amekachiAvatar border
TS
amekachi
Kisah Pilu dari Medan Pertempuran di Bakhmut
Kisah Pilu dari Medan Pertempuran di Bakhmut

BBC Indonesia - detikNews

Jumat, 26 Mei 2023 17:25 WIB




Jakarta - 

Maksym bertempur 200 jam tanpa jeda, sampai akhirnya ia tewas oleh peluru penembak jitu pasukan Rusia di Kota Bakhmut.

"Selama delapan hari, dia tidak makan, atau tidur," kata ibunya, Lilia. "Ia bahkan tak bisa memejamkan matanya selama lima menit, karena penembak jitu bisa saja menembaknya."

Oleh karena itu, Lilia menyebut Kota Bahkmut sebagai "neraka". Kota ini telah menjadi tempat persemayaman terakhir salah satu anaknya, dan anaknya yang lain mengalami luka berat.

Satu-satunya penghiburan baginya adalah - satu anaknya yang tewas, telah menyelamatkan nyawa anaknya yang lain.

Maksym dan Ivan adalah relawan yang bertempur melawan Rusia, ketika negara berjuluk Beruang Merah ini menginvasi Ukraina tahun lalu. Saat itu usia Maksym 22 tahun, dan Ivan 18 tahun.

Ivan, sang adik yang masih memiliki bekas luka, mengatakan bahwa ia tak terpisahkan dari kakaknya. "Dia selalu bersama saya, dan saya selalu bersamanya. Bagi saya, dia orang yang paling saya sayangi."

Ivan menunjukkan kepada saya video dan foto saat mereka bersama - di parit, di dalam kendaraan militer, berupaya untuk memejamkan mata, beristirahat.

Seiring berjalannya waktu, senyuman dua pria muda dan tampan itu berubah. Perlahan-lahan raut wajah mereka terlihat lebih lelah karena perang telah melucuti keluguan mereka.




Provided by Ivan's familyKakak beradik yang tak terpisahkan - bertarung dan beristirahat bersama di garda terdepan perang Rusia-Ukraina.

Dalam momen terakhir, mereka menghabiskan waktu dalam pertempuran brutal jarak dekat, dari rumah ke rumah di Kota Bakhmut. "Mustahil bisa tidur di sana. Kami diserang 24 jam selama tujuh hari," kata Ivan.

Unit tempur kakak beradik itu terjebak di sebuah ruangan tak berjendela di sebuah gedung. Mereka harus melubangi dinding untuk membuat posisi menembak. Saat itulah mereka mendapat perintah untuk mundur.

Ivan mengenang detik-detik kejadian sebelum mendapatkan luka. "Saya ingat, waktu itu saya sedang mengisi ulang peluru senjata; saya keluar dari balik dinding, dan ada kilatan cahaya. Saya terlempar dan terjatuh."

Ia lalu berkata merasakan hangatnya darah dari lukanya yang mengalir di wajah. Dia tidak menyangka bisa selamat. "Saya pikir saya selesai; Saya kehabisan darah dan begitulah saya akan mati."

Tapi Maksym berlari menyelamatkannya dan menyeretnya kembali ke dalam bagunan untuk berlindung.

"Dia menyadarkan saya, mengeluarkan gigi saya yang patah, dan memberi pertolongan pertama," kata Ivan. Ini termasuk melubangi tenggorokan Ivan untuk mencegahnya tersedak.

Ivan membagikan video saudaranya yang dengan hati-hati membersihkan darahnya setelah ledakan. Dalam video lain yang dibagikan secara luas, Ivan berjuang untuk berjalan dengan luka di wajahnya, tapi masih menggenggam bendera Ukraina: sebuah simbol keberanian, dan perlawanan dalam pertempuran di Bakhmut.

Ivan yakin tidak akan hidup kalau tidak ditolong oleh Maksym. "Abang saya tidak akan membiarkan saya mati. Dia menyelamatkan saya."



Maksym segera melakukan panggilan bantuan melalui radio. Tapi, tim medis pertama yang berusaha mencapai lokasinya, sudah tewas di dalam kendaraan karena hantaman misil antitank Rusia.

Butuh waktu sembilan jam lagi untuk bantuan tim medis kedua tiba agar Ivan bisa ditangani.

Dan kemudian Maksym mengambil tindakan pengorbanan diri yang luar biasa. Alih-alih pergi jauh bersama adiknya ke tempat yang lebih aman, Maksym mengajukan diri tetap tinggal di Bakhmut, untuk memimpin unit mereka.

Sepekan bertempur, Maksym tewas oleh penembak jitu Rusia.

Di Ukraina, pemakaman pasukan sama riuhnya dengan suara artileri di garda terdepan. Penghormatan pada pasukan yang gugur di medan tempur, bukan hanya diperlakukan pada mendiang Maksym.

Selain keluarga yang berduka, seluruh warga Kota Tomakivka keluar rumah untuk turut berbelasungkawa.

Mereka berlutut saat prosesi, sampai jenazah diantarkan ke liang lahat - beberapa menggenggam bunga atau bendera Ukraina. Doa-doa dan musik sendu beriringan dengan air mata dan isak tangis.



Selama setahun terakhir, orang tua Maksym dan Ivan juga menjalani perjuangan yang sama dengan anak-anak mereka. Lilia dan Serhii mengalami malam tanpa tidur - menunggu dengan cemas kabar dari kedua anaknya.

Mereka kerap menerima pesan singkat yang menenangkan, kata Lilia - "Kami baik-baik saja, Ibu."

Tapi kemudian tibalah berita yang mereka takuti.

Lilia meratapi peti Maksym sebelum akhirnya diturunkan ke dalam tanah - diiringi dengan rentetan senjata. "Kami masih tidak percaya. Jiwa saya terkoyak-koyak," kata Lilia kepada saya setelah pemakaman usai.

Dia mengatakan, satu-satunya alasan bertahan hidup adalah untuk putranya yang lebih muda.

Dia mengatakan pada saya, Maksym punya kesempatan untuk pergi bersama Ivan, tapi dia tak mau meninggalkan rekan seperjuangan yang lebih muda dan kurang berpengalaman.

"Dia seorang pahlawan. Dia adalah malaikat. Dia matahariku. Dia tidak akan pernah meninggalkan adiknya meskipun sudah tahu ia sendiri akan mati."

Ukraina tidak akan menyebutkan jumlah warganya yang tewas dalam perang ini. Tapi kalau Anda lihat di sekitar pemakaman, maka Anda akan menyadari seluruh negeri ini harus menanggung beban yang berat.




Di kompleks pemakaman yang kecil ini, di kota kecil ini, terdapat deretan kuburan yang baru saja digali dan dikelilingi bunga-bunga. Maksym adalah satu dari tiga tentara yang dimakamkan oleh pendeta setempat dalam satu pekan ini.

Bagi Pendeta Roman, yang dulunya tentara, pemakaman Maksym adalah bagian menyakitkan dari pada pemakaman yang lainnya. Dia adalah rekan dari keluarga Maksym, yang selalu ikut berdoa bersama dengan orang tuanya untuk keselamatan kedua putra mereka di medan tempur.

"Anda sering menguburkan tentara," kata Roman. "Tapi berbeda bila mereka teman-teman Anda."



Di pemakaman, Ivan masih menggenggam bendera Ukraina yang ia bawa serta saat terluka di medan tempur - yang ditandatangani oleh teman seperjuangan, termasuk kakaknya. Noda darahnya masih tersirat di kain bendera berwarna biru dan kuning itu.

Saya bertanya, apakah ia menyesali keputusannya untuk bergabung dengan unit militer. Dia menjawab: "Kami mengerti bahwa kami mungkin tidak akan kembali, tapi adalah sebuah kehormatan untuk bisa bertempur demi Ukraina. Oleh karenanya, saya tidak pernah menyesalinya.

"Abang saya telah memberikan nyawanya bagi kemerdekaan kami. Sayangnya, kemerdekaan ini harus dibayar dengan darah."

(ita/ita)


https://www.google.com/url?sa=t&sour...0cGfzf9JJ44jQ0


Salut untuk pahlawan!
putrakomangAvatar border
aleksandronestaAvatar border
anjenkkaskusAvatar border
anjenkkaskus dan 24 lainnya memberi reputasi
21
2.6K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
78.9KThread10.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.