ryanmallay2000Avatar border
TS
ryanmallay2000
Caraku Masuk Tentara
               Tidak pernah terbesit olehku menjadi seorang prajurit apalagi menjadi Perwira TNI AD. Dalam sisilah keluarga mulai dari kakekku sampai dengan generasi aku, tidak ada satupun keluarga kami yang menjadi pegawai negeri apalagi prajurit TNI, semuanya wiraswasta, kalau tidak berdagang ya menjadi supir. Jadi tidak ada pandangan untuk menjadi prajurit TNI.
Setelah mengumpulkan persyaratan administrasi, kami diantar ke rumah sakit untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan.

            Setiba di rumah sakit, kami langsung diperiksa tensi dan nadi oleh perawat dilanjutkan pengambilan darah, urin dan feses. Kemudian secara meraton kami mengikuti pemeriksaan kesehatan umum mulai dari pemeriksaan mata, THT, varises, ambeyen, rontgen paru-paru, EKG Jantung, Kulit dan Kelamin, sampai dengan USG.

            Beberapa orang diantara kami ada yang tidak lulus karena hasil pemeriksaan kesehatan yang tidak dapat diperbaiki. Ada yang tidak lulus kesehatan mata karena matanya buta warna, ada yang paru-paru tidak sehat dan adapula karena jantungnya bermasalah.

            Pamong itu menjelaskan “Buta Warna itu adalah penyakit genetic, sehingga tidak dapat diobati, kalian yang tidak lulus pemeriksaan kesehatan mata karena buta warna, silakan mendaftar untuk kuliah”, Bahasa halus yang bagai petir kami dengarkan.

            Bukan salah yang bersangkutan karena buta warna, tetapi tidak juga dapat disalahkan orang tuanya karena semua itu sudah takdir Yang Maha Kuasa. Inilah arti dari nasehat Makdang yang dulu aku dengarkan.

            Setelah mengikuti tes kesehatan, kami melanjutkan tes kesehatan jiwa. Alhamdulillah semuanya lulus karena memang selama ini kami hidup selalu dalam aturan yang benar.

            “Kebiasaan menjalani hidup tidak benar, pasti akan terlihat saat pemeriksaan kesehatan jiwa”, demikian dokter pemeriksa mengatakan kepada kami.

            Hari kedua, kami diantar ke Korem, kami mengikuti test postur di satuan Jasmani Korem.

            Test pertama adalah berat badan dan tinggi badan. Tidak ada yang gagal dalam test ini tetapi beberapa catatan diberikan oleh petugas tester diantaranya ada yang disuruh menambah berat badan dan ada juga yang disuruh mengurangi berat badan, termasuk diriku disuruh menambah berat badan.

            “Memang bobot nilai sedikit, tetapi jika selisih dari seluruh peserta test bertaut sedikit, maka nilai berat badan akan mempengaruhi rangking test”, demikian penjelasan petugas tester yang kami dengar saat beliau berbicara kepada Pamong yang membawa kami.

            Kami melanjutkan pemeriksaan postur, pertama dihitung jarak antar tumit dan antar lutut kami. Sebagian dari kami ada yang gagal karena dinilai letter O dan letter X, kakinya.

            “Jika leter O dan X diluar batas toleransi tidak akan bisa lulus dalam seleksi”, penjelasan dari petugas itu.

            Pamongku bercerita bahwa jika peserta yang memiliki kondisi leter O ataupun X diikutkan pendidikan militer, akan berakibat fatal. Bisa mungkin nanti akan patah saat pendidikan dan tidak menutup kemungkinan akan cacat karena pendidikan militer itu menopang beban cukup berat.

            Test pun berlanjut, kami disuruh berjalan dalam satu garis dengan membawa secarik kertas ditangan dan tidak boleh kertas itu terjatuh.

            Pemeriksaanpun berlanjut, Kami diajak ke Bandung untuk mengikuti pemeriksaan awal psikologi. Dan aku baru tahu ternyata Dinas Psikologi TNI AD itu ada program pemeriksaan untuk calon prajurit.

            Aku berkenalan dengan beberapa teman baru yang mereka juga akan mengikuti test Akabri.

            “Emangnya Psikologi dapat dilatih, Bro?” tanyaku kepada Wawan teman baruku yang aku kenal di Bandung.

            “Tahun lalu saya gagal saat test Psikologi, dan saya disuruh untuk ikuti program ini, katanya sih Psikologi dapat dirubah sesuai arahan teraphisnya”, jawabnya sambil bercerita ia memiliki kekurangan dalam psikologi dan dianjurkan melakukan beberapa kegiatan untuk merubah psikologinya.

            Pamongku juga mengatakan psikologi dapat saja dirubah bila kita konsisten dalam mengikuti anjurannya teraphisnya karena belum tentu psikologi kita sesuai dengan kebutuhan standart menjadi prajurit TNI.

            Pemeriksaan awal tersebut hanya delapan orang yang dinyatakan lulus dan kami mengikuti program pembinaan fisik.

            “Berlari itu bukan berat di Kaki, kalau lari hanya menghandalkan tenaga, tidak mungkin lansia yang kemarin mampu sampai finish dan mengalahkan Kalian. Lari itu tidak berat di pernafasan, tidak mungkin adik-adik belia tadi mampu mendampingi kalian kalau lari itu berat di nafas. Berat atau ringannya lari ada disini!” kata Pamong sambal menunjukkan kepalanya.

“Jika pikiranmu tanpa beban, maka kamu akan mampu berlari seperti mereka”, Pamong menunjukan prajurit yang lari siang dengan gembira tersebut.
“Sekarang Kalian istirahat, besok kita akan mulai berlatih”, instruksinya yang tidak pernah kami harapkan.
“Siap”, hanya empat huruf ini yang bisa kami jawab.
Keesokannya kamipun mulai berlatih.
“Latihan pertama adalah membuat irama langkah, caranya ambil nafas pada saat kaki kiri mengijak tanah, kemudian tahan nafas saat kaki kanan mengijak tanah, lalu hembuskan nafas saat kaki kiri kembali mengijak tanah, tahan nafas lagi saat kaki kanan mengijak tanah dan kembali tarik nafas saat kaki kiri mengijak tanah. Lakukan berulang-ulang”, Pamong menjelaskan sambil memperagakan ternyata intinya tarik dan hembuskan nafas pada saat kaki kiri mengijak tanah.

“Kalian tidak perlu berlari, cukup berjalan saja selama satu jam keliling lapangan ini dengan mempraktekkan teknik bernafas tersebut”, baru sekali ini instruksi Pamong yang menyamankan hati. Kamipun melakukan instruksi tersebut.

Memang awalnya agak canggung, tetapi lama kelamaan menjadi kebiasaan. Kami mengelilingi lapangan itu dan tidak tahu sudah berapa keliling kami mengintarinya.

“Silakan Kalian istirahat sejenak, Kalian sudah melakukan satu setengah jam”, kata Pamong memberhentikan langkah kami.

“Hah,.. tidak terasa ya Pamong”, kataku. Padahal isntruksi awalnya hanya satu jam, setelah satu setengah jam kami tidak merasakan kelelahan apapun.

“Ya demikianlah yang mereka lakukan, membuat irama langkah saat berlari sehingga mereka tidak merasa kelelahan yang berarti saat berlari”, Pamong menjelaskan teknik tersebut.

Selama tiga hari, kami tidak berlatih berlari. Hanya berjalan dengan irama langkah yang diinstruksikan Pamong itu.

“Mulai sekarang Kalian akan latihan berlari”, Pamong menjelaskan kepada kami bahwa latihan berlari haruslah setelah mampu membuat irama langkah karena percuma saja latihan berlari bila tidak berirama akan menghabiskan energy dan tidak dapat mencapai hasil yang optimal.

“Ada lima teknik berlari yang harus kalian lakukan, pertama berlari dengan tumpuan berat badan pada ujung kaki, kedua langkahkan kaki sesuai dengan irama langkah yang sudah saya ajarkan, ketiga berlari dengan kecepatan yang saya tentukan, keempat berlari dengan tangan dan kelima berlari dengan bergembira, jelas ini!” Pamong dengan gaya khasnya memberi kami instruksi.

“Siap, Pamong”, jawab kami kompak.

“Berlari dengan tangan, maksudnya bagaimana,Pak”, Tanya rekanku. Memang aneh kedengarannya, setahuku manusia berlari dengan kaki bukan dengan tangan.

“Kalian jangan pikirkan kakimu, cukup ayunkan tanganmu, semakin cepat ayunan tangan dan semakin cepatlah langkah kakimu”, demikian penjelasan Pamong ternyata ini hanyalah teknik mengalihkan pikiran agar tidak memikirkan hal yang berat.

Jika berlari memikirkan langkah kaki akan terasa lebih berat dari pada berlari focus kepada ayunan tangan makanya Pamong itu mengatakan berlarilah dengan tangan.

“Kita akan berlatih setiap hari Senin, Selasa, Rabu, Jumat dan Sabtu”, Jadwal yang dibuat oleh Pamong.

Tapi aku membaca jadwal mengapa koq full tujuh hari? Seharusnya Minggu WP, Waktu Pacaran bukan FP yang aku tidak tahu artinya. Aku beranikan bertanya,”Ijin Pamong, Kami belum paham dengan jadwal tersebut?”, tanyaku dengan santun ke Pamong agar tidak terkesan protes karena hari minggu yang menjadi hari kebahagiaan sedunia itu terrenggut oleh jadwal latihan.

“Hari Senin kita akan latihan dengan skala Low Exercise,Selasa Middle dan Rabu High. Hari Kamis Free Program, Jumat kembali Middle, Sabtu High dan Minggu kembali Free Program”, Pamong menjelaskan jadwal yang telah dibuat tersebut.

“Berarti Kamis dan Minggu, Libur ya”, tanyaku untuk memastikan agar WP ku tidak terganggu.

“Bukan libur, tetapi melaksanakan latihan diluar program dengan kegiatan yang menyenangkan”, kembali Pamong menjelaskan jadwal tersebut.

“Emangnya ada latihan jasmani yang menyenangkan?”, Tanya batinku karena selama ini latihan fisik itu selalu melelahkan. Dengan sedikit kecewa, terpaksa aku menerima jadwal itu demi masa depanku.

Tiap orang ditunjukan tabel program latihan yang akan dilaksanakan. Tiap orang berbeda nilai latihan yang harus dicapai. Hal ini disesuaikan dengan kondisi VO₂ Max dan panjang jangkauan kaki.

“Koq 50%, Pamong?” tanyaku setelah dibagi tabel program latihan tersebut.

“50% lagi tergantung dari konsekuensi kalian dalam berusaha”, Pamong menjawab dengan singkat. Artinya jika hanya deprogram saja dan tidak konsekuen dalam menjalankannya sama dengan bohong alias tidak akan sukses.

Berbeda dengan Pamong Mulyadi, pelatih renang, lebih sedikit ramah dari pada pelatih lari, pamong Haris.

“Didalam kolam tidak boleh tegang, kalian harus nikmati berenang seperti berjalan. Kalian tidak balapan dengan orang di depanmu, kalian hanya harus mencapai waktu yang telah saya tergetkan”, demikian penjelasan Pamong Mulyadi memberi kami pengarahan sebelum latihan renang.

Jangankan kolam renang, sungai aja tidak ada dekat rumahku. Pada musim kemarau kami kesulitan mencari air bersih. Dan untuk berenang menjadi kendala bagiku.

“Jangan pernah takut tenggelam karena manusia tidak akan pernah tenggelam”, kata Pamong Mulyadi, pangkatnya Sersan Kepala.  

“Koq begitu, Pamong? Bukankah banyak yang tenggelam di kolam renang, sungai ataupun laut?” tanyaku.

“80 % isi tubuh manusia itu adalah air, mana mungkin bisa tenggelam, kalau Kalian tidak percaya, diam aja dalam air, saya tunggu tiga hari pasti mengapung”, jawabnya.

“Ya iyalah, mengampung dalam kondisi almarhum”, jawabku dalam hati.

“Agar Kalian tidak tenggelam, kuncinya badan harus bergerak dan jangan lupa bernafas”, Pamong yang sering bercanda ini memberi pemahaman kepada kami untuk merubah mindset kami agar tidak takut air karena diantara kami ada yang trauma dengan air termasuk diriku.

 

Selanjutnya dapat membaca Novel aslinya, dapat menghubungi no WA 081389386242

lalif7752779Avatar border
makgendhisAvatar border
herry8900Avatar border
herry8900 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.8K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.