suciasdhanAvatar border
TS
suciasdhan
Cinta Lama Belum Kelar, Namun Keburu Diambil Orang [COC CLBK 2022]

Source

Cemburu Membawa Penyesalan Seumur Hidup

Quote:

Source: Poetry By: sleepin' sun

Penyesalan selalu datang di belakang, kalau di depan, namanya pendaftaran. Sepenggal kalimat tersebut mungkin kesannya lucu dan bisa mengundang tawa. Namun bagi Bagas, kalimat itu sukses membuatnya terjatuh dan tak bisa bangkit lagi, lalu tenggelam dalam lautan luka dalam. Penyesalan, membuat lelaki yang duduk di bangku kuliah semester akhir ini, dikeluarkan dari grup Brokoli Ijo alias Brondong Kocak Lincah Imut dan Jomlo. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan usia Bagas sudah expired, sudah bukan remaja alias brondong lagi. Sebagai gantinya, kini dia masih betah menjadi penghuni tetap klub Ijo Lumut alias Ikatan Jomlo Lucu dan Imut. Penyesalan, membuat Bagas kembali mengingat kisahnya tentang Barista (bukan yang bekerja membuat dan menyajikan kopi). Penyesalan, membuat lelaki hitam manis itu membuka kembali luka lama, cerita masa lalu bersama Barista. Meski pun rasa yang dimilikinya dari dulu masih tetap sama hingga kini, walau pun ia sangat ingin meraihnya, Barista semakin samar dan menjauh, serta semakin tak terjangkau.
***
Beberapa Tahun Lalu (Masa SMA) Awal yang Melukis Bahagia

"Kamu lapar, Ri? Kita makan dulu di kedai depan sekolah, yuk."

Gadis cantik berlesung pipit di samping Bagas mengangguk, disusul dengan senyum bangga dan bahagia dari Bagas. Hari ini menginjak hampir tahun ketiga Bagas berpacaran dengan Riri. Dari sekian banyak laki-laki yang mengejar di SMA noceng alias SMA 2000, gadis cantik ini memilih Bagas sebagai pacar hingga sekarang. Riri yang baik, cantik, dan pintar adalah idola teman-teman Bagas dan selalu menjadi buah bibir di sekolah. Tentunya semua orang membicarakan hal-hal yang baik tentangnya. Sebab sungguh, Riri begitu sempurna, hampir tak ada cela.

Selain itu, Riri juga salah satu anggota paduan suara yang memiliki suara emas. Kebayang, dong, kalau sudah berumah tangga nanti, Bagas dan juga anak-anak mereka kelak bakal disenandungkan lagu setiap hari. Bila marah atau kesal, suara luapan emosinya bakal enak didengar, semerdu nyanyiannya. Bagas yang biasa-biasa saja dan tidak populer sama sekali, tak menyangka dipilih Riri menjadi kekasih. Padahal, Riko sang atlet basket terang-terangan mendekati Riri. Itulah mengapa Bagas merasa sangat bersyukur dan patut membusungkan dada. Berkat dorongan dari teman-temannya, dia memberanikan diri untuk menyatakan cinta pada Riri dan akhirnya Bagas bisa mendapatkan sang bidadari, pujaan hatinya selama ini. Maka, nikmat Tuhan yang manakah yang kau dustakan?

Bagas masih ingat dengan jelas momen spesial bersama Riri sore itu saat membeli bakso setelah kegiatan ekstrakurikuler. Hanya Bagas dan Riri yang tengah mengantre di kedai bakso tersebut.

"Bakso urat, Mang," ucap Bagas dengan tergesa, karena perutnya sedari tadi sudah terdengar dangdutan dan cacing-cacing di dalamnya telah berdemo.

Mang Ajo mengacungkan kedua jempol tangannya, lalu dengan sigap segera meracik semangkuk pesanan pelanggan setianya.

"Mang, mau bakso uratnya satu."

Bagas tampak kikuk ketika mendengar suara lembut yang sangat familier. Pemilik suara itu adalah sosok yang sangat dikaguminya. Bagas semakin gugup saat menoleh, gadis cantik yang selalu hadir menghiasi mimpi-mimpinya, ternyata tengah berdiri tepat di sampingnya.

"Duh, Neng, maaf. Ini tehbaksonya cuma tinggal buat satu orang lagi". Mang Ajo mengaduk-aduk isi panci bakso. Kemudian bergantian menatap bingung ke arah Bagas dan Riri. Bingung harus memberikan baksonya pada siapa.

"Ya udah, deh, nggak apa-apa." Riri tampak kecewa, kemudian berjalan hendak meninggalkan kedai.

"Ya udah, Mang. Baksonya buat dia aja," ujar Bagas.

Riri tampak berbinar dan berulang kali mengucapkan terima kasih setelah bungkusan berisi bakso itu berpindah ke tangannya. Bagas pun ikut senang melihat gebetannya bahagia. Walau pun gara-gara pengorbanannya kali ini, Bagas harus merasakan sakit maag-nya kambuh. Bukankah cinta itu memang butuh pengorbanan? Terbukti, pengorbanan Bagas nyatanya berbuah manis.

Jalan Pajajaran, Istana Plaza, dan sekitarnya menjadi saksi bisu betapa indahnya kisah cinta remaja yang terjalin di antara Bagas dan Riri, sampai-sampai mereka menamakan hubungan ini dengan sebutan Barista yaitu Bagas Riri Selalu Tetap Abadi. Alay, ya? Namun, memang, saat itu rasanya dunia serasa milik berdua dan penghuni bumi lainnya berpindah ke planet lain. Hari demi hari selalu dipenuhi dengan canda tawa. Hanya satu yang masih terasa mengganjal, Bagas dan Riri terpaksa harus backstreet, karena kedua orang tua Riri tak mengizinkan putrinya pacaran saat masih usia sekolah. Alasannya, sih, karena khawatir mengganggu pelajaran.
***
Akhir yang Menorehkan Luka

Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, baunya pada akhirnya tercium juga. Riri menceritakan semuanya ketika jam istirahat dengan berderai air mata. Hubungan Bagas dan Riri ketahuan juga. Hal ini bermula, saat ibunya Riri sedang merapikan meja belajar di kamar putrinya. Terbacalah puisi-puisi dan surat-surat buatan Bagas yang Riri kumpulkan dan tersusun rapi dalam binder. Akibatnya, Riri dimarahi habis-habisan oleh sang ayah. Bagas jadi malu sendiri, mengingat ada beberapa gombalan yang ia ambil dari google. Salah satunya ini, yang membuat dia kini cengengesan sambil geleng-geleng kepala. Sehingga Riri merasa heran dengan reaksi yang ditunjukkan Bagas.

Quote:

Source

Sejak menceritakan terbongkarnya hubungan backstreetmereka, kebersamaan Riri dan Bagas tak seindah kemarin-kemarin. Barista semakin berjarak. Memang, pada saat bercerita di kantin, Riri meminta Bagas untuk menjaga jarak dengannya alias break dulu sejenak. Memberi waktu dan ruang untuk berjalan masing-masing, siapa tahu menemukan jalan ke luar terbaik. Bagas tak mampu berbuat banyak, sebab dia belum bisa berpikir jernih selain pasrah dan membiarkannya mengalir apa adanya. Toh, kalau sudah ditakdirkan, jodoh tak akan lari ke mana.

"Gas, kamu teh putus dari si Riri?" tanya Iman, sahabat dekat Bagas.

"Henteu (Nggak). Cuma break sebentar. Biasalah, bumbu pecintaan, nggak selamanya berjalan mulus, kan?"

"Alah, break-break-an, ujung-ujungna mah putus. Yeuh, loba contona nu kitu teh di sakola ieu." (Banyak yang begitu contohnya di sekolah ini)

"Ulah atuh, ih. (Jangan dong, ih). Amit-amit. Maunya mah saya teh berjodoh, sakinah mawaddah warahmah until jannah."

"Aamiin. Eh, tapi saya teh kemarin lihat Riri dijemput mobil sedan putih, sama laki-laki kasep pisan. (Cakep banget). Kayaknya mah anak kuliahan, kira-kira lebih tua dari kita lah, umurnya."

Mendengar hal itu, dada Bagas terasa panas membara, seperti terbakar api. Ya, terbakar api cemburu.

"Ah, masa? Nggak mungkin, ah. Riri mah orangnya setia." Bagas berusaha menyangkal. Ia tak mau mempercayai begitu saja sebelum melihat dengan mata kepala sendiri.

"Bener, Gas. Saya sudah melihatnya tiga kali. Kalau kamu nggak percaya, lihat sendiri nanti pulang sekolah."

Ketika bel tanda seluruh pelajaran usai, Bagas dan Iman tak langsung pulang. Bagas ingin melihat sendiri tentang hal yang diceritakan Iman. Tak lama berselang, Riri terlihat berjalan ke luar dari arah gerbang, kemudian berdiri di trotoar. Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri seperti mencari-cari sesuatu.

"Tuh, tuh, Gas. Itu sedannya."

Bagas menoleh ke arah yang ditunjukkan Iman. Dan benar saja, Bagas melihat dengan mata kepala sendiri, Riri masuk ke dalam mobil yang dikendarai oleh sesosok lelaki berusia kira-kira beberapa tahun lebih tua dari anak SMA. Rahang Bagas mengeras, emosinya sudah mencapai ubun-ubun, tetapi berusaha ditahannya. Riri sempat menengok ke arah di mana Bagas berada. Sekilas mereka beradu pandang. Riri tampak terkejut. Namun, buru-buru Bagas memalingkan wajah ke arah lain. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana seragamnya.

Kita putus! isi chat terakhir yang Bagas kirimkan ke WhatsApp gadis tersayangnya, kemudian ia memblokir nomor itu.

"Sabar, Gas. Cewek mah banyak. Tinggal cari lagi aja atuh, gampang."
***
Masa Sekarang (UPI Central Library)

Perpustakaan kampus UPI semakin ramai dikunjungi mahasiswa. Bagas masih belum juga menemukan satu pun buku referensi untuk penyusunan skripsinya. Padahal sudah hampir tiga jam lamanya Bagas berada di sini. Dia membuang waktunya sia-sia, terhanyut dalam kenangan masa lalu bersama mantan yang entah di mana keberadaannya sekarang. Bagas benar-benar loose contact dengan gadis dari masa lalunya itu.

Andaikan waktu bisa diulang kembali. Bagas menghela napas berat. Pandangannya menerawang ke langit-langit perpustakaan.

"Bagas?"

Sebuah suara yang sangat dikenal, membuyarkan lamunan Bagas. Dia menoleh ke arah sumber suara yang menyapanya tadi. Bagas terkejut, karena sosok yang tengah dikhayalkannya tadi kini berada tepat duduk di hadapannya. Dia masih tetap cantik seperti dulu. Bedanya, sewaktu SMA, dia sering menguncir kuda rambut panjang hitam lurusnya. Sekarang, rambut itu terbalut jilbab.

"Riri? Ini beneran Riri?"

Gadis itu mengangguk seraya tersenyum memperlihatkan lesung pipit di kedua pipinya.

"Kamu ngapain di sini, Gas?"

"Lagi cari-cari bahan buat skripsi. Kamu ngapain di sini?"

"Aku kuliah di sini, Gas. Ngambil bahasa Inggris. Kamu kuliah di mana?"

"Di STKIP jurusan olahraga. Kamu sama siapa ke sini? Nggak diantar cowok pake sedan putih itu?" tanya Bagas to the point. Dia merasa sangat ingin menuntaskan rasa penasaran dan tanda tanya besar di benaknya sejak putus dengan Riri dulu.

"Oh, itu. Dia sepupu aku, Gas. Robi namanya. Sejak kita ketahuan pacaran, Papa aku jadi agak overprotektif gitu. Salah satunya dengan menugaskan sepupu aku itu, buat antar jemput."

Mendengar penuturan Riri, rasa bersalah kian mendera Bagas. Namun, ada sedikit terselip rasa lega. Siapa tahu dia masih bisa diberi kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang sempat kandas. Karena sampai detik ini pun, Bagas masih sangat menyayangi Riri. Rasa cintanya masih tetap sama seperti dulu, tak pernah berubah. Mumpung ada kesempatan emas di depan mata, Bagas tak akan menyia-nyiakannya. Sekarang juga, dia akan mengajak Riri balikan.

"Ri, maafkan aku di masa lalu yang gegabah mengambil keputusan. Jujur, sejak kita putus, sampai sekarang, aku masih betah, nih, jadi Man-Ga-Mon."

"Maksud kamu, Gas?"

"Mantan Gagal Move On, Ri." Bagas berdeham, mengambil napas sejenak, sembari mengumpulkan segenap keberanian. Debaran di dadanya persis seperti saat Bagas mengutarakan perasaannya dulu.

"Makanya sekarang, izinkan aku memper ...."

"Ri, Gas!"

Sebuah suara lain yang tak asing dari masa lalu, menjeda kalimat yang hendak Bagas sampaikan. Kedua mata Bagas membelalak, terkejut menyaksikan sosok atlet basket semasa SMA berdiri di samping Riri. Bagas semakin syok, melihat Riri tak canggung menggamit mesra lengan Riko. Mata keduanya tampak berbinar bahagia. Keduanya terlihat menyunggingkan senyuman.

"Oh, ya, Gas. Ini tunangan aku, Riko. Kamu kenal, kan?"

"Pasti kenal, lah, Sayang. Kita, kan, sama-sama satu SMA. Akhir tahun kita nikah, lho, Gas. Datang, ya," timpal Riko seraya menepuk-nepuk pundak Bagas.

Bagas berusaha tersenyum, walau dalam hati terasa perih. Pupus sudah harapannya menjalin cinta lama yang tadi sempat bersemi, tetapi beberapa detik kemudian berubah menjadi layu sebelum benar-benar berkembang. Bagas kini terjerembab ke dalam lubang penyesalan yang semakin dalam.

Ciwidey, 27 Juni 2022
Diubah oleh suciasdhan 27-06-2022 09:12
bukhoriganAvatar border
raaaaud20Avatar border
IndriaandrianAvatar border
Indriaandrian dan 26 lainnya memberi reputasi
27
2.4K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.