- Beranda
- Stories from the Heart
So Long!
...
TS
nestra48
So Long!
Halo semuanya. Perkenalkan, ya, saya pendatang baru yang pengen coba-coba share tulisan saya. Walaupun masih rada acak-acakan tapi akan saya usahakan kedepannya. Semoga para pembaca juga bisa terhibur dengan tulisan saya yang berjudul So Long!
So Long merupakan karya fiksi yang saya buat dengan latar belakang kisah remaja anak SMA bernama Gustian yang belum pernah sama sekali merasakan jatuh cinta sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang wanita bernama Yessica Genoveffa. Wanita yang berbeda.
Quote:
PART 1 - AKU
Namaku Gustian. Anak lelaki satu-satunya dan mempunyai cita-cita menjadi seorang yang berguna. Lahir dan dibesarkan di kota yang sangat ramai, Jakarta. Rumahku biasa saja. Tetapi yang istimewa adalah orang-orang yang mengisinya. Ada mamah, ayah, dan juga kucing peliharaanku yang terkadang aku dibuat lelah olehnya karena kucingku ini kalau mau disuruh pulang sangatlah susah. Terkadang aku harus menunggunya keluar dari kolong motor yang diparkirkan di tempat parkir lingkungan rumahku.
“Keluar, Ciko. Aku mau pergi. Nanti kamu gak ada yang jagain. Kalau diculik, aku juga nanti yang sedih.” Kataku, mencoba merayunya untuk keluar.
Lalu tak lama kemudian, akhirnya kucingku bisa kugendong dan membawanya pulang ke rumah.
Mamahku namanya Alfiah. Beliau sangat fasih bahasa Sunda. Tetapi ketika mengobrol bersamaku, ia menggunakan bahasa Indonesia. Itu juga karena aku tidak bisa berbahasa Sunda.
Pernah sesekali aku menanyakan hal yang membuat ia terheran-heran. Saat itu sedang ada tamu di rumahku. Ada 3 teman mamah sedang berada di ruang tamu dan kebetulan aku sedikit menguping pembicaraan mereka semua.
“Mamah tadi ngobrolin apa sih? Aku gak ngerti.” Tanyaku, setelah para tamu mamah pamit pulang ke rumahnya masing-masing.
“Kamu nguping?” Tanya mamahku.
“Iya, sedikit. Tapi aa gak ngerti. Mamah ngobrol pake bahasa alien, ya?” Kataku. Dan mamah hanya menggelengkan kepalanya tanpa meladeni pertanyaanku itu.
Selain fasih bahasa Sunda karena beliau memang asli kelahiran tanah Sunda, mamah juga mempunyai suara yang merdu. Ia sering menceritakan masa remajanya dulu sebelum aku lahir ke dunia ini. Mamah vokalis tim rebana yang sering memenangkan piala disetiap perlombaan. Sangat berbeda jika dibandingkan denganku yang hanya selevel karokean di kamar mandi.
Ayahku, bernama Agus. Ia panutanku, walau kami jarang berbagi waktu karena kesibukan pekerjaan ayahku. Ia sering berpergian ke luar kota untuk mengurusi perusahaan yang dibangun keluarga besar kami. Terkadang bisa sampai berminggu-minggu, aku tak melihatnya di rumah. Sudah menjadi pemandangan yang biasa ketika aku berangkat ke sekolah, hanya tangan mamah yang biasa kucium untuk pergi berangkat belajar.
Tetapi walaupun ia sibuk, terkadang kami sudah menyiapkan beberapa rencana untuk menghabiskan waktu liburan. Pergi ke pantai, berkunjung ke rumah jidah/nenek, atau sekedar membeli kopi di cafe langganan ayahku. Semua itu menjadi agenda yang aku tunggu-tunggu walaupun aku harus bersabar menunggu. Walau sering ditinggalkan, setidaknya aku masih merasakan diperhatikan oleh ayahku yang jarang punya waktu luang.
“Aku mau jajan. Pulsa aku juga abis.” Kataku, lewat WhatsApp.
“Kemarin udah dititip ke mamah.” Balas ayahku tak lama kemudian.
“Mamah gak ngomong apa-apa.” Balasku.
“Nanti ayah telpon mamah.” Balas ayahku.
OoO
2
Pada usiaku yang sekarang menginjak remaja, dan berpredikat sebagai anak kelas 2 SMA. Aku mulai mencari tahu, apa rasanya berpacaran. Menjalin hubungan dengan lawan jenis, yang sebelumnya belum pernah aku rasakan. Kalau teman-temanku sudah berpacaran sejak mereka duduk di bangku SMP, aku saat itu malah menghabiskan waktu dengan bermain dan tak mengenal kata cinta. Berbeda sekali dengan temanku yang bernama Angga.
Angga ini temanku dari semenjak kami duduk di bangku SD. Dia ini playboy ketika waktu di SMP. Semua cewek pernah hampir ia pacari. Aku mengetahuinya karena sampai saat ini kami masih bersama. Dan aku mengakui kalau ia memang pantas disebut playboy saat ini. Karena Angga mempunyai muka yang lumayan walau tak sekeren aku!
“Ajarin gua deket sama cewek dong.” Kataku, ketika kami sedang berada di kantin waktu jam istirahat.
“Mau kayak gimana?” Jawab Angga dengan santainya.
“Gua mau yang beda dari gua.” Kataku.
Sebenarnya aku juga tak tau apa kriteria wanita yang cocok untukku. Masih pemula, masih belum tau apa-apa.
“Gampang.” Kata Angga.
Ketika aku dan Angga sedang melanjutkan pembicaraan tentang pacaran, ada suara gaduh yang tiba-tiba masuk ke kupingku. Sekelompok anak orang yang aku tak tau mereka kelas berapa dorong-dorongan di tengah-tengah para murid yang sedang jajan di kantin. Padahal setiap jam istirahat berbunyi, kondisi kantin tak pernah sepi. Ditambah kini ada yang dorong-dorongan, bisa dibayangkan betapa ricuhnya suasana kantin kali ini.
“Weh, apa-apaansih lu pada.” Kataku, menarik salah satu dari mereka.
Aku menarik kerah anak yang memakai topi SMA. Aku tak mengenali wajahnya. Tetapi bisa dipastikan, ia tergabung dalam keonaran ini. Dan alasanku menegur salah satu dari mereka karena ada wanita yang terjatuh akibat kenorakan anak-anak yang dorong-dorongan di kantin.
“Kenapa, bang?” Tanya anak itu kepadaku.
“Lu kalau mau maen, di lapangan sana. Itu cewek sampe jatoh karena lu dorong-dorongan.” Kataku, dengan nada yang sedikit meninggi.
“Yaudah, biasa aja dong ngomongnya.” Jawab anak itu.
“Kok nyolot? Anak kelas berapa lu? Gua tunggu yeh di depan.” Kataku.
Tiba-tiba datanglah salah satu abang kelas yang melerai adu mulut antara aku dan anak itu.
“Udeh, Gus. Ini biar gua aja.” Kata Max.
Max ini bisa dibilang sebagai salah satu pentolan di sekolahku. Tak ada yang berani mengusiknya di sekolah. Dia juga orangnya terlihat pendiam. Tidak seperti anak-anak pecicilan yang petantang-petenteng di sekolah. Dan aku salah satu orang yang menyeganinya.
“Betingkah lu pada di dalem. Mau jadi jagoan di luar. Jangan di dalem. Mau dipandang siapa lu?” Kata Max, sambil menggampar orang yang tadi beradu mulut bersamaku.
Sementara Max sedang mengomeli orang-orang itu, aku menghampiri wanita yang tadi terjatuh. Baju yang ia pakai terlihat kotor karena kesiram kuah soto. Selain itu, tidak ada cedera yang parah.
“Lu mau pake baju gua?” Kataku.
“Hah?” Ia tampak kaget mendengar tawaranku.
“Iya. Gua pake baju olahraga aja sampe nanti jam pulang.” Kataku.
Kebetulan jam pelajaran pertamaku memang pelajaran olahraga. Sedangkan seragam putihku, sama sekali belum aku pakai dan masih rapih di tasku.
“Daripada lu pake baju kotor begituh. Mending pake baju gua aja. Gua ambil nih ke kelas.” Kataku.
“Iya, tolong dong pinjem.” Kata temannya si cewek ini.
Aku langsung bergegas ke kelas, mengambil seragam putih osisku, lalu kembali ke kantin dan menyerahkan bajunya untuk dipakai oleh cewek yang terjatuh tadi.
“Ini gapapa gue pake?” Tanya cewek itu.
“Gapapa, pake aja.” Kataku.
Tak lama setelah menyerahkan seragamku, bel tanda istirahat telah selesai berbunyi. Angga mengajakku naik ke kelas.
Sesampainya di kelas.
“Gustian. Kok kamu belum ganti pakaian? Ini kan waktunya jam pelajaran ibu. Masih kurang puas jam olahraganya tadi?” Kata guru bahasaku.
“Iya, bu. Lupa bawa salinan.” Kataku, berbohong.
“Yasudah. Kamu belajarnya di luar.” Kata guru bahasaku.
“Saya juga di luar, ya, bu. Nemenin Gustian.” Kata Angga yang tiba-tiba mengajukan diri.
OoO
3
"Lu kenal sama cewek yang tadi?" Tanyaku ke Angga.
Kami berdua sedang menunggu bus kota di halte yang jaraknya tidak jauh dari sekolahku. Hampir setiap hari aku dan Angga menaiki bus untuk menuju/pulang sekolah. Angga sebenarnya memiliki motor. Tetapi ia memilih pergi bersamaku kalau ke sekolah. Sering kali aku merayunya untuk dia membawa motornya. Kan bisa irit kongkos maksudnya.
"Kenal. Namanya Yessica Genoveffa." Jawab Angga, sambil membakar rokok yang kami beli di warung.
"Besok anterin gua ke kelasnya dia. Baju gua kan sama dia." Kataku.
"Siap." Kata Angga, sambil menepuk pundakku karena bus kota telah datang.
Diperjalanan pulang, aku masih memikirkan cewek yang tadi berada di kantin. Mukanya sangat jelas berputar di kepalaku. Cantik, rambutnya terurai, memiliki mata yang indah. Aku dibuat terpesona pada pandangan pertama. Tetapi aku ingin menepis bayang-bayang itu dalam benakku. Aku tak mau jatuh cinta terlalu mudah. Takut kalau nanti aku salah ambil langkah.
"Kiri, pir." Kata Angga kepada sang supir.
Aku dan Angga turun di jalan raya, dan harus jalan lagi ke dalam untuk bisa sampai ke rumah. Jaraknya tidak terlalu jauh. Dalam jangka waktu 10 menit berjalan, aku sampai ke rumah. Sedangkan Angga harus berjalan sedikit lagi. Kami satu daerah, cuma berbeda RW saja.
"Handphone kamu bunyi terus di kamar. Ada yang telepon kayaknya. Bunbun gak angkat." Kata mamahku.
Aku memang tak pernah membawa handphoneku ke sekolah. Selain takut disita oleh guru, biar aktifitas belajarku tak terganggu. Dan mamah selalu mengingatkanku. Kalau aku berbuat macam-macam di sekolah, ia tak mau menghadiri panggilan atas perbuatan nakalku.
Setelah melepas pakaian olahragaku, aku langsung membuka handphoneku. Kata bunbun ada beberapa telepon masuk tapi bunbun tidak tau dari siapa karena ia tidak mengangkatnya. Dan pas aku buka, nomernya tidak terdaftar di kontakku. Ini pasti seseorang yang tidak aku save nomornya.
"Ini gue, Yessica. Yang minjem baju lo."
"Besok ketemuan di kantin, ya."
Ternyata pesan ini dibuat oleh si cewek yang bajunya kotor karena ketumpahan kuah soto tadi. Namanya Yessica. Benar kata Angga.
"Ohh, iya. Kok lu tau nomor gua? Dari siapa?" Balasku.
Aku meninggalkan handphoneku kembali. Bunbun telah memanggilku untuk menyuruhku menyantap makanan yang telah ia hidangkan. Ayam goreng kecap, beserta tahu tempe. Masakan bunbun memang juara.
"Dari temen gue. Terima kasih ya udah nolongin tadi." Balas Yessica.
"Oalah. Iya, sama-sama." Balasku.
"Lo anak bahasa kan, Gustian?" Tanya Yessica.
"Iya nih. Lu anak IPA, ya?" Balasku.
“Iya. Panggil gua Chika, ya.”
“Oke, Chik.” Balasku.
Obrolan kami masih berlanjut. Aku merasa kedatangannya membawa warna yang berbeda. Sangat berbeda dengan para wanita yang pernah aku temui sebelumnya. Yessica orangnya asik untuk diajak bicara. Aku tak menjadi orang yang kelimpungan untuk tetap memperpanjang topik pembicaraan. Ia selalu terus-terusan berusaha untuk tidak memberhentikan chatingan ini. Dan aku merasakan ada yang timbul di dalam perasaanku. Aku nyaman bersama Yessica. Tetapi lagi-lagi, aku meyakinkan; ini baru awal. Bisa saja ia seperti ini karena tadi aku menolongnya.
"Chik, gua tinggal, ya? Gua mau main dulu ke depan." Kataku, berniat ingin mengakhiri chattingan.
"Emang gak dibawa hpnya?" Balas Yessica.
"Gua bawa sih. Tapi gak gua maenin." Balasku.
"Yaudah nanti kalau udah selesai, kabarin." Balas Yessica.
Siapa aku harus mengabarinya? Sepenting apa aku ditunggui olehnya? Jangan. Jangan kepd'an!
"Gustian. Temenmu manggil." Teriak mamah dari bawah sana.
"Iya." Sahutku.
Quote:
Yessica genoveffa. Oh, itu namanya
]Diubah oleh nestra48 24-05-2022 15:12
oktavp dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1K
Kutip
12
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
31.4KThread•41.4KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru