• Beranda
  • ...
  • Buku
  • Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas! Kisah Si Burung yang Lupa Caranya Terbang

ih.sul
TS
ih.sul
Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas! Kisah Si Burung yang Lupa Caranya Terbang


Berawal dari novel Cantik itu Luka, saya mulai mencari novel karya Eka Kurniawan yang lain dan pilihan pertama saya jatuh pada novel ini. Saya punya ekspektasi yang tinggi, terlebih novel ini sampai dibuatkan filmnya, dan setelah membaca semuanya…. Hmm?

Saya benar-benar tak tahu kata yang tepat. Apakah novel ini menarik? Ya, jelas menarik. Apakah ini novel yang bagus? Saya tak berani bilang. Sebagai gantinya saya kutip saja komentar dari Anton Kurnia untuk mendeskripsikannya.

Quote:


Kata kuncinya ada di ‘bermain-main.’ Saat membaca novel ini Anda akan merasa seperti melihat anak kecil yang bermain-main ke sana-kemari, melompat tak tentu arah tanpa peduli hukum dunia ini. Alur maju mundurnya bisa dibilang berantakan meski tak akan mengurangi pemahaman kita akan ceritanya. Jika Anda adalah penggemar cerita dengan alur dan plot rapi seperti Harry Potter maka jelas novel ini bukan untuk Anda.

Novel ini memiliki tag 21+ dan hanya dengan membaca kalimat pertama Anda akan tahu mengapa. Menceritakan tentang Ajo Kawir dengan burungnya yang selalu tertidur, novel ini menceritakan tentang betapa beratnya hidup pria jika tak bisa melakukan tugas pria. Tentunya burung yang dimaksud bukanlah burung secara harfiah melainkan burung kemaluan pria.

Sama seperti novel sebelumnya, di novel ini Eka kembali dengan gaya bahasa yang vulgar, karakter-karakter sinting, serta bumbu-bumbu seks di setiap halaman. Ceritanya sendiri sebenarnya tidak begitu luar biasa, alurnya memang tidak tertebak tapi secara keseluruhan tidak ada yang wow. Setelah membaca cukup banyak saya sadar bahwa bukan cerita itu sendiri yang penting melainkan makna di dalamnya.

Dibanding menilai dari segi cerita, akan lebih baik jika melihat novel ini dari segi filsafat, bagaimanapun Eka Kurniawan adalah lulusan jurusan filsafat UGM. Cobalah melihat hubungan antara Ajo Kawir dengan Si Burung yang memilih menempuh jalan sunyi layaknya biksu yang menjauh dari segala kenikmatan dunia demi mencapai pencerahan.

Novel ini mengajarkan bahwa tak segala hal bisa diselesaikan dengan kekerasan, tak segala hal perlu dilawan sekuat tenaga, terkadang kita hanya perlu menerima kenyataan dan mengikuti arus kehidupan ke mana Si Burung menuntun kita. Tentunya unsur realisme sosialis masih terasa kuat meski kalau boleh jujur cerita-cerita di dalamnya terasa begitu bangsat!

Tapi pada akhirnya novel ini memang bukan selera saya, ada terlalu banyak benang lepas yang tetap dibiarkan berkibar tertiup angin. Bagian-bagian yang tidak masuk akal, motif-motif yang tidak jelas, serta misteri yang tidak terpecahkan. Penulisnya sendiri seolah tahu tentang hal ini dan karena itulah dia menambahkan kalimat ini pada bagian akhir;

Quote:


Intinya, bodo amatlah! Terkadang beberapa hal memang lebih baik tidak diketahui.

Saya bukan anak filsafat tapi saya tahu ada banyak pesan tersirat dalam novel ini. Jadi, apakah novel ini menarik? Tentu saja. Lalu, apakah ini novel yang bagus? Hmm….
Diubah oleh ih.sul 24-06-2022 09:34
zeze6986pixecuteqoni77
qoni77 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
4.8K
34
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
Buku
icon
7.7KThread4KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.