan!” Aku melihat Randi dan beberapa polisi datang, pak Slamet langsung ditangkap, sementara itu Randi dengan mudah menangkap teman Pak Slamet dan membawanya ke kantor...
Chapter 16 Saat Anisa dan Rani melangkah masuk hingga di depan kamar, tiba-tiba kakek itu secepatnya menutup pintu dan menguncinya, dan dari pintu kamar muncul Pak Slamet dengan senyum sungging menatap mereka ketakutan. “Pak Slamet?” Rani terkejut dan mulai takut. “Kak, kenapa kita dikurung...
Chapter 15 Aku hanya terpana mendengar perkataan Pak Slamet, ternyata dia belum berubah dan masih kukuh menginginkan putri-putriku, bukan hanya Rani tapi sekarang Halimah. "Maaf Pak Slamet, aku sudah punya calon untuk Halimah." Aku masih berdiri di pintu. "Tunangan Monik anak Bu Li
Chapter 14 Melihat Monik berkata dengan beruraikan air mata, Halimah menyuruhnya masuk dan duduk. Sementara itu Arya hanya menatapnya dengan penuh arti. Sejenak Monik dan Arya saling berpandangan, tidak ada kata yang keluar diantara mereka, hanya diam. “Apa maksudmu dengan minta maaf tentang Bu...
Chapter 13 “Terimaksih, Kak.” Jawab Halimah menerima jeket dari Randi. Randi membalasnya dengan senyum menatap gadis yang dicintainya gemetar setelah apa yang dialaminya. “Ayo aku antar pulang, Halimah.” Arya menawarkan diri. “Tolong jaga Halimah, Teman. Aku akan mengurus dua orang penj...
Chapter 12 Dengan perasaan cemas, Halimah meninggalkan pos satpam, Angkot yang dinaikinya tidak begitu ramai, jadi dengan lancar dia sampai di terminal lama. Setelah membayar ongkos angkot, Halimah melangkah memasuki terminal, angkot yang dinaikinya sudah menjauhinya. “Dimana Bunda?” Halimah ...
Chapter 11 Mendengar pertanyaan Monik, Halimah terdiam dan menatap matanya. “Kalau kalian saling mencintai, aku rela Arya hidup bersamamu, Halimah.” Monik melanjutkan kata-katanya. Tidak lama kemudian, Bu Lili datang kerumahku dan berdiri di pintu menatap anaknya duduk berhadapan dengan Halim...