afryan015
TS
afryan015
Merebut Serpihan Hati [COC - SFTH] CLBK 2022



Hari – hari yang terlewati sudah tidak seperti dulu lagi, hitungan sudah menjadi tahunan, sejak perpisahan itu terjadi dan tidak pernah sekalipun bertemu lagi dengannya.

Sepanjang hari yang teralui hanya ada rasa sepi, hampa tanpa ada kehadiran darinya, karena dahulu terbiasa di hiasi canda tawa, mulut bawel, keisengannya dan lain sebagainya yang selalu saja membuat hidupku serasa berwarna.

Kini aku sangat merindukan suasana yang selalu tercipta manis bersama dengan Sinta, gadis cantik, pemilik parfum lavender. Yang jarang sekali di minati oleh gadis-gadis seusianya.

Suatu hari, saat menempuh perjalanan pulang dari tempat kerja, menyempatkan diri untuk mampir terlebih dahulu kesebuah minimarket ditepi jalanan, hanya untuk membeli secangkir kopi. Lagipula saat itu gerimis, turun dengan manjanya air air darj langit dan aku tidak membawa jas hujan. Jadi memilih untuk berteduh.

Padahal berharap bisa menikmati kopi dirumah, sambil bersantai ria karena penat, akibat dari pekerjaan yang setiap hari menumpuk di meja kerja. Dan hari ini dengan sengaja menikmati kopi, di supermarket yang sudah tersedia meja dan kursi.

Setetes demi setetes kopi masuk tenggorokan, hingga aroma kopi mengingatkan aku kepada paras Sinta, wajah ayu yang selalu menampilkan lesung pipi, serta kelakarnya yang membuat segala suasana menjadi lebih seru dan mengasikan.

"Ah, rindu yang tidak ada obatnya!"

Namun lamunanku buyar seketika, dengan munculnya suara yang berasal dari sebuah kendaraan yang tergelincir, jatuh terseret aspal yang lumayan jauh. Mungkin sekitar beberapa puluh meter.

Bangkit dari tempat duduk dan menghampirinya. Untung saja jalanan saat itu sedang sepi, jadi tidak membuat kecelakaan semakin parah. Kecelakaan terjadi di waktu magrib. Lingkungan sekitar juga nampak sepi, karena hujan membuat banyak orang malas untuk keluar rumah, hanya ada beberapa ojek payung dan tukang parkir saja.

“Waduh mbak, lain kali hati-hati saat cuaca tidak bagus seperti ini." Sambil berusaha untuk mengangkat motornya terlebih dahulu karena posisinya tertindih motor.

“iya mas, aduh kaki saya sakit sekali,” sambil menahan rasa sakit, dia merespon pertolongan dariku.

Setelah motor berhasil terangkat, beberapa warga mendatangi kami, salah satu warga langsung mengambil alih motor, yang sudah berhasil aku berdirikan dan beberapa warga lainnya membantu, dengan mengambil barang bawaannya yang sudah berserakan, karena nampaknya sehabis pulang kerja, dia juga baru berbelanja.

“Sebentar, Mbak, sini saya bantu,” awalnya aku hanya berniat untuk memapahnya kepinggir, dengan cara memposisikan tangan berada dipunda, namun ternyata dia kesusahan untuk berdiri.

“Aduh mas, Mas kaki saya sakit sekali, tidak kuat untuk berdiri,” cewek tersebut merintih kesakitan.

“Tahan sebentar, Mbak! Biar aku papah, agar tidak jatuh lagi."

"Iya, terimakasih."

"Boleh saya liat lukanya?” memapah sampai ke sebuah kursi, milik pedagang yang mangkal di sekitar kejadian, kemudian memeriksa kakinya.

“Waduh, Mbak. Kakinya lecet. Tunggu di sini, aku akan mencarikan sesuatu untuk lukanya."

“Aduh, Mas terimakasih, kayaknya kakiku terkilir mas,” cewek itu mencoba berjalan perlahan namun tetap merasa kesakitan.

“Waduh, maaf nih, Mbak, kalau seumpama saya gendong sampai ke minimarket itu, mau tidak? Hujannya membuat luka semakin perih bukan?” cewek itupun mengangguk tanda setuju.

Sampai saat itu aku masih belum melihat wajahnya, karena masih tertutup oleh helm dan jas hujan yang dia pakai, akupun menggendong cewek itu kearah minimarket dimana aku duduk tadi. Karena barang bawaannya semua masih ada disana, dan motor cewek ini juga oleh warga diparkirkan didepan minimarket.

"Tunggu di sini ya, Mbak!"

Aroma parfum yang dikenakannya, mengingatkan aku pada seseorang, membuatku kepikiran kembali tidak fokus dengan keadaan sekitar nya, bahkan sampai menabrak seseorang yang baru saja keluar dari minimarket.

"Maaf, Dek!"

"Iya santai aja, Bang."

'Sial! Susah sekali move on dari dia.' merutuk dalam hati tentang kejadian yang baru saja terjadi.

Entahlah! Memang sangat lah sulit perasaanku ini, untuk menghilangkan sosok yang aku cintai itu.

Kemudian masuk kedalam minimarket untuk membeli obat merah, obat penahan nyeri, segelas air dan sedikit roti. Yang mana untuk kuberikan pada cewek tersebut.

Setelah selesai membeli, kuberikan airminum dan juga roti serta obat penahan nyeri kepadanya, mengangkat kakinya lalu meletakan dipaha, untuk di obati.

“Maaf ya, Mbak, ini kakinya saya angkat dulu biar saya obati,” ucapku meminta ijin mengobati.

“Iya, Mas maaf jadi merepotkan nih!” Terlihat nadanya merasa tidak enak padaku.

“Tidak apa-apa, sesama manusia sudah seharusnya saling tolong menolong. Oh ya, Mbak. Helmnya dilepas dulu saja, biar lebih tenang.” Memberinya saran, namun anehnya jantungku tiba-tiba berdetak tidak normal.

"Eh iya, Mas. Tadi masih panik jadi bingung,” jawab cewek itu yang kemudian melepaskan helm nya.

Aku masih fokus mengobati kakinya ini, sebenarnya aku sama sekali tidak fokus saat dia membuka helmnya, hanya saja parfum ini benar-benar membuat diriku keedanan sendiri. Salah tingkah seperti anak ABG yang baru saja bertemu dengan kekasihnya.

Selesai memberi obat dikakinya yang terluka, menurunkan kaki, setelah itu menanyakan alamat rumahnya. Namun aku sempat terkejut, saat melihat wajah wanita tersebut, karena ternyata dia benar-benar mirip dengan Sinta.

“Loh kamu!”

“Ada apa? Apa kita pernah ketemu, Mas?” Dia bertanya seolah amnesia dan tidak mengingat diriku.

“Kamu Sinta kan? Apa kamu lupa sama aku?” Terlihat cewek ini sangat kebingungan.

“Iya, mas siapa ya?” sambil menerka-nerka dia melihat wajahku.

“Ee maaf, Mas, sepertinya saya sudah harus pergi,  sudah dijemput.” Seolah-olah telah mengingatku, namun setelah itu pergi begitu saja, bebarengan dengan mobil yang datang, ternyata tadi dia telah menelfon seseorang untuk menjemputnya.

Aku yang yakin dia adalah Sinta kekasihku dulu, hanya bisa terdiam melihatnya berlalu pergi dengan kaki yang masih terasa sakit dan melihatnya berjalan pincang, cewek itu kemudian masuk kedalam mobil, dan motor yang dinaikinya tadi dibawa oleh seseorang yang turun dari mobil itu, aku sama sekali tidak bisa berkata kata sama sekali, dan hanya terdiam seribu bahasa.

*

Tiga bulan sudah berlalu dan selama itu juga aku terus mencari keberadaan Sinta, merasa yakin dia masih ada dikota ini, karena pekerjaannya ada di suatu tempat yang berada di sini, sebab

beberapa kali aku mengingat ingat apa seragam yang dikenakannya, saat bertemu malam itu, namun sangat sulit, karena dia masih mengenakan jas hujan.

Hingga suatu ketika saat berada di mall dan saat sedang menikmati makan siang, bersama teman-teman kerjaku, tiba-tiba saja mataku difokuskan pada salah satu kejadian disana, dimana ada seseorang yang sedang bertengkar dengan pasangannya, pertengkaran itu menjadikan semua mata tertuju pada mereka dan baru menyadari, yang sedang bertengkar itu adalah Sinta namun entah dengan siapa, apakah pacar barunya atau malah tunangannya, sampai pada akhirnya tangan pria tersebut menampar Sinta.

“PLAAKKK,” sebuah tamparan mendarat di pipi Sinta, melihat kejadian itu, aku langsung berlari kearah mereka.

“Hey Yan, mau kemana” teman kerjaku melihatku berlari kearah mereka.

“Apa!? Mau nangis!? Nangis aja, biar semua liat kesini” ucap lelaki yang menampar Sinta.

“Hey apa apaan ini, yang bener aja mas, jangan kasar sama wanita dong!” Merasa tidak terima dengan perlakuannya.

Melihat kedatanganku sepertinya Sinta sadar siapa aku dan itu terlihat sekali pada ekspresi wajah ketika melihatku, sambil tangannya memegang pipi menahan rasa sakit dari tamparan lelaki brengsek ini.

"Udah, Mas, tidak usah ikut campur urusan saya, ini urusan saya sama tunangan saya,” jawaban lelaki ini membuatku kembali diam seribu bahasa.

Sinta langsung pergi dari tempatnya berada, tanpa mengatakan sepatah katapun, sambil menahan air mata yang hampir tak terbendung itu, kemudian lelaki yang mengaku sebagai tunangan, mengikuti dari belakang dan terus mengucapkan seribu makian, yang membuat dadaku kepanasan, kembali hanya bisa berdiam diri melihat Sinta yang sudah bertunangan menjauh.

Namun dalam batinku apakah benar itu tunangannya, dan andaikan iya apakah itu memang kemauan dia atau bagaimana, aku terus mengumpulkan info info tentang Sinta, hal apapun yang berkaitan dengan Sinta harus aku dapatkan.

Kejadian kekerasan terhadapnya selalu saja terjadi, entah menyaksikan sendiri, atau mendapat kabar dari teman teman, yang mengetahui bahwa Sinta dulunya adalah mantan kekasihku, walaupun dia kini sudah tidak menganggapnya pacar, akan tetapi karena tidak ada kata putus, maka aku masih saja mengharapkan dirinya.

*

Dua bulan sudah berlalu dan aku mulai kehilangan berita terbaru tentang dia, mencoba untuk mengikhlaskan Sinta bersama dengan orang lain, namun masih terus kepikiran, akan semua tindak kekerasan yang dialami oleh Sinta.

Pada suatu malam, tepatnya saat malam minggu, aku janjian dengan kawan, untuk ngongkrong di alun alun, dimana banyak para pemuda pemudi menghabiskan malam untuk berkumpul disana, entah hanya untuk bersandau gurau, wisata malam, atau malah untuk berkuliner ria. Karena di tempat ini banyak sekali yang dapat dinikmati.

Awalnya aku dan kawan kawan, nongkrong di salah satu sudut alun alun, sambil bercerita kesana kemari dan setelah beberapa lama, kitapun pindah ke salah satu penjual makanan dipinggir jalan, kembali memesan makanan, sambil menunggu pesanan, melanjutkan obrolan tadi.

Tak lama, Sinta bersama dengan orang yang katanya adalah tunangan, masuk ke tempat penjual makanan yang sama, Sinta mengetahui keberadaanku, namun mencoba untuk tetap tidak mengenal. Mereka duduk di salah satu sudut, mengontrol biasa dan tidak terjadi apa apa.

Singkat cerita makanan yang kami pesan sudah datang, beserta dengan minumannya, aku dan kawan kawanpun menyantap sambil sesekali ngobrol, tak berselang lama, meja Sinta dan pasangannya pun menikmati hidangan, karena makanan tersebut sudah tiba, awalnya mereka biasa biasa saja dan menyantab makanan, akan tetapi tiba-tiba seisi tempat penjual makanan ini, kembali dihebohkan suara yang berasal dari meja dimana Sinta berada.

“PRANGGG” suara piring terdengar berjatuhan.

Aku sontak langsung melihat kearah Sinta berada, emosi memuncak, awalnya sudah tidak peduli lagi dan mencoba ikhlas, tapi karena ini terjadi didepan mata, untuk kali ini, tidak akan tinggal diam, melihat piring berserakan, seperti baru saja dilemparkan, ke muka Sinta oleh tunangannya, terlihat makanan yang baru saja dipesan berhamburan diwajah, hingga baju Sinta, salah satu pelayan disini juga terkena tumpahan nya.

Kemudian ada seorang pelayan mendekati mereka berdua, namun pelayan tersebut sudah kalah mental karena melihat postur tubuh dan gaya bicaranya, dan memilih diam balik ketempat nya semula dengan mebawa piring yang sudah hancur, karena ulah dari tunangan Sinta itu.

Sontak karena aku sudah tidak sabar dan emosi sudah memuncak, aku menghampiri mereka sembari membawa gelas minuman yang tadi aku pesan, saat aku sampai didepan meja Sinta, terlihat dia seperti ingin menangis, dan kembali kata kasar dari tunangannya dilontarkan, aku memberi kode dia untuk jangan menangis.

“Apa!? Mau nangis lagi, dasar cewek …..” belum selesai dia berbicara aku langsung menghantamkan gelas yang aku bawa menuju kepalanya.

“BAJ*NG*N, kalo berani sini ayo kita  kelahi, nggak usah beraninya sama cewek,” tunangan Sinta itu langsung tersungkur menabrak meja.

“Udah sini buruan keluar, sekarang berhadapan sama saya! Pak ini nanti saya yang bayar kerusakannya,” menyeret lelaki itu keluar, sambil bilang pada pedagangnya bahwasanya aku yang akan mengganti kerugian.

Sementara itu kawan kawanku beranjak ke arah Sinta untuk membantu menenangkan nya.

“Anj*ng lu siapa? Gak usah sok pahlawan, dia tunangan gue, atas dirinya, berhak melakukan apa saja” sambil memegang kepalanya yang mulai berdarah dan sempoyongan, namun tetep nyolot.

“Hah kata siapa? Baru tunangan kan? Gakda hak melakukan kekerasan apapun statusnya, saya mantan dia, dan saya tidak melihat Sinta diperlakukan seperti itu,” kubawa dia sampai tengah alun alun.

Dan akhirnya kita terlibat pertarungan antar laki laki, aku sama sekali tidak menyukai perlakuan kasar terhadap pasangannya, dalam pertarungan itu walaupun dia sudah terluka parah dibagian kepala ternyata dia masih sanggup untuk melawan, hingga pada akhirnya dia kehabisan tenaga, sedangkan aku sendiri sudah mulai babak belur karena perlawanannya.

“Udah mulai sekarang nggak usah deket deket sama Sinta lagi, saya akan bilang sama orang tuanya dan saya akan langsung menikahinya,” ucapan itu terucap begitu saja yang ternyata didengar oleh Sinta karena dia sudah berada disekitar sana saat aku mengatakan itu.

“AS* lu bakal gue habisin inget omongan itu!” Lelaki itu berkata dengan posisi sudah tersungkur ditanah dan lemas.

Sinta yang sudah berada disana kemudian berjalan menghampiriku, melihat tubuh yang sudah babak belur, kemudian menangis dan memeluku, erat sekali, mungkin dia merasa bersalah karena telah meninggalkan ku, tangisnya sampai sesenggukan, dalam tangisnya dia mengatakan “maafkan aku yang tiba tiba menghilang, dan maaf telah meninggalkan cintamu padaku,” mendengar ucapan Sinta aku balas dengan pelukan erat tanda aku memaafkan dia, mau bagaimanapun aku tetap menyayanginya, dan setelah kejadian ini, aku langsung menemui orangtuanya.

Memang pada dasarnya Sinta dijodokan oleh orang tuanya, namun mereka tidak mengetahui perlakuan tunangannya pada Sinta, hingga pada akhirnya, orang tua Sinta mulai curiga dengan gerak gerik anaknya yang selalu menangis saat pulang bersama tunangannya itu, hingga pada akhirnya lamaranku pada diri Sinta diterima, dengan lapang oleh keluarganya.


Quote:
Diubah oleh afryan015 29-06-2022 09:24
bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
19
2.5K
92
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.