diananurulwahyuAvatar border
TS
diananurulwahyu
Tax Avoidance Pada PT Toyota Manufacturing Indonesia





Keterangan:
Artikel untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Etika Bisnis dan Profesi
Nama:
1. Diana Nurul Wahyuni 191011202110
2. Tuspeni Kurniasih 191011201457
Kelas: 06SAKE017
Dosen Pengampu: Puspita Handayani S.E., M.Ak.
Universitas Pamulang
2022







Dalam struktur APBN Indonesia, sumber utama pendapatan kas negara berasal dari pajak. Menurut Rochmat Soemitro yang di kutip oleh Madiasmo, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat di paksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Karena pemungutan pajak ini bersifat memaksa dan adanya perbedaan kepentingan antara negara dengan wajib pajak, dimana bagi negara pajak merupakan sumber pendapatan sedangkan bagi wajib pajak atau perusahaan pungutan pajak merupakan beban yang dapat mengurangi jumlah pendapatan yang diterima nya, maka tidak sedikit para wajib pajak akan melakukan berbagai cara untuk dapat mengurangi dan menekan jumlah pajak yang harus dibayarnya. Salah satu nya adalah dengan melakukan praktik tak avoidance atau penghindaran pajak.

Tax avoidance itu sendiri adalah salah satu praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak untuk dapat mengurangi beban pajak dengan cara memanfaatkan celah peraturan perpajakan dengan tujuan untuk menekan atau meminimalisasi jumlah pajak yang harus dibayar. Secara harfiah, praktik tax avoidance atau penghindaran pajak ini tidak melanggar aturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku, jadi bisa dikatakan praktik ini legal atau sah. Meskipun dikatakan legal, tetapi para ahli telah sepakat bahwa praktik penghindaran pajak ini sangat tidak dapat diterima karena jika praktik ini dilakukan dapat mengurangi sumber pendapatan kas negara. Hal ini sama seperti yang dikatakan oleh The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dimana ia  mendefinisikan tax avoidance sebagai upaya yang dilakukan Wajib Pajak untuk mengurangi kewajiban perpajakannya tanpa melanggar hukum namun sebenarnya bertentangan dengan tujuan yang diatur dalam perundang-undangan perpajakan.

Penghindaran pajak (tax avoidance) dalam literatur manajemen perpajakan secara umum dianggap sebagai upaya tax management yang legal karena lebih banyak memanfaatkan “loopholes” yang ada dalam peraturan perpajakan yang berlaku. Menurut Wijaya (2016) sampai saat ini cara penghindaran pajak sendiri bukanlah hal yang melanggar peraturan perpajakan. Hal ini dikarenakan dengan cara memanfaatkan celah pajak (tax loopholes) untuk mengurangi atau meminimalkan kewajiban perpajakan tanpa melanggar hukum pajak.

Penghindaran pajak yang dilakukan oleh perusahaan, biasanya melalui kebijakan yang diambil oleh pimpinan perusahaan sebagai pengambil keputusan bukanlah tanpa sengaja. Praktik penghindaran pajak juga bahkan sudah terjadi secara global dengan tujuan mendapatkan atau meningkatkan profit. Dari kebijakan pimpinan dan tujuan tersebut, strategi untuk melakukan penghindaran pajak yang merupakan bentuk efisiensi pembayaran pajak dilakukan pihak manajemen sebuah perusahaan dimana yang berkewajiban mengelola dan memanfaatkan sumber daya perusahaan secara efisien dibantu oleh beberapa staf pajak.

Tax avoidance merupakan perlawanan aktif yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengurangi pajak yang mereka bayarkan. Perlawanan terhadap pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif (Brotodiharjo, 2013). Perlawanan pasif berupa hambatan yang mempersulit pemungutan pajak dan mempunyai hubungan erat dengan struktur ekonomi.

Contoh dari pajak pasif misalnya kebiasaan masyarakat desa yang menyimpan uang dirumah atau dibelikan emas, bukan karena meraka menghindari PPh namun mereka belum terbiasa dengan perbankan. Perlawanan aktif adalah semua usaha perbuatan secara langsung ditunjukan kepada pemerintah (fiskus) dengan tujuan untuk menghindari pajaknya baik secara legal maupun ilegal.
Contoh dari perlawanan secara aktif dan legal adalah tax avoidance, dimana tax avoidance menggunakan kelemahan peraturan perundang-undangan (loopholes) untuk memperkecil pajak perusahaan.

Pengertian Tax avoidance
Menurut Pohan (2013), Tax avoidance adalah strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Menurut konsep yang ada tax avoidance tidak dilarang meskipun seringkali mendapat sorotan kurang baik karena dianggap memiliki konotasi negatif ataupun dianggap kurang nasionalis. Tax avoidance dilakukan dengan cara-cara atau strategi perencanaan pajak dan memanfaatkan celah atau kelemahan ketentuan perpajakan.

Contoh saat melakukan tax avoidance adalah dengan cara mempercepat depresiasi sehingga diperoleh nilai penyusutan yang besar. Dalam laporan keuangan penyusutan merupakan salah satu komponen yang mengurangi penghasilan atau laba usaha yang digunakan sebagai dasar perhitungan pajak.

Jenis-jenis dan karakteristik Tax Avoidance
Dalam penerapan nya, James Kessler menyebutkan bahwa tax avoidance ini ada 2 jenis, yaitu penghindaran pajak yang diperbolehkan dan penghindaran pajak yang tidak diberbolehkan. Menurutnya, suatu praktik penghindaran pajak dapat dikatakan diperbolehkan apabila mempunyai tujuan yang baik, tidak digunakan untuk menghindari pajak, sesuai dengan spirit dan intention of parliament, serta tidak melakukan tranksaksi yang direkayasa. Dan sebaliknya, suatu praktik penghindaran pajak dikategorikan tidak diperbolehkan jika mempunyai tujuan yang tidak baik, bermaksud untuk melakukan penghindaran pajak, tidak sesuai dengan spirit dan intention of parliament, serta adanya transaksi yang direkayasa agar menimbulkan biaya-biaya atau kerugian.

Faktor penyebab dan Dampak Tax Avoidance
Permasalahan atau fenomena terkait tax avoidance ini semakin banyak dilakukan sejak diberlakukannya sistem self assessment dalam pemungutan pajak, dimana wajib pajak diberikan kebebasan untuk secara mandiri melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakannya. Karena hal inilah akhirnya menyebabkan para wajib pajak bisa dengan bebas melakukan aktivitas manajemen perpajakan untuk meminimalkan pembayaran pajak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Novrianty et al, 2020) mengatakan bahwa terdapat pengaruh positif antara Profitabilitas terhadap penghindaran pajak. Artinya semakin tinggi profit sebuah perusahaan maka cenderung melakukan praktik penghindaran pajak. 

Selain profitabilitas, transfer pricing juga memiliki pengaruh yang positif terhadap penghindaran pajak. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rifai & Atiningsih, (2019), N. Putri & Mulyani, (2020) dan Hidayat & Wijaya, (2021) yang menyimpulkan bahwa transfer pricing memiliki pengaruh positif signifikan terhadap penghindaran pajak. Hasil ini dapat diartikan bahwa perusahaan pada sektor pertanian menggunakan metode transfer pricing untuk secara aktif mengurangi jumlah pajak yang harus ditanggung perusahaan. Selanjutnya wardani et al (2020) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa penghindaran pajak memiliki pengaruh negatif terhadap struktur modal, dimana perusahaan yang melakukan penghindaran pajak tinggi akan memiliki struktur modal yang rendah.

Dampak paling jelas yang akan timbul akibat dari adanya praktik penghindaran pajak adalah menurunnya tingkat pendapatan negara dari sektor pajak. Selain berdampak bagi negara, penghindaran pajak juga akan berdampak pada perusahaan, yaitu antara lain: menurunkan nilai perusahaan, meningkatnya biaya modal, meningkatnya cash holding, serta turunnya struktur modal.

Pada hakikatnya setiap warga negara memiliki kewajiban perpajakan yang harus dipenuhi sesuai dengan kondisi yang dimilikinya berdasarkan undang-undang yang berlaku. Meskipun sudah ada undang-undang dan peraturan tersebut, tidak sedikit wajib pajak yang masih melakukan kesalahan dalam perhitungan dan pembayaran pajak. Kesalahan tersebut terdapat 2 (dua) kemungkinan yang terjadi, yaitu adanya faktor ketidaksengajaan dan kesengajaan yang dilakukan wajib pajak. Faktor ketidaksengajaan dikarenakan kurangnya pemahaman cara-cara menghitung, melaporkan dan menyetorkan kewajiban pajaknya. Sedangkan faktor kesengajaan dikarenakan wajib pajak bermaksud untuk mengurangi pembayaran pajak atau bahkan menghindari kewajiban pajak.

Faktor kesengajaan tersebut terjadi karena adanya peluang atau celah yang bisa dimanfaatkan. Sama seperti halnya untuk semua peraturan yang ada, peraturan perpajakan yang dibuat baik oleh pemerintah dan lembaga legislatif atau pemerintah sendiri tidak terlepas dari adanya celah (loopholes). Celah peraturan tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu setelah wajib pajak memahami peraturan perpajakan secara komprehensif (Budi, 2013)

Sehingga faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penghindaran pajak telah diteliti oleh Dewi & Sari (2015), Amstrong, dkk. (2015), Swingly & Sukartha (2015), Darmawan & Sukartha (2014), Budiman & Setiyono (2012), dan Irawan & Farahmita (2012). Dari hasil penelitian tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penghindaran pajak perusahaan antara lain penerapan corporate governance, karakter eksekutif, insentif eksekutif dan leverage. Hasil dari penelitian – penelitian diatas ada beberapa yang konsisten tetapi ada juga yang tidak konsisten.

Faktor pengaruh lain sebagai prediktor terhadap penghindaran pajak perusahaan adalah karakter eksekutif. Budiman & Setiyono (2012) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa karakter eksekutif dengan proksi risiko perusahaan berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian (Swingly & Sukartha, 2015). Akan tetapi dalam penelitiannya Dewi & Ratnasari (2015) menyatakan bahwa risiko perusahaan berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Sedangkan insentif eksekutif yang diberikan oleh perusahaan diharapkan bisa menstimulasi kinerja para eksekutif, salah satunya adalah pihak manajemen perusahaan untuk bisa melakukan manajemen pajak.
Amstrong, dkk (2015) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa insentif manajerial berpengaruh positif terhadap penghindaran pajak perusahaan. Akan tetapi Irawan & Farahmita (2012) dengan penelitian yang serupa menggunakan kompensasi manajemen menunjukkan hasil penelitian bahwa kompensasi manajemen berpengaruh negatif terhadap penghindaran pajak. Sedangkan penelitian oleh Dewi & Ratnasari (2015) justru memberikan hasil bahwa insentif eksekutif tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak perusahaan.

Pengukuran Tax Avoidance
Untuk mengukur adanya praktik tax avoidance atau tidak, bisa menggunakan cara berikut:
1. Menggunakan Cash Effective Tax Rate (CETR), metode ini merupakan sala satu cara yang digunakan sebagai rumus untuk mengukur penghindaran pajak dikarenakan CETR dapat menilai pembayaran pajak dari laporan arus kas, sehingga dapat mengetahui berapa jumlah kas yang sesungguhnya dikeluarkan oleh perusahaan. Rumus perhitungan Cash ETR adalah Cash Tax Paid (Beban pajak yang dibayar oleh perusahaan) dibagi dengan Pretax Income (Laba perusahaan sebelum pajak).
2. Menggunakan Effective Tax Rate (ETR), penggunaan metode ini dalam pengukuran Tax avoidance mampu memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai beban pajak yang akan berdampak pada laba akuntansi yang dapat dilihat dalam catatan atas laporan keuangan perusahaan. Effective tax rate (ETR) dapat dihitung dari beban pajak penghasilan (beban pajak kini) yang kemudian dibagi dengan laba sebelum pajak.

Tax avoidance dalam pandangan etika bisnis
Secara hukum, tax avoidance memang tidak melanggar ketentuan yang berlaku sehingga tidak bisa dikatakan sebagai pelanggaran, namun dalam perspektif etika bisnis, praktik tax avoidance tidak sesuai dengan etika karena dilakukan melalui skema dan cara tertentu, sehingga keuntungan yang diperoleh tercatat lebih kecil dari yang sebenarnya sehingga jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil. Berikut adalah analisa praktik tax avoidance berdasarkan pada teori-teori etika.
1. Teori Egoism - Berdasarkan pada teori ini, tindakan Tax avoidance (penghindaran pajak) yang dilakukan oleh perusahaan dikategorikan tindakan mementingkan diri sendiri.
2. Teori Etika Kewajiban (Deontology Theory) - Berdasarkan teori ini, dengan melakukan tindakan tax avoidance berarti perusahaan tidak melakukan kewajibannya dengan baik, karena jumlah pajak yang dibayarkan lebih kecil dari yang seharusnya.
3. Teori tindakan utama - Prinsip utama dalam bisnis adalah kejujuran, kewajaran, kepercayaan, dan keuletan. Berdasarkan pada praktik Tax avoidance (Penghindaran Pajak) maka tindakan ini dikategorikan melanggar etika karena tidak jujur, melanggar kepercayaan, dan bukan perbuatan wajar, baik yang dilakukan oleh wajib pajak maupun aparat pajaknya.
4. Teori etika teonom atau teori etika Ketuhanan - Berdasarkan teori ini, tax avoidance (Penghindaran Pajak) merupakan tindakan melanggar agama, karena dalam agama dianjurkan untuk berbuat jujur dalam kegiatan bisnis.

Jadi dapat disimpulkan bahwa para wajib pajak atau pengusaha yang melakukan tax avoidance atau praktik penghindaran pajak, dapat dikatakan telah melupakan dan melanggar etika dala berbisnis. Hal ini karena pajak yang apabila dibayar dengan semestinya akan dapat mendukung pembangunan da ekonomi negara, namun karena adanya praktik penghindaran pajak, maka sumber pendapatan negara akan menurun dan akibatnya pembangunan ekonomi negara juga akan terhambat. Sehingga dapat dikatakan bahwa dengan adanya Tax avoidance (penghindaran pajak), maka perusahaan dapat dikatakan telah merugikan negara dan mengabaikan kesejahteraan negara.


Contoh kasus Praktik Penghindaran Pajak: PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
Mengutip pernyataan Kepala Sub-Direktorat Transaksi Khusus Direktorat Jenderal Pajak, Imanul Hakim melalui (Sugiharto, 2014) menyatakan bahwa terdapat empat sektor industri di Indonesia yang ditengarai rawan melakukan penghindaran pajak lewat transfer pricing. Keempat sektor itu adalah pertambangan, perkebunan, elektronik dan otomotif. Terkait dalam pernyataan tersebut PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan di sektor otomotif yang telah melakukan penghindaran pajak melalui transfer pricing.

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia terendus melakukan penghindaran pajak melalui transfer pricing setelah Direktorat Jenderal Pajak secara simultan memeriksa surat pemberitahuan pajak tahunan (SPT) PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia tahun 2005, diikuti pemeriksaan pajak tahun 2007 dan 2008 dikarenakan pada tahun-tahun tersebut Toyota mengklaim kelebihan membayar pajak dan meminta negara melakukan restitusi. Setelah dilakukan pemeriksaan pajak, ternyata petugas pajak menemukan bahwa telah terjadi penghindaran pembayaran pajak senilai Rp 1,2 triliun melalui transfer pricing. Dengan modus sederhana, perusahaan multinasional yang bergerak di bidang otomotif tersebut memindahkan beban keuntungan berlebih dari satu negara ke negara lain yang menerapkan tarif pajak lebih murah (tax haven). Pemindahan beban dilakukan dengan memanipulasi harga secara tidak wajar (Sugiharto, 2014).

Sugiharto (2014) dalam Tempo juga menyatakan sejumlah temuan tersebut juga mengindikasikan bahwa Toyota Indonesia menjual mobil-mobil produksi mereka ke Singapura dengan harga tidak wajar pada dokumen laporan pajak Toyota pada tahun 2007. Sepanjang tahun itu, Toyota Motor Manufacturing di Indonesia tercatat mengekspor 17.181 unit Fortuner ke Singapura. Dari pemeriksaan atas laporan keuangan Toyota sendiri, petugas pajak menemukan bahwa harga pokok penjualan atau cost of goods sold (COGS) fortuner itu adalah Rp 161 juta per unit. Anehnya, dokumen internal Toyota menunjukkan bahwa semua Fortuner itu dijual 3,49 persen lebih murah dibandingkan nilai tersebut. Artinya, Toyota Indonesia menanggung kerugian dari penjualan mobil-mobil itu ke Singapura. Temuan yang sama juga terlacak pada penjualan mobil Innova diesel dan Innova bensin.

Pemeriksa pajak lalu mengkoreksi harga pada transaksi Toyota Motor Manufacturing Indonesia kepada Toyota Motor Asia Pacific di Singapura. Hasilnya fantastis omzet penjualan Toyota Motor Manufacturing pada 2007 jadi melonjak hampir setengah triliun dari laporan awal perusahaan itu. Nilainya sekarang menjadi Rp 27,5 triliun. Petugas pajak kemudian memeriksa laporan keuangan Toyota Manufacturing pada 2008. Modus ekspor dengan nilai tak wajar juga berulang pada tahun itu. Koreksi serupa dilakukan dan ternyata nilai omzet Toyota tahun itu melonjak dari 1,7 triliun menjadi Rp 34,5 triliun.


DAFTAR PUSTAKA

Bosco dan Mittone dalam Sri Hutami, Jurnal Tax Planning (Tax Avoidance dan Tax Evasion) Dilihat Dari Teori Etika, (2013), h.57
Juduena, E. (2014, 06 13). Kompas.com. Retrieved from Kompas.com: https://amp.kompas.com/money/read/20...isetoran-pajak

Hanlon, M., Maydew, E. L., & Saavedra, D. (2017). The taxman cometh: Does tax uncertainty affect corporate cash holdings? Review of Accounting Studies, 22(3), 1198–1228.

Hutchens, M., & Rego, S (2013). Tax Risk and The Cost of Equity Capital. Journal, Indiana University

Kessler, J. (2005). Tax Avoidance Purpose and Section 741 of the Taxes Act 1988. British Tax Review, 4, 375.

Midiastuty, P. P., Eddy, S., & Kristiana. (2017). Pengaruh Penghindaran Pajak Terhadap Struktur Modal Perusahaan, 37–61.

Novriyanti, Indah., & Dalam, W.W.W., (2020). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penghindaran Pajak. Journal of Applied Accounting and Taxation, 5(1), 24-35

Putri, N., & Mulyani, S. D. (2020, April). Pengaruh Transfer Pricing dan Kepemilikan Asing Terhadap Praktik Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) Dengan Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Variabel Moderasi. In Prosiding Seminar Nasional Pakar (pp. 2-4).

Rifai, A., & Atiningsih, S. (2019). Pengaruh leverage, profitabilitas, capital intensity, manajemen laba terhadap penghindaran pajak. ECONBANK: Journal of Economics and Banking, 1(2), 135-142.

Santa, S. L. L., & Rezende, A. J. (2016). Elisão fiscal e valor da firma : evidências do Brasil. Revista Contemporânea de Contabilidade, 13(30), 114–133.

Shevlin, T., Urcan, O., & Florin, V. (2013). Corporate Tax Avoidance and Public Debt Cost, 1–59.

Supramono, Theresia. 2015. Perpajakan Indonesia Mekanisme & Perhitungan. Yogyakarta : Andi.

Wijaya, S., & Hidayat, H. (2021). Pengaruh Manajemen Laba Dan Transfer Pricing Terhadap Penghindaran Pajak. Bina Ekonomi, 25(2), 61-79.

Wardani, D. K. (2020). Dampak Riil Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Akmenika: Jurnal Akuntansi dan Manajemen, 17(1).

Zaki, F., Ginting, B., Devi, K., & Bariah, Ch. (2019). Analisis Hukum Terhadap Tindakan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance) yang Dilakukan oleh Perusahaan Berdasarkan Hukum Pajak di Indonesia. Usu Law Journal, 7(6), 1-15.



0
3K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Komunitas Bahasa
Komunitas Bahasa
146Thread367Anggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.