ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
[Cerpen #9] Mantan Terindah di Acara Reuni

Reuni Sma tahun ini menjadi sesuatu yang amat kutunggu-tunggu. Baru kemarin aku mendapat kabar bahwa Linda, mantanku saat masih Sma, akan datang ke acara reuni setelah lama tak kedengaran kabarnya. Sudah lama sekali aku tak bertemu Linda. Lima belas tahun sejak kelulusan Sma.

Sebenarnya sekarang aku sudah punya istri dengan seorang anak yang baru masuk taman kanak-kanak. Meski demikian hubunganku dengan Aurel tidak berjalan terlalu mulus. Untuk reuni kali ini pun aku harus bohong padanya mengatakan aku terpaksa lembur proyek dadakan. Aku sungguh-sungguh tak ingin dia tahu tentang reuni ini. Bisa-bisa akan ada pertengkaran yang sama sekali tidak perlu.

Pernikahanku dan Aurel bukanlah pernikahan yang dilandaskan pada cinta, kami dijodohkan oleh orangtua kami. Awalnya tidak ada masalah, kami saling mencoba melakukan tugas dan kewajiban masing-masing, tapi semenjak Adrea lahir Aurel menjadi semakin banyak menuntut.

Harus antar jemput anak, harus lebih sering di rumah, harus belajar mengganti popok, harus bantu belanja, dan segala macam masalah lain yang tak pernah muncul sebelum kami punya anak. Aku paham kalau membesarkan anak juga merupakan tanggungjawabku, tetapi pekerjaanku yang menuntut fisik dan juga otak benar-benar membuatku lelah sampai tak sanggup mengurusi hal lain.

Aurel hanyalah ibu rumah tangga jadi aku berharap dia bisa mengurus anak agar aku bisa fokus mencari nafkah, tapi tampaknya kami memang tidak satu frekuensi. Sejak awal kami tidak merasa nyaman satu sama lain dan itulah yang membuatku tak bisa bicara terus terang. Tak ada komunikasi yang baik, itulah masalah terbesar kami.

Dan sekali lagi aku teringat Linda. Saat masa sekolah dulu kami begitu akrab sampai-sampai bisa mengerti satu sama lain tanpa harus membuka mulut. Kalau aku sedang malas dia akan tahu tanpa perlu bertanya, kalau aku ingin sesuatu dia akan tahu hanya dari gerakan mataku saja. Saat itu aku merasa bahwa Linda adalah wanita yang sempurna untukku, tapi ternyata pilihan universitas memisahkan kami. Saat itu belum ada sosial media, smartphone saja masih jarang, makanya LDR tidak memungkinkan.

Tanpa terasa mobil yang kukendarai sudah terparkir nyaman di depan kafe yang dipesan untuk acara reuni. Angga sahabatku semasa Sma sekaligus penyelenggara reuni menyambutku di pintu depan dan mempersilahkanku masuk. Satu langkah yang kuambil langsung mengantarkanku pada sosok Linda yang 15 tahun lebih tua dari apa yang aku ingat.

“… Hai.”

“Hai juga.”

Dia masih cantik, lesung pipinya masih menawan. Aku memang paling suka lesung pipinya. Rasanya seperti jatuh cinta sekali lagi.

“Sendiri aja nih? Istri mana?” tanyanya sembari melihat ke belakangku seolah berharap istriku akan tiba-tiba muncul dari udara kosong.

“Di rumah,” jawabku singkat. “Kamu sendiri, suami mana?”

“Oh … hmm … nggak ada.”

“Nggak ada?”

“Aku baru cerai bulan lalu.”

“Ohh, maaf.”

Entah mengapa, aku merasa senang mendengarnya.

Kami memutuskan masuk dan menyapa teman-teman yang lain. Walau sudah lama juga aku tidak bertemu mereka, lebih dari separuh perhatianku sudah tercuri oleh Linda. Caranya berjalan, caranya bicara, caranya tersenyum, semua masih sama seperti Linda yang membuatku jatuh cinta sepenuh hati di masa lalu.

“Ngomong-ngomong, kamu ingat nggak penjual siomay yang biasa jualan di gerbang sekolah?” tanya Linda tiba-tiba saat kami mengambil beberapa cemilan.

“Ingat dong. Yang pernah dituduh pakai boraks itu kan?”

“Iya. Kemarin aku lihat dia lo. Masih jualan siomay dan rasa siomaynya masih sama kayak jaman kita sekolah.”

“Beneran? Aku jadi kangen. Dulu kita ….”

Suaraku memelan lalu menghilang. Dulu kami sering membeli satu bungkus siomay untuk dimakan berdua. Saling suap-menyuap seperti sepasang kekasih alay kebanyakan. Aku penasaran, apakah Linda masih ingat saat-saat itu? Apakah masih ada rasa yang tersisa dari masa itu di hatinya? Aku memberanikan diri untuk bertanya.

“Hei Lin, kalau boleh tahu—kalau boleh lo ya—kok kamu bisa cerai?”

Linda yang tadinya hendak minum menurunkan kembali gelasnya. Matanya menyipit dan menatapku dengan pandangan yang seolah menembus tulang dan daging.

“Memangnya kenapa?” tanyanya. Nada suaranya agak jutek.

“Nggak kenapa-napa sih. Cuma … aku kenal kau sejak lama, aku tau kau pasti bisa jadi istri yang baik. Makanya aku heran kok bisa kau sampai cerai.”

“Oh please, Bim. Itu udah lima belas tahun yang lalu. Kau nggak tahu gimana aku yang sekarang.”

“Aku memang nggak tahu, tapi dari yang aku lihat kamu sama sekali nggak berubah, Linda.”

Menanggapi itu Linda mengangkat tangan dan mengarahkan telapak tangannya padaku.

“Bim, kita harus pertegas satu hal. Aku udah nggak ada perasaan apa-apa sama kamu. Linda yang kamu kenal dulu udah berubah. Aku sudah berubah banyak.”

Kendati dia berkata demikian, aku tetap tak bisa menyingkirkan bayang-bayang Linda yang dulu pernah memenuhi seluruh permukaan hati ini. sebenarnya apa yang salah denganku? Apa jangan-jangan aku berharap kami bisa memulai kisah cinta yang baru di usia dan kondisi kami saat ini? Sadar Bima! Istri dan anakmu menunggu di rumah.

Ahh, suara licik dalam hatiku berbicara. Bukannya memang itu yang aku harapkan? Bukannya ketidakpuasan dalam rumah tanggaku lah yang membuatku mengharapkan keberadaan Linda di sini?

“Menikah itu butuh jauh dari sekedar kebaikan hati, Bim.” Linda mulai bercerita. “Kau tau, ini sebenarnya perceraianku yang kedua. Suamiku yang pertama menceraikanku karna katanya aku terlalu penuntut, terlalu mengekang. Belajar dari itu aku mencoba jadi istri yang lebih santai, tapi ujung-ujungnya suami keduaku malah suka main di luar. Dia selingkuh, jatuh cinta sama perempuan lain, terus aku diceraiin. Kamu lihat kan? Jadi istri yang baik itu nggak cukup.”

Aku diam mendengarkan. Memang benar, kita tak pernah tahu akan jadi seperti apa pernikahan bila kita tak tahu seperti apa sifat pasangan kita. Linda memang punya sifat mengekang. Dulu dia selalu melarangku dekat-dekat perempuan lain. Meski begitu aku tak membenci sifatnya yang seperti itu. Nasibnya cuma sial karena bertemu suami yang tidak menyukai sifatnya itu.

Tapi … bukannya Aurel juga sama? Dia mengekang, dia menuntut, tapi kenapa aku tidak suka sifatnya itu?

Jangan-jangan … aku juga sudah berubah.

“Kamu sendiri gimana, Bim? Bisa jadi suami yang baik?”

Pertanyaannya membuatku termenung. Apakah aku bisa disebut suami yang baik?

“Bajumu bersih,” ucap Linda dengan berbisik. “Celanamu dilipat rapi, sepatumu disemir mengkilap. Istrimu pasti sangat memperhatikanmu.”

Aku pun ikut mengamati pakaianku. Memang benar, seluruh pakaianku dari atas sampai bawah disiapkan dengan benar-benar sempurna.

“Kamu itu jarang memperhatikan kebersihan, Bim. Kamu juga selalu bodo amat sama makananmu. Baguslah kalau istrimu perhatian. Aku yang sekarang nggak akan bisa seperhatian itu. Aku udah terlalu sibuk kerja sekarang.”

Dengan senyuman tipis di bibirnya, aku jadi mengingat kembali kenangan lama dalam pernikahanku. Kalau dipikir-pikir, apa pernah Aurel tersenyum sejak pernikahan kami? Apa aku pernah memberinya hadiah? Apa aku pernah setidaknya menanyakan kesehatannya?

Dan di saat itulah aku paham apa sebenarnya yang menjadi masalah dalam diriku. Masalah mendasar yang sama sekali tidak pernah kusadari karena aku sibuk memikirkan diri sendiri. Meski aku menikahi Linda sekalipun, masalah itu pasti akan tetap muncul karena aku bukanlah diriku lima belas tahun yang lalu.

Lima belas tahun yang lalu kami hanyalah pelajar biasa tanpa beban sama sekali, tapi kini kami sudah tumbuh dewasa dengan beban tanggungjawab masing-masing. Aku berubah, semua orang berubah, tapi perubahan itu masih bisa kita atur. Pernikahanku masih belum hancur, belum terlambat untuk berubah sedikit lebih baik.

“Bim? Kamu dengar aku nggak?” Linda menjentikkan jarinya di depan wajahku yang melamun. “Aku mau ketemu Sintia di sana. Mau ikut?”

“Hmm? Aku … kurasa aku mau pulang aja deh.”

Linda mengangguk, matanya penuh pengertian. “Semoga kamu bahagia Bim. Aku akan mendoakan yang terbaik buat kamu. Selalu.”

“Linda …,” aku merasa ingin mengucapkan sesuatu, tapi tak bisa menemukan kata yang tepat. “Makasih banyak ya.”

“You’re welcome.”

Tanpa basa-basi lagi aku segera kembali ke mobil dan tancap gas menuju rumah. Di sepanjang jalan mataku terus mencari toko yang masih buka. Untungnya ada satu toko bunga di perempatan sebelum masuk jalan tol. Dengan hati-hati aku meletakkan seikat bunga itu di bangku penumpang.

Adrea sudah tertidur saat aku tiba di rumah. Aurel pun sudah berbaring di kamar dengan mata tertutup rapat. Aku melangkah diam-diam dan meletakkan bunga itu di meja kecil di sebelah tempat tidur. Segera aku berganti pakaian dan berbaring di sebelahnya. Kedatanganku membuatnya terbangun.

Dia tidak mengatakan apa-apa. Mungkin dia juga terlalu mengantuk dan ingin tidur. Dengan lembut aku membelai rambutnya. Itulah pertama kalinya aku menyadari dia punya rambut bergelombang yang begitu lembut.

“Sayang, makasih ya udah masak sarapan tiap pagi. Makasih juga udah bersihin rumah, cuci baju, menyiram tanaman. Makasih, kamu udah nyetrika bajuku tiap pagi sebelum aku berangkat kerja. Makasih, kamu selalu nyusun berkas di meja kerjaku dengan rapi. Makasih juga udah bangunin aku tiap pagi kalau aku harus berangkat cepat. Makasih juga selalu maksa aku makan sayur. Makasih karna kamu ngajarin Adrea baca tulis. Makasih, kamu selalu atur pengeluarkan kita dengan sempurna. Makasih, udah mau jadi ibu dari anakku. Dan terakhir … terima kasih karna kamu masih bertahan bersamaku. Aku sayang kamu.”

Kukecup keningnya lembut. Kucoba untuk memasukkan sebanyak mungkin cinta di dalamnya. Selama ini aku hanya fokus pada apa yang aku inginkan, bukan pada apa yang telah dia berikan. Mulai besok, mari kita mulai lagi dari awal. Aku bisa berubah dan aku akan menjadi suami terbaik untukmu.

Sekali lagi, terima kasih telah menjadi istri terbaik bagiku.

-END-
Diubah oleh ih.sul 01-04-2023 14:11
namakuveAvatar border
tagzivAvatar border
jenggalasunyiAvatar border
jenggalasunyi dan 23 lainnya memberi reputasi
22
2.2K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.