InaSendry
TS
InaSendry
[COC CLBK] Ikhlas yang Memandu Cinta Kembali
pexels.com

Mata Rana lekat memandang papan nama yang terpasang di bagian depan pintu poli gigi RSUD Kanjuruhan. Salah satu nama itu begitu mengusiknya, karena mengingatkan pada seseorang dari masa lalu. Seseorang yang spesial.

Sambil tersenyum simpul, Rana menggeleng pelan; mengusir kenangan enam tahun silam yang tiba-tiba terlintas. Namun, sia-sia saja. Wajah lelaki bersahaja pemilik tatapan teduh dan senyum tulus itu terlalu kuat untuk dienyahkan dari kepalanya.

Rana melihat ke sisi kanannya untuk menjeda sejenak kilasan memori tentang sang mantan. Ada tiga orang pasien yang lebih dulu datang sebelum ia daftar tadi. Berarti ia akan diperiksa paling akhir.

Sembari menunggu giliran, Rana menyandarkan punggung dan kepala pada penyangga kursi. Ia menyerah ketika kenangan indah dari masa lalu itu mendesak benaknya lagi.

Lelaki bernama Gaffi Ramadhan itu memiliki semua kriteria pendamping hidup bagi seorang Rana Kartika, kecuali keyakinan. Hal paling mendasar untuk pasangan yang akan membangun mahligai pernikahan. Lalu percakapan terakhir yang menjadi alasan perpisahan terngiang kembali.

"Kenapa perasaan kita mesti terhalang keyakinan, Ga? Apakah cinta ini salah?"

"Cinta tak pernah salah, Ran. Kita saja yang membatasi ruangnya, menyekatnya dengan ego harus memiliki. Padahal cinta sejati itu membebaskan orang tersayang untuk memiliki kebahagiaannya."

Pic. Pinterest

"Bagaimana bisa bahagia kalau tidak bersama? Cinta harus bersama agar saling menguatkan."

"Menguatkan? Perbedaan kita ini cukup kuat untuk melemahkan cinta, Ran. Cinta kehilangan makna ketika kita menentang Tuhan."

"Tuhan itu satu kan, Gaf?" isak Rana.

Gaffi menghela napas demi melepas puluhan kilo beban dalam dada. Namun sia-sia, bulir-bulir bening yang membasahi pipi Rana membuat ruang hatinya kembali sesak.

"Ya, Tuhan memang satu, Rana."

"Lalu kenapa ...? Rana menggeleng, tak tahu kalimat apa lagi untuk mengutarakan maksudnya.

Gaffi tersenyum. "Cinta itu anugerah dari Tuhan, Ran. Aku bersyukur bisa merasakannya saat ini, sekaligus tak berdaya untuk melewati tembok yang begitu kokoh. Akan ada banyak luka bila kita paksakan."

"Lalu kita menyerah begitu saja?"

"Kita kembalikan saja cinta ini kepada Yang Menciptakan, Ran. Kita serahkan saja alur kisah cinta ini pada-Nya. Dan jika perasaan ini tidak Dia hapuskan, mari kita saling mencintai dalam doa."

Rana tersenyum kecil mengingat lelaki yang pintar beretorika itu. Dan ia dibuat menurutinya, dengan menyebut nama Gaffi dalam doa setiap rindu itu datang. Akankah Tuhan menghadirkan sosok pendamping yang seperti Gaffi atau mungkin yang lebih baik darinya?

Rana menegakkan punggung, lalu jemari lentik itu mulai mengetik sesuatu. Ia menuangkan kata-kata yang mendadak hadir dalam kepalanya. Ia menulis sebuah puisi di aplikasi ponselnya.

Pic. Pinterest

Quote:


Rana merasa heran, kenapa mengingat sosok Gaffi selalu membuatnya menulis puisi. Padahal waktu sempat menghadirkan dua lelaki lain untuk menggantikan Gaffi, yang juga belum berhasil membawanya ke pelaminan. Hingga sementara waktu, Rana memutuskan untuk tidak lagi memikirkan cinta. Semua ia serahkan pada Tuhan, persis seperti yang pernah Gaffi katakan dulu.

"Rana Kartika." Panggilan dari perawat membuyarkan lamunan Rana.

Ia dipersilahkan memasuki salah satu ruangan dokter. Betapa keras detak jantung Rana saat ini, ketika perawat itu membukakan pintu dan menyuruhnya duduk berhadapan dengan lelaki itu.

Gaffi!

Rana menatap dokter gigi tanpa kedip. Sementara dahi sang dokter mengernyit saat membaca berkas di mejanya. Dengan cepat ia memandang wanita yang menjadi pasiennya saat ini.

"Rana ...?"

Rana hanya tersenyum untuk menutupi debar di dadanya. Meskipun tadi sempat mengingatnya, tapi ia juga tak mengira jika benar sekarang telah berhadapan dengan lelaki itu.

"Apa kabar?" Gaffi menatap Rana tak percaya." Ini beneran kamu? Wow!"

Rana masih tetap tersenyum tanpa menyahuti perkataan Gaffi. Hingga sang dokter mampu menguasai kekagetannya.

"Baiklah. Jadi ... ada keluhan apa, nih?"

"Ehm, geraham kiri yang paling belakang ini ngilu banget kalau dibuat ngunyah. Sudah tiga harian ini."

"Ok. Diperiksa dulu, ya."

Rana beranjak dari kursi menuju tempat duduk khusus pemeriksaan gigi. Perawat yang sudah selesai menyiapkan peralatan Gaffi juga sudah berdiri di dekatnya.

Gaffi mulai mengecek satu per satu gigi Rana. Entah bagaimana perasaannya saat ini. Namun, sikap profesionalnya tetap bisa ia pertahankan.

Tak lebih dari sepuluh menit untuk memeriksa sekaligus melakukan perawatan gigi Rana. Gaffi mempersilahkannya untuk duduk lagi di kursi konsultasi.

Gaffi menjelaskan ada beberapa sesi perawatan gigi yang harus dilakukan beberapa minggu ke depan. Itu artinya, akan ada beberapa kali pertemuan lagi antara Gaffi dan Rana.

Suster asisten Gaffi tadi telah meninggalkan mereka berdua untuk kembali ke ruang perawat. Gaffi menuliskan resep obat dan menyerahkannya kepada Rana.

Rana hendak bangkit setelah mengucapkan terima kasih dan berpamitan pada sang dokter, tapi urung ketika Gaffi mencegahnya.

"Tunggu, tunggu!"

"Ya, Gaf, eh ..., Dok."

"Boleh ngobrol sebentar, ya? Sudah tidak ada pasien lagi, kok. Kamu nggak ada acara penting kan, setelah ini?"

Rana menggeleng. Ia menunggu Gaffi membereskan berkas.

"Ran, kamu apa kabar?"

"Baik, Gaf. Kamu sendiri? Aku kira kamu sudah meninggalkan kota ini."

"Aku juga baik, Ran. Memang sempat dinas di kota lain, lalu dapat tugas di sini. Baru setahun ini. Sudah menikah, Ran?"

Pic.Pixabay


"Belum. Kamu?"

"Aku juga belum." Gaffi menyahut sembari tersenyum.

"Bertunangan mungkin, ya?"

"Belum. Masih jomlo original."

Rana tertawa mendengar istilah yang dipakai Gaffi. Lantas menimpali,

"Sudah kayak barang aja, Gaf. Ada ori, ada KW."

"Kamu sudah ada tunangankah, Ran? Kalau nikah jangan lupa undangannya, ya!"

"Tunangan ama semut?" tandas Rana, membuat Gaffi tergelak.

"Kamu bawa kendaraan, Ran?"

Rana menggeleng. "Aku akan pesan taksi nanti."

"Boleh kuantar? Kamu pasien terakhir hari ini. Setelah beres-beres sebentar, aku bisa mengantarmu."

Akhirnya Gaffi pun mengantarkan Rana. Dalam perjalanan Gaffi melirik Rana yang sudah jauh berubah dari penampilannya dulu.

"Ran, bagaimana ceritanya ... kamu kok berpenampilan begini? Memangnya ...."

"Iya, Gaf. Inilah aku. Entah takdir atau mungkin doamu, yang membawaku pada keyakinan yang sama denganmu saat ini," ungkap Rana sambil menyentuh pelan kepalanya yang berbalut hijab berwarna tosca.

Gaffi tersenyum bahagia mendengar penjelasan Rana. "Aku masih menyimpan rasa itu, Ran. Karena itu, aku tak pernah selesai mendoakanmu."

Rana menoleh ke arah Gaffi yang memegang kemudi. Air mata Rana menetes mendengar kalimat yang dilontarkan Gaffi. Gaffi balas menoleh dan tersenyum kepada Rana. Mata lelaki itu pun tampak berkaca-kaca.

Cinta yang mati suri itu, kini kembali memenuhi dada dua insan, yang pernah mengikhlaskan perasaannya untuk dikembalikan pada Sang Mahacinta.

Tamat

Malang, 6 Juli 2022

Gambar: pinterest, pexels, pixabay
Edit: ToolWiz/InaSendry
Diubah oleh InaSendry 06-07-2022 13:45
bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
14
1.8K
19
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.