senja.idAvatar border
TS
senja.id
[COC_CLBK2022] Kembalinya Senjaku yang Hilang (Cerpen-SFTH)

Image by : Senja.id


Hari ini, aku mulai bekerja disalah satu perusahaan besar di Ibu kota.
Bersama Alita teman smpku dulu yang sudah lebih dulu bekerja disana, kami sama-sama menjadi cleaning serviceatau lebih tepatnya office girls.

Sepanjang melangkah kaki, Alita terus mengamit lenganku seperti menggandeng orang buta menyebrangi jalan. Hingga kerap beberapa pasang mata memerhatikan kami, tapi lebih tepatnya aku.

Aku mengenakan pakaian biasa karena belum punya. Kata Alita, ada pakaian bekas pegawai sebelumnya yang bisa aku kenakan nanti.

Kami masuk kedalam sebuah pintu besi besar yang kebanyakan orang menyebutnya lift, Sedangkan aku menyebutnya pintu ajaib doraemon, karena jika kita memasukinya bisa berpindah tempat.
Selain kami berdua, ternyata ada 3 orang laki-laki yang ikut masuk, mereka bernampilan sangat rapih, dari mulai dasi hingga setelan jasnya. Mirip artis diflm FTV.
Bau semerbak menyeruak kedalam hidungku, paduan pewangi dalam lift dan juga parfum abang-abang tamvan.

Ya tuhan, apakah ini yang sebut syurga? Penuh dengan keharuman serta bidadari, eh mungkin bidadara, kan cowok.

"Nath, Ayo! Kamu betahan bener yah didalam lift." Alita membuyarkan lamunanku, aku segera mengikuti Alita yang sedikit mengerungkan wajahnya.

Sesampainya dipantri, seseorang memanggilku agar menemui Bu Fatma, selaku pengawas cleaning service untuk bincang-bincang terlebih dahulu.

.

Bu Fatma memintaku untuk mengantar segelas kopi keruang pak direktur, ini adalah ajang pelatihan pertama.
Ia memberi arahan terlebih dahulu agar aku tidak tersesat. Ia juga meminta agar aku sekali-kali bertanya pada orang jika merasa ragu mengambil jalan.

Tadinya aku ingin diantar Alita, tapi dilarang. Katanya, harus belajar mandiri dari awal.

Aku berjalan perlahan, membawa kopi diatas nampan agar kopi itu tidak terjatuh ataupun menyenggol orang. Beberapa kali aku bertanya pada orang mengenai ruang Pak direktur. Sekitar 2 menit akhirnya aku sampai.

Kuketuk pintu perlahan, seseorang didalam menyahut.

"Siapa?" tanyanya.

"Anu, sa-saya mau ngantar kopi, Pak," jawabku terbata.
Elah, kayak mau nemuin hantu ajah.

"Masuk!" imbuhnya.

Aku langsung membuka pintu itu dengan susah payah, hingga seseorang yang kebetulan lewat memberi tahu kalau pintunya didorong kedalam bukan ditarik keluar. Lah ... iya juga kenapa aku bisa lupa, yah.

Duuh! Saking geroginya ini.

"taruh dimeja!" perintahnya. Ia duduk membelakangi hinga aku tidak bisa melihat wajahnya.

Saat beberapa langkah lagi menuju meja, ia membalikan badan membuat detup jantungku senam tak karuan.

Ia memindaiku dari ujung kepala sampai kaki, hingga bibirnya terangkat keatas melekukan senyuman.

"Natasha?" ujarnya.

Aku memantung ditempat, menatap ciptaan tuhan yang nyaris sempurna.
Wajahnya yang putih bersih, disertai junggut tipis, benar-benar aduhai ...

Astaga! bisa-bisanya.

Aku cepat-cepat mengaguk mengiyakan. "Bapak tau nama saya?" Kelima jari kaki mulai tak bisa diam, menetralkan detak jantung yang jedag jedug. Apa Bu Fatma yang memberi tahunya?

Aku perhatikan kembali lekukan wajah pak Direktur itu, cukup familiar. Sepertinya aku pernah melihatnya. tapi dimana?

"Ini aku, Andre. Andreas Wijaya. Kamu lupa?" tanyanya, mengunci rapat pandanganku saat ini.

'pranggg!' cangkir ditanganku repleks terjatuh sebelum kuletakan diatas meja.

Andreas Wijaya.. Nama itu ... tentu saja aku mengingatnya. Seseorang yang dulu mengucap janji sebelum akhirnya ia pergi.

Flash back on ...

Masa-masa SMA memang sangat menyenangkan, sebelum kita harus memikirkan masa selanjutnya.
Disekolah, aku kerap mengikuti kegiatan perlombaan bersama teman sekelasku. Ia seorang ketua kelas yang sering jadi pusat perhatian para siswi, bukan karena ketampanannya juga karena kepintaranya.

Kami sering mengikuti lomba olimpiade hingga tingkat provinsi. Pernah sekali ikut sampai mewakili Indonesia di Banda Aceh. Namun kami sama sekali tidak masuk 10 besar. Persaingannya terlalu ketat.

Kerena itu, kami kerap pergi berdua. Dari mulai keperpustakaan hingga keruang guru untuk pelajaran tambahan.
Banyak dari teman-teman sekelas yang menjodoh-jodohkan kami. Setiap kami berjalan berdua, kata 'cie cie' tidak berhenti dari mulut mereka.

Sebetulnya jika boleh jujur, aku memang menyukai Andreas, jauh sebelum akhirnya ia menyatakan perasaanya. Tepat pada ulang tahunnya yang ke 17tahun.

Ketika itu, teman-teman sekelas merayakannya sepulang sekolah. Andreas menginginkan aku yang memegangi kue ulang tahun untuknya, ia juga memberikan aku suapan pertama.

Hari terus berlanjut, kami lengket seperti lem dan kertas. Hingga guru gurupun mengetahui. Mereka tidak melarang. Justru mengharapkan agar hubungan kami kelak menjadi penyemangat dalam belajar masing-masing.

Andreas sosok pria yang dewasa, namun sedikit manja. Tiap hari aku diantar jemput olehnya dengan motor kesayangan. Ia termasuk anak paling kaya disekolah. Sedangkan aku, jangan tanya sekolah ajah hasil beasiswa.

Setiap waktu senggang, Andreas selalu mengajaku keliling pantai Ombak tujuh. Tempat yang sangat indah dengan pasir berwarnakan pink flango. Ombaknya menggulung tujuh umpakan setiap gulungannya.

Kami menghabiskan waktu disana sampai senja menampakan kilaunya.
Katanya kala itu, Senja adalah dia. Yang akan selalu menyembuhkan lukaku disetiap kehadirannya.

Ia juga berjanji, ibarat senja yang berulang kali pergi, ia akan kembali untuk mengukir senyuman indahku.

Itulah janjinya, hingga akhirnya hubungan kami berakhir seusai kelulusan. Andreas bilang ia ingin fokus untuk kuliah, agar kelak manjadi orang sukses dan bisa membawaku hidup bahagia bersamanya.
Berbulan bulan hingga bertahun-tahun. Sama sekali tak ku ketahui kabarnya. Apalagi setelah ia pindah rumah keluar kota.

Flash back off ...

***

"Ada apa, Nat? Muka kamu terlihat pucat dan tegang." Alita menghampiri, menempelkan telapak tangannya didahiku.

"Panas. Kamu sakit?" tanyanya, menatap wajahku minta jawaban.

Aku menarik napas perlahan, lalu menggelengkan kepala tanda bahwa aku baik-baik saja.
Meski sebenarnya ada suatu yang berkecamuk didalam dadaku.

Seusai memecahkan gelas tadi, aku langsung pamit membersihkan. Andreas sempat meminta agar yang lainnya saja membersihkannya, aku menolak.

Ia sempat bertanya kabar sebelum akhirnya aku berlalu pergi.

"Lit, kamu tau Pak direktur kita?" tanyaku pada Alita yang saat ini duduk santai menikmati jam istirahat.

"Ya, tau. Namanya Pak Andreas. Dia ganteng banget parah!" ungkapnya dengan mata berbinar.

"Udah kaya, pinter, baik lagi. Cocok banget deh dijadikan gebetan. Tapi sayang seribu sayang. Katanya, Pak direktur udah dijodohin sama anak pemilik perusahaan ini." Mata Alita yang berbinar tadi berubah dengan tatapan sendu.

Sebaliknya, mataku justru memincing dengan alis yang saling bertaut.

"Dijodohkan? Andreas dijodohkan, benarkah?" gumamku dalam hati.

"Kamu kenapa tanya gitu, suka yah kamu sama pak direktur. Jangan deh Nat sainganmu berat," imbuhnya.

Alita nggak tau ajah kalau orang yang sempat ia puji tadi adalah orang sempat tergila-gila padaku.
Nggak kebayang, apa reaksinya nanti.

"Yoi, Mbak. Dari pada sama Pak Andre, mending sama saya ajah gak kalah ganteng kok sama beliau, cuman kalah tebal ajah duitte." Mas Parjo salah satu office boy yang tengah mengaduk kopi hitam itu tiba-tiba ikut menimpali.

Orang-orang yang lainnya saling bersuatan, meneraiki dan sesekali mencibir Mas Parjo.

"Jangan deh, Nat. Aduuh bisa makan hati kamu dekat sama dia," ujar Riska, gadis manis dengan kacamata bulat diwajah ovalnya.

Parjo yang mendengarnya langsung memutarkan bola matanya tak terima.

"Makan hati apa toh, Mbak. Kaya kanibalisme gitu?" timpalnya dengan bibir mengkerucut.

Aku, Riska dan Alita hanya tersenyum smirk mendapat wajah kusut Parjo saat ini.

Ngomong-ngomong tadikan lagi bahas pak direktur, sekarang kok malah Mas Parjo?
Dah, lah yang penting Parjo bahagia, eh!


"Natasha!" Panggil seseorang perempuan diseberang pintu, merasa terpanggil akupun langsung menghampirinya.

"Iyah, Bu?" tanyaku pelan agar terkesan sopan. Ia adalah Bu Fatma, Bu pengawas yang sikapnya suka berubah.

"Ikut saya. Riska, Amin dan Meli juga," ujarnya menunjuk beberapa orang dibelakangku.

"Ada apa, Bu?" tanya Riska memulai percapakan setelah setengah perjalanan.

"Nanti malam kita mau ngadain pesta, kita akan bantu bantu menghias dekornya," jawab Bu Fatma tanpa menoleh ke arah kami.

"Pesta untuk apa, Bu?" tanyaku penasaran.

"Kurang tahu, dengar dengar dari karyawan lain sih pesta atas kedekatan Bu Sandra dan Pak Andre," Imbuhnya.

Aku hanya menarik kedua bibirku kedepan seakan berujar,'oh'

"Pak Andre sama Bu Sandra emang cocok banget. Serasi," ucap Meli mengikuti obrolan. Matanya cerah ketika mengucapkan kata itu.

"Hmm, Siganteng emang milik sicantik, yah." Riska memajukan bibir bawahnya kecewa.

Aku dan lainya hanya diam, membenarkan ucapan Riska barusan.

***

Acara yang dianti berjalan dengan ramai meski sederhana. Semua karyawan termasuk para pekerja Cleaning service seperti kami ikut menghandiri.
Hanya saja, kami harus ada jarak (tidak boleh terlalu dekat dengan mereka yang jabatannya lebih tinggi) sambil sesekali menyuguhkan minuman dan makanan.

"Huuhhh! Prok... Prok!" suara tepuk tangan bergemuruh ketika nampak seorang pasangan dengan setelan baju senada. Si pria mengenakan kemeja abu tua dengan bwahan warna sama. Sedangkan perempuannya mengenakan dres putih selutut dengan kerlap kerlip dibagin dadanya. Wajahnya sangat bersinar dengan kelopak mata yang sangat indah.
Membuat para ciwi iri melihatnya.

Suara alunan musik mengiringi acara ini dengan santai. Lampu warna warni mendomimasi diseluruh ruangan.

Semua orang terlihat bahagia ketika melihat pasangan muda itu saling melemparkan canda.
Sedangkan aku. Tentu saja ikut bahagia meski ada sesutu yang mengganjal didadaku.

Disaat aku tengah mengantarkan minuman jus kesalah satu meja. Seseorang dari meja depan tidak sengaja menjatuhkan gelas. Sebagian orang mengalihakn perhatiannya pada orang itu, pria dengan jas biru navy yang berjabat sebagai sekertaris di perusahaan ini.

"Eh, kamu. " Andreas menunjuk ke arahku, aku menatap wajahnya menunggu ia melanjutkan. Ada apakah gerangan?

"Iya kamu. Tolong bersihkan dan benahi pecahan belingnya, yah. Jangan sampai terisa, bahaya" lanjutnya.

Aku mematung sekilas mendengar ucapannya, Bu Sandra sedikit menegur pelan Andreas agar office boy ajah yang melakukannya, namun pria itu malah membatah.

"Yah, gak apa-apa. Memangnya kenapa?" ujarnya, lalu melanjutkan aktifitasnya kembali.

Entah mengapa, tiba-tiba dadaku terasa sakit. Perlahan cairan bening turun dari hidungku, buru buru ku mengelapnya dengan telapak punggungku.
Jangan sampai orang-orang melihatnya, bisa jijik mereka.

Acara berlangsung cukup lama. Setelah pertunjukan dansa antara Andreas dan Bu Sandra sebagai penutupan, kami pun diperbolehakan untuk pulang.

Aku berjalan gontai perlahan. Alita tadi pamit pulang duluan karena celananya kotor akibat menstruasi dadakan.
Kini sudah menunjukan pukul 10 malam, aku gak tau apa masih pesan gojek atau tidak.

Dari kejauhan, terlihat pengendara MoGe jenis Kawasaki ninja melaju kearahku.
"Ayok naik!" ujar sipengendara ketika sampai disebelahku.

"Ke-- kenapa?" kata itu terlontar begitu saja dari mulutku.

Pria yang mengajaku tadi justru hanya menatapku diam. Ia hanya memberi intonasi agar aku cepat naik.

Perlahan motor mulai melaju membelah jalanan. Aku hanya diam atas sikap pria yang kini memboncengiku.
Ia Andreas, orang yang diam-diam aku harapkan kembali lagi, namun sudah berjodoh dengan orang.

Dalam pertengahan jalan, ia menepikan motornya kepinggir jalan yang ada penjual nasi goreng.

Ia memintaku turun dan mengikutinya.

"Ngapain kita kesini? Kos-annya masih jauh." Aku menatap wajahnya berharap suatu kata indah terlontar dari bibirnya. Tentang aku atau janji yang sempat dulu ia ucap.

Bukannya menjawab ia justru memesan makanan, lalu duduk dikursi panjang.

"Mas, pesen nasi gorengnya dua, yah. Makan disini."

Mas penjual Nasgor itu menganguk. Tangannya begitu linghai memainkan cawan.

"Kamu pasti belum makan, kan?" tanyanya, dengan sorot mata hangat yang sangat aku rindukan.

Aku hanya diam, bingung bagaimana mesti menyikapinya saat ini.
Menanggapinya sebagai atasan atau mantan hilang yang aku rindukan?

"Gimana kabar teman teman kita dulu. Udah lama aku nggak dengar tentang mereka." ucapnya mencoba mencairkan suasana.

"Teman-teman dikampung pada banyak yang nikah, Pak." jawabku mencoba mengulas senyum. "Si Astrid ajah kini udah punya dua anak."

Astrid adalah salah satu teman dekatku semasa SMA.

"Wah, serius? Sama siapa dia nikah?" Matanya berbinar. Ia sangat antutias ingin mendengar kelanjutannya.

"Indra, pacarnya dari SMA. yang tanggal jadiannya sama kaya kit ... " Aku cepat menjeda kalimat itu. Kenapa bisa-bisanya aku keceplosan.

"Ohhhh," jawabnya panjang.

Tanggepannya cuman 'oh'?
Nggak berperasaan.


"Selamat yah Pak atas tunangannya sama Bu Sandra." Aku mengulas senyum bersikap seolah ikut bahagia.

Andreas sedikit memiringkan kepala mendengar ucapanku barusan. Lalu mengangguk mengiyakan.

Seusai makan, kami pun melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
Sebelum itu, ia membuka jasnya lalu mengenakannya ditubuhku.

Kenapa ia membuatku salah paham dalam menanggapi sikapnya.
Seharusnya tak payahlah bersikap seperti ini. Membuat aku berharap pada suatu yang tidak pasti.


dari sudut mataku perlahan buliran hangat mengalir begitu saja, hingga membuat aku sedikit terisak.
Andreas yang melihat dari kaca sepion langsung menarik lenganku kedepan.
Aku tidak menolak, justru mengaitkannya lebih erat.
Biarlah hari ini aku memeluknya, sebelum ia benar-benar pergi dalam hidupku.


Quote:

**


Sesampainya dikos-an, sebuah pesan wa dari nomer tak dikenal mengirimi poto.
Poto dua orang yang tengah menikmati senja di tepi pantai.
Dibawahnya tertulis. ["Kini senjamu telah kembali. Lalu kenapa masih bersedih?"]

Belum juga aku membalas, nomer itu mengetik kembali pesan.
["Tadi tuh pesta biasa bukan tunangan. Dasar cengeng!"] Isi pesan itu.

Aku berulang kali membaca pesan itu untuk mencernanya, hingga akhirnya aku memahaminya.
Ah, dasar! Natasha lelet!

Ribuan bunga seakan mekar dihatiku, aku tersenyum senang, mendekap handpondku ke dadaku.

"Kamu kenapa, Nat? Alita yang baru saja keluar dari kamar mandi memandangiku terheran.

"Ehe, rahasia."

Tamat ...


➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖


Cerita ini hanya fiktp belaka, bila ada kesamaan alur dan tokoh dll. Mungkin hanya kebetulan saja. So, mohon untuk memaklumi. (。’▽’。)♡

Terima kasih buat yang sudah berkenan mampir. Silahkan krisaran, saya masih belajar dalam penulisan maupun memainkan alur.
Salam hangat dari Mas Parjo, muach! (・´з`・)♥
bukhoriganAvatar border
terbitcomytAvatar border
terbitcomyt dan bukhorigan memberi reputasi
10
1.1K
13
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.