ryanmallay2000Avatar border
TS
ryanmallay2000
Caraku Masuk Tentara (Part 3)
 05;30 kami sudah terbangun dan setelah sholat subuh, sebelum berangkat kami hanya mengkonsumsi sebatang coklat, satu buah Pisang dan minum satu gelas infus water. Memang tidak ada sarapan pagi untuk menghindari ketidaknyaman perut saat berlari.
  

Kami berangkat ke tempat test kesegaran jasmani sesuai jadwal, perjalanan pagi itu tidak bagitu hangat suasananya karena kami memilih melanjutkan cerita mimpi semalam dari pada harus berdiskusi dengan kawan dan Pamongpun membiarkan.

Terbangunnya kami saat bus yang mengangkut sudah tiba di tempat test, Pamong mengeluarkan alat pengukur cuaca ditempat itu dan menjelaskan kepada kami.

“Suhu cukup dingin dan kelembaban udara masih padat, nanti yang mendapat undian gelombang pertama harus mewaspadai, jangan dipaksakan di awal, kecepatan berlari sesuaikan dengan target latihan. Dan sebelum senam pemanasan, oleskan gel ini ke bagian otot kaki, tangan dan dada untuk membantu percepat pemanasan”, Pamong memberi instruksi kepada kami dengan detail dan kami sudah mengerti karena terbiasa instruksi tersebut.

“Tes kesegaran jasmani bukan sekedar mencapai nilai kelulusan saja, tetapi rangking kalian akan ditentukan oleh test ini karenanya lakukan dengan maksimal agar kalian mendapat rangking teratas!”, demikian perintah Pamong kepada kami sebelum kami bergabung dengan yang lainnya.

Semua peserta yang sudah menjalani test tensi, berkumpul ditengah lapangan untuk pembagian gelombang test lari. Kami dibagi dalam 4 gelombang, setiap gelombang ada dua orang dari SMA ku, panitia sengaja menyusun seperti itu agar bisa berkompetisi dengan SMA lainnya.

“Sudah siap tempur, Wan?”, tanyaku kepada Iwan teman SMP ku dulu. Kami kebetulan dalam satu gelombang.

“Sudah tentulah, kita ulangi kompetisi dulu ya!”, jawabnya sambil menantang.

Dulu saat SMP kami sering berkompetisi, mulai dari olah raga, seni, akademi sampai dengan urusan pacaran juga berlomba. Aku memang selalu kalah dibidang olah raga dan seni, tapi dia tidak pernah menang dalam hal akademi dan asmara.

“Siapa takut?”, jawabku singkat.

“Aku akan buktikan, tidak pernah kalah darimu kalau lomba lari, cukup kalah di otak saja, masak juga kalah di otot”, katanya sambil bergurau.

Memang kami berkompetisi, tapi tidak pernah hubungan persahabatan kami renggang karena hasil kompetisi.

“Persiapaaan,.. Awaas,.. ya, Go!”, Panitia membunyikan pluitnya tanda test kesegaran jasmani A atau lari selama 12 menit, dimulai.

Semua peserta berlari sekencang-kencangnya, aku melihat Iwan menjadi orang terdepan yang memimpin, sedangkan aku masih dalam kelompok peserta yang di belakang.

Putaran pertama aku masih berada di kelompok belakang, “Pertahankan kecepatanmu Ndi, jangan dipacu dulu”, dari luar lintasan Pamong berteriak memberi aku instruksi.

Saat brifing sebelum test, beliau menginstuksikan untuk memacu kecepatan lari berdasar suhu dan kelembaban udara yang beliau ukur, jadi aku tetap pertahankan kecepatanku meskipun masih pada posisi kelompok belakang.

Putaran kedua aku sudah mulai agak ketengah, bukan karena aku menambah kecepatan tetapi beberapa peserta mulai mundur karena dipacu pada putaran pertama yang balapan dengan Iwan.

“Ndi, mulai tambah kecepatan sesuai target latihan!”, Pamong kembali berteriak saat aku melintasi putaran kedua, dan akupun perlahan menambah kecepatan sesuai dengan kecepatanku berlatih.

Aku berhasil melewati peserta lainnya dan pada putaran ke lima hanya satu orang yang berada di depanku, yaitu Iwan. Dia masih memimpin sejak putaran pertama tetapi jaraknya tidak jauh dariku.

Sebelum masuk pada putaran ke enam aku berhasil menyalipnya, dan aku melihat nafasnya sudah mulai berat, suara nafasnya bergemuruh tanda dia sudah tidak mampu menambah kecepatan, sedangkan aku masih stabil dengan kecepatanku karena aku berlari dengan irama.

Sampai pluit terakhir dibunyikan panitia, aku berhasil melintasi putaran ke tujuh artinya jarak yang aku capai lebih dari 2800 m karena jarak satu putaran 400 m. sedangkan Iwan hanya mampu melintasi 6,5 putaran tepatnya hanya mampu 2600 m.

“Kali ini, aku akui, kamu hebat Ndi!”, Iwan menyapaku sambil nafas yang terengah-engah.

“Trima Kasih, Wan, aku hanya melakukan seperti saat berlatih”, jawabku jujur karena memang belum muncul niat kompetisi, yang aku tahu hanya seperti berlatih.

Setelah melaksanakan test kesegaran jasmani, secara bergiliran kami berendam dalam tong yang berisi es. Memang rasanya dingin sekali bahkan sampai kami menggigil, tapi karena hanya 30 detik, kami harus mampu menahannya. Alhasil tenaga kami pulih seketika.

Terapi ini dilakukan oleh Pamong karena sore hari kami harus akan mengikuti test renang, maka metode recorvery yang dipilih Pamong dengan cara berendam air es.

  

Sore harinya test renang dimulai, tidak banyak instruksi yang diberi Pamong karena kami yakin pasti mampu mencapai target 15 detik untuk jarak 25 meter.

Setelah mengkuti test renang, kamipun pulang ke asrama dan selama perjalanan tidak ada yang didiskusikan. Kami semua terlelap karena kecapekan dan bahkan malamnya aku merasakan badanku seperti tidak ada energy tersisa, semua terkuras untuk test hari ini.

Keesokannya, Pamong menceritakan pengumuman panitia hasil test kesegaran jasmani juara I diambil oleh Adi, teman sekelasku, aku juara II, sedangkan juara III sd VIII semua dipegang oleh teman-temanku se SMA. “Modal yang cukup untuk bersaing selanjutnya”, Kata Pamong untuk memotivasi kami.

Sebagian dari peserta sudah mulai tidak tampak karena gagal dalam materi test sebelumnya. Kami melanjutkan test dan hari ini mengikuti test Mental Ideologi.

Test tersebut diawali dengan menjawab pertanyaan sekitar sejarah, perkembangan politik, wawasan kebangsaan dan tentang kehidupan sehari-hari.

Setelah test tertulis dilanjutkan wawancara. Aku ingat instruksi Pamong agar dapat menunjukan sikap berkomunikasi dengan baik dan menjawab tanpa ragu-ragu.

“Tidak ada keraguan saya terhadap kalian dalam test ini karena kehidupan kalian sudah sesuai aturan yang benar”, Pamong menyakinkan kami sebelum kami mengikuti test wawancara.

“Siap, biasanya peserta gagal dalam test ini karena apa, Pamong?”, Tanya Hendro temanku.

“Salah satu alasan panitia menggagalkan peserta karena kehidupan peserta yang tidak semestinya misal mereka yang selalu berhura-hura tanpa memikirkan masa depan, akan ketahuan saat wawancara tersebut namun jika kalian ceritakan kehidupanmu dalam asrama ini, yakin kalian akan lulus”, Pamong menjelaskan kepada kami.

Apa yang diarahkan oleh Pamong menjadi pedoman bagi kami menghadapi test ini dan alhasil kamipun dinyatakan memenuhi syarat dan lulus dalam test ini.

 

Selanjutnya kami mengikuti test Akademi dan Psikologi. Dua test yang mengandalkan kecerdasan berfikir dan tidak menjadi persoalan karena memang sudah setiap hari kami di try outoleh Pamong di asrama. 

  

Setelah seluruh rangkaian test kami lewati, tiba saatnya penentuan kelulusan. Saat itu masih tersisa sekitar seratus enam orang peserta sedangkan yang akan diikutkan dalam test pusat hanya 28 orang.

Berbagai perasaan menghantui pikiran dan hati kami, apalagi hoaxyang kami dengar “Belum tentu yang terbaik yang akan dipilih”, temanku dari SMA lain mengatakan demikian.

Aku beranikan menanyakan kebenaran berita tersebut kepada Pamong. “Tidak ada manusia yang sempurna, dibalik kelebihan ada kekurangannya. Pertimbangan panitia akan lebih bijak, jika nilainya cukup tinggi tetapi bila ada kekurangan yang tidak dapat dibenahi apalagi beresiko, dia tidak akan diberangkatkan. Begitu pula jika peserta yang nilainya masih kurang tetapi karena materi test itu dapat dioptimal, dia justru akan diberangkatkan”, demikian penjelasan Pamong kepada kami tentang berita hoaxtersebut.

Hanya kekuatan doa yang dapat aku handalkan. Kembali lagi kepada niatku, bila memang takdirku menjadi seorang prajurit pasti Tuhan mempermudah jalanku, bila bukan takdirku, aku yakin kelak ditunjukkan jalan yang lain kepadaku.

Parade penentuan itu dimulai dari pagi, kami yang delapan orang hanya satu kali tampil saat gelar sidang, sedangkan teman-temanku dari sekolahan lain, berulang-ulang masuk ruangan tersebut. Menjadi pertanyaan kami, “apakah kami hanya sekali dinilai? Dan mereka kenapa berulang-ulang?”.

Tidak ada senda gurau pada hari ini, ketegangan terlihat di raut muka masing-masing peserta. Harap-harap cemas menimpa kami semua. Sampai sore hari, kamipun berkumpul kembali di lapangan yang telah disiapkan.

Satu persatu nama peserta dipanggil. Panggilan pertama 32 orang dikelompokkan dalam satu kelompok lalu dibawa oleh panitia meninggalkan lapangan. Namaku tidak terpanggil. Jantungku mulai berdebar kencang, jika mereka yang dipanggil adalah yang lulus, berarti aku gagal, tetapi temanku se SMA juga tidak dipanggil.

Pembacaan nama dilanjutkan, 28 orang dipanggil, namaku juga tidak disebutkan. Badanku mulai lemas, seluruh temanku juga demikian, bibir kami berkumat-kamit, bukan membaca mantra tetapi berzikir berdoa semoga Tuhan memberi petunjuk-Nya.

Pembacaan nama untuk ketiga kalinya dilanjutkan, 26 orang dipanggil, dan kembali namaku juga tidak disebutkan. Suasana semakin tegang.

“Selanjutnya, nama-nama yang saya sebutkan, kalian tetap di lapangan ini berdasar nomor yang saya bacakan”, seorang panitia memberi pengumuman.

Orang itu membacakan nama-nama tersebut dan namaku disebutkan pada urutan kedua. Kami pun berbaris sesuai dengan nomor urutan tersebut. Aku mulai optimis lulus karena nomor urut 1 sd 8 adalah temanku se-SMA, tapi mengapa masih 40 orang padahal yang aku tahu, hanya 28 orang yang akan diberangkatkan ke Magelang.

“Para Catar sekalian, kalian seluruhnya dinyatakan lulus dalam seleksi test masuk Akabri”, spontan kami bersorak riang.

“Namun dikarenakan alokasi pengiriman hanya 28 peserta, maka ranking 1 sd 28 yang diberangkatkan sedangkan rangking 29 sd 40, sementara kalian masih dapat mengulang tahun depan”, panitia tersebut memberi pengumuman yang bagai disambar petir teman-temanku yang nomor urut 29-40 mendengar pengumunan tersebut. Sebagian dari mereka langsung pingsan.

28 orang terpilih untuk melajutkan test di Magelang, 8 orang dari SMA ku dan 20 lagi dari SMA lainnya.

“Nanti kita tidak bersaing diantara kita, tetapi bersaing dengan provinsi lain”, kata Mas Agung. Salah satu peserta yang sudah tiga kali mengikuti test di Magelang.

  

Sebelum berangkat ke Magelang, para Pamong memberi kami motivasi dan nasehat karena memang nanti di Magelang kami akan berjuang sendiri tanpa ada pendamping seperti test di daerah.

“Ingat pesan saya, berlari dengan irama dan berlarilah dengan tangan”, teknik mujarab dari Pamong Haris yang selama ini membimbing kami dengan baik sehingga kami mampu melibas semua pesaing.

“Saya hanya berpesan, jangan lupa bernafas dalam kolam”, nasehat singkat dari Pamong Mulyadi yang mengajarkanku tentang nikmatnya berenang.

“Jangan pernah takut karena manusia diciptakan Tuhan dengan sempurna maka selalulah berdoa, Tuhan akan memberimu petunjuk untuk atasi masalah kalian”, nasehat dari Bu Srimul yang menyejukan hati kami.

Kamipun berangkat ke Magelang. Bagiku hari itu pertama kali menginjakkan kaki di tanah jawa. Dalam hatiku bertekad, lulus tidak lulus aku tetap akan di jawa, aku akan merantau bila memang tidak lulus.

Sikap pesimis ini selalu membayangiku karena memang aku bukan siapa-siapa. Tidak ada pejabat yang aku kenal, apalagi saudara karena sisilah keluargaku tidak ada yang menjadi pejabat.

 Tidak ada uang yang aku handalkan, berangkat saja hanya bermodal uang tabungan. Saat itu aku hanya membawa uang lima ratus ribu rupiah. Aku hanya akan berusaha maksimal, hasilnya aku memohon kepada Tuhan.

Selama satu bulan kami mengikuti test, tidak ada yang berbeda dengan test di daerah, hanya saja pesaing kami lebih banyak. Sesuai pesan Pamong, kami hanya cukup melakukan persiapan seperti latihan saja.

Setelah seluruh rangkaian test kami lalui, tiba saatnya pengumuman. Kami dikumpulkan di bola, aku sempat baca nama lapangan itu adalah lapangan sapta marga.

Kami berbaris dengan rapi, setiap kelompok terdiri dari 20 orang. Semuanya diperintahkan membawa semua barang pribadi. Setiap kelompok diperintahkan untuk menaiki bus yang telah disiapkan. Aku tidak tahu maksudnya, apakah ini persiapan untuk pulang karena tidak lulus?

Aku terpisah dengan teman-temanku, jika aku gagal sudah tentu akan pulang sendiri. Semakin galau hatiku.

Bus pun mulai berjalan, aku yang tidak tahu jalan masih bertanya-tanya kemana akan dibawa. Setelah cukup jauh berputar, aku mulai sadar, kenapa bus kembali masuk gerbang Akademi Militer? Ternyata bus kembali ke lapangan bola itu lagi, dan kami diperintahkan untuk kembali berbaris.

Satu persatu nama kami dipanggil, aku mendapat urutan nomor 64. Sampai dengan orang terakhir dengan nomor urut 1.006 dibacakan panitia, kami berbaris rapi.

“Baiklah para Catar sekalian, nomor urut 1 sd 353, kalian dinyatakan lulus menjadi Taruna Akademi Militer, nomor urut 354 sd 504 dinyatakan lulus menjadi Taruna Akademi Angkatan Laut, nomor urut 505 sd 655 dinyatakan lulus menjadi Taruna Angkatan Udara dan nomor urut 656 sd 1006 dinyatakan lulus menjadi Taruna Akademi Kepolisian”, panitia mengumumkan hasil test kami, spontan kami langsung sujud syukur.

Aku tidak tahu, siapa temanku yang lulus dan tidak lulus, karena kami dibariskan di lapangan yang luas itu dan aku tidak dapat melihat teman-temanku.

bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
611
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.6KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.