Wellcome sahabat semesta



Dulu rinduku hanya sebatas titik. Titik rindu yang kini sudah menjadi garis-garis rindu dan menjelma menjadi sebidang tembok tinggi tak berujung. Sukar untuk dijelaskan dan diterjemahkan sebesar apa dan sudah sebanyak apa kerinduan ini. Menyesakkan menyimpan semua rindu sendiri tanpa terobati.

Buliran air mata pun tidak bisa mengurangi kerinduan ini. Apakah menyayangi sesakit ini? Seharusnya dan sebenarnya tidak akan sesakit ini jika aku bisa hanya sekedar mendengar suaranya atau ikhlas akan semua ini.

Alasan dari semua rasa sakit atas rindu ini karena aku belum bisa mengikhlaskan semuanya. Aku manusia yang tidak menerima takdir kehilangan dan perpisahan ini. Dengan dalih karena terlalu sayang. Menjadi sosok yang paling menyayangi dan lupa bahwa semesta lebih menyayanginya dari aku. Hingga semesta memanggilnya untuk terlelap jauh disana dalam dekapan semesta.

Dengan rindu yang menyesakkan ini membuat aku menjadi seseorang yang merasa paling bersedih dan kehilangan. Lupa jika banyak sekali orang diluar sana yang lebih bersedih, berduka dan kehilangan dari aku. Egois sekali aku yang tidak bersedia menerima takdir yang terjadi.

Seseorang berkata padaku malam itu "Kamu bukan orang yang paling bersedih di dunia ini. Jangan terlalu mendramatisir". Jujur dengan sangat malam itu aku terluka dengan kata-katanya dan merasa dia adalah sosok jahat yang tidak pernah mau mengerti kesedihanku. Aku tidak ingin berhubungan atau mendengar suaranya lagi. Salahkah aku yang ingin dimengerti atas kerinduan yang menyesakkan ini?

Itulah secuil kerinduan ku dengan dia. Nantikan cuilan lainnya

See you
SEnd