pilot.mirage449Avatar border
TS
pilot.mirage449
Sosok Nyai Itih, Gundik dari Cimahi yang Digilai Meneer Belanda
Whisnu Pradana - detikJabar
Senin, 21 Nov 2022 07:31 WIB


Cimahi - Kota Cimahi sejak zaman kolonial ternyata memegang peranan penting. Kala itu, Belanda memfungsikan Cimahi sebagai tangsi militer. Buktinya masih berdiri hingga tahun 2022, yakni banyaknya pusat pendidikan tentara, markas, hingga bangunan berarsitektur Belanda.

Keberadaan tangsi militer di Cimahi saat itu ternyata memunculkan hal lain, yakni praktik pergundikan. Salah satunya sejarah mengenai sosok perempuan bernama Itih. Merujuk pada penjelasan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, gundik adalah istri tidak resmi; selir; 2 perempuan piaraan (bini gelap).

Sebuah nama yang asing, terdengar kampungan dan tidak modern. Namun Itih jadi saksi bisu bagaimana kaum perempuan zaman dulu amat menderita karena perlakuan orang Belanda yang menjejakkan kaki di tanah Indonesia.

"Jadi kebetulan dulu itu Cimahi jadi pusat militer. Kebetulan banyak tentara Belanda itu tidak membawa istri mereka, jadi sudah biasa dulu orang pribumi termasuk Cimahi ini yang asalnya babu diambil jadi gundik atau nyai-nyai," ujar pegiat sejarah Cimahi, Machmud Mubarok, kepada detikJabar.

Saat itu Itih merupakan seorang gadis asal Cigugur Tengah, Cimahi, yang bertemu dengan Walraven. Dari pertemuan itu tumbuh benih-benih cinta dari sang meneer. Walraven tak mau kehilangan momentum, sampai akhirnya ia memutuskan menjadikan Itih sebagai gundiknya.

"Akhirnya Itih jadi gundik, dengan penyematan nyai atau nyi di depannya. Padahal dulu pandangan orang Belanda sebetulnya hina karena memiliki gundik, dengan alasan tidak sederajat atau alasan lainnya. Tapi Wilem ini nggak peduli, karena saking cintanya kemudian Itih dibawa ke Belanda. Kalau tidak salah seperti itu," ujar Machmud.



Padahal lazimnya, gundik meneer Belanda bakal ditinggalkan termasuk tak punya hak untuk mengasuh anak yang dilahirkan. Namun berbeda dengan yang dialami Itih, karena ia diboyong oleh Walraven ke tanah kelahirannya beserta anak-anak yang dilahirkan Itih.

"Jadi anak-anak itu tidak diakui, kecuali atas persetujuan pengadilan dan si ibunya itu tidak memiliki hak pengasuhan. Jadi banyak kejadian, nyai-nyai itu hanya untuk mengurus rumah, hamil, melahirkan, lalu ditinggal. Nah anaknya dibawa bapaknya ke Belanda," kata Machmud.

"Kalau Nyi Itih ini agak unik. Karena suaminya (Walraven) cinta banget sama dia, ya akhirnya Nyi Itih kemudian dibawa ke Belanda," imbuhnya.

Sayangnya, kata Machmud, ia tak punya referensi lebih banyak mengenai garis keturunan Itih dan jejak sejarah Itih yang masih tertinggal di Cimahi.

"Setahu saya sampai sekarang nggak ada jejak Nyi Itih di Cigugur Tengah, garis keturunannya siapa juga nggak tahu. Ya itu tadi, karena anak pribumi dari Wilem kan nggak ada. Lalu apakah dia (Nyi Itih) punya saudara atau tidak kan kita nggak tahu juga sebetulnya," ucap Machmud.

Dilansir dari jurnal STEKOM, Itih merupakan nama seorang perempuan yang diketahui merupakan warga Cigugur Tengah, Kota Cimahi. ia lahir pada tahun 1898 dan meninggal pada tahun 1969.

Pada tahun 1919, Itih dipilih oleh seorang pria Belanda bernama Wilem Walraven sebagai gundik. Pria kelahiran 1887 itu datang ke Indonesia (dulu Hindia-Belanda) secara sukarela setelah bergabung dengan Koninklijk Nederlandsch-Indisch Leger (KNIL) dan bertolak ke Indonesia pada tahun 1915.

Bertahun-tahun tinggal di Indonesia dan melakoni berbagai profesi, sampai akhirnya ia menjadi seorang pengarang dan wartawan majalah Belanda. Ia menggunakan nama samaran Maarten Cornelis, yang juga disingkatnya sebagai MC.

Sementara dari cerita yang ditulis oleh Arie Brand di laman indonesiamatters dalam sudut pandang Wilem Walraven, ia pertama kali melihat Itih sekitar tahun 1916.

Walraven melihat Itih di warung tentara pamannya di Cimahi. Gubuk bambu ini berdiri di halaman sempit tak beraspal dari sebuah toko jompo tempat seorang Afrika tinggal dengan banyak anak.

"Saya datang ke sana hampir setiap hari dan Itih hampir selalu ada. Saya tidak dapat berbicara dengannya karena saya hanya tahu sedikit bahasa Melayu dan bahkan bahasa Sunda," tulis Arie.

Dalam tulisannya yang cukup panjang, ada satu penjelasan yang singkat, menyebutkan jika Walraven dan Itih akhirnya tinggal bersama di Banyuwangi. Di situ juga anak pertama mereka lahir. Saat itu Walraven sudah berusia sekitar 30 tahunan sementara Itih berusia sekitar 20 tahunan.

(yum/yum)
Detik.com
hadramaut.boyAvatar border
aldonisticAvatar border
scorpiolamaAvatar border
scorpiolama dan 4 lainnya memberi reputasi
5
2.8K
62
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.9KThread40.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.