indrag057Avatar border
TS
indrag057
PETUALANGAN GENK MINILEMON Episode : Salah Sangka
Quote:







SALAH SANGKA

Siang yang begitu terik, membuat siswa siswi SMPN 1 Minilemon lebih suka menghabiskan jam istirahat mereka di perpustakaan atau duduk duduk di bangku taman sekolah. Tak nampak kerumunan siswa di kantin sekolah seperti biasanya, karena saat itu memang sedang bulan puasa dan kantin juga otomatis tutup. Tak nampak anak anak bermain di halaman sekolah seperti biasanya. Saat sedang berpuasa, kebanyakan anak anak memang lebih memilih untuk menghemat energi mereka dengan mengurangi aktifitas yang menguras tenaga, agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa sampai saat adzan Maghrib nanti berkumandang.

Tak terkecuali dengan anak anak genk Minilemon. Togar, Slamet, Wayan, dan Ucup. Keempat anak itu nampak duduk duduk diatas bangku kayu yang ada di teras kantin sambil asyik bernyanyi ria. Togar memetik gitarnya dengan penuh semangat. Slamet menjadikan permukaan meja di hadapannya sebagai gendang. Bak musisi internasional keduanya mengiringi suara Wayan yang menyenandungkan sebuah lagu balada. Sementara Ucup, entah kenapa anak yang biasanya terlihat selalu ceria itu, hari ini terlihat murung dan kurang bersemangat. Anak itu hanya duduk termenung menopang dagu tanpa memperdulikan keberisikan yang ditimbulkan oleh ketiga temannya.

"Hey! Ucup! Kenapa kau belakangan ini selalu terlihat murung seperti itu hah? Kau sakit ya?" Togar tiba tiba menghentikan permainan gitarnya, lalu mencolek dan menegur Ucup dengan logat bataknya yang khas.

"Eh, iya, kamu kenapa Cup? Lagi ada masalah ya?" Slamet ikut ikutan meraba dahi Ucup. Tak terasa panas. Jadi kecil kemungkinan kalau Ucup sedang sakit.

"Atau jangan jangan kau lagi patah hati ya, hahaha...," Wayan ikut menimpali sambil tergelak.

"Ngawur kalian," Ucup setengah bersungut karena merasa sedang diledek. "Kalian semua nyadar nggak sih, kalau belakangan ini Memey sama Minggus udah jarang main bareng kita lagi pas jam istirahat?"

"Eh, Memey dan Minggus ya?" nada suara Wayan berubah menjadi serius. "Benar juga katamu Ucup. Beberapa hari belakangan ini, tuh anak berdua memang sudah jarang main bareng kita lagi. Bahkan setiap jam istirahat mereka langsung menghilang entah kemana. Jangan jangan...."

"Jangan jangan apa Yan?" Slamet bertanya dengan penuh rasa penasaran.

"Jangan jangan mereka berdua diam diam pacaran tanpa sepengetahuan kita." Sambung Wayan.

"Bah! Tak bisa dibiarkan itu! Kecil kecil sudah pacaran, mau jadi apa nanti besarnya?" Togar menyentak sambil menggebrak meja, membuat ketiga temannya itu sampai terlonjak karena kaget.

"Semprul! Biasa aja ngomongnya Togar! Ndak usah pake ngegas begitu! Bikin kaget saja," Slamet menggerutu sambil mengelus elus dadanya.

"Hahaha...! Dari orok sudah begini cara ngomongku Slamet! Macam tak tau saja kau ini!" Togar tergelak.

"Aku kira tidak seperti itu," Ucup menyela dengan nada pelan.

"Apanya yang tak seperti itu?" Tanya Slamet.

"Ya Memey sama Minggus itu. Kurasa mereka tidak pacaran, tapi Memey sengaja menghindar dariku karena marah kepadaku. Dan Minggus yang memang sangat dekat dengan Memey itu, ikut ikutan menjauhiku," jawab Ucup.

"Bah! Teman macam apa si Minggus itu? Sudah tau temannya sedang marahan, bukannya didamaikan malah ikut ikutan marah macam itu!" Lagi lagi Togar membuat ketiga temannya terlonjak kaget karena suaranya yang begitu kencang.

"Tapi...," Slamet menggantung ucapannya, seolah merasa ragu dengan apa yang ingin dikatakannya.

"Tapi apa Met? Jangan setengah setengah begitu kalau ngomong," sergah Togar.

"Tapi sepertinya mustahil deh kalau Memey dan Minggus pacaran. Dan mustahil juga kalau cuma gara gara Ucup ngerusakin buku Memey, sampai bisa bikin Memey semarah itu. Aku tau betul sifat Memey itu seperti apa. Dia kan baik dan juga pemaaf," ujar Slamet lagi.

"Hmmm, betul juga katamu Met. Dan, kurang bagus juga kalau kita cuma menduga duga, karena nanti malah jadi berburuk sangka. Daripada berprasangka yang enggak enggak, gimana kalau kita selidiki saja, ada apa sebenarnya antara Memey dan Minggus?" Wayan yang bijak memberi usul.

"Diselidiki? Diselidiki gimana maksudmu?" Tanya Ucup.

"Besok, pas jam istirahat, kita ikuti Memey dan Minggus secara diam diam, agar kita tau kemana dan apa yang mereka lakukan saat jam istirahat seperti ini, gimana?" Kata Wayan lagi.

"Wah, usul yang bagus itu Yan. Aku setuju. Daripada menduga duga begini memang lebih baik kita selidiki saja, biar kita tau ada apa sebenarnya dengan Memey dan Minggus, betul kanTogar?" Slamet mengerling ke arah Togar.

"Betul sekali itu. Aku juga setuju. Tak kusangka otak kau encer juga Yan. Jadi, besok kita mata matai saja kedua anak itu. Aku juga penasaran, ada apa sebenarnya dengan mereka berdua," Togar ikut mendukung rencana Wayan itu.

Jadilah, keesokan harinya, saat bel istirahat berdentang dan Memey serta Minggus buru buru meninggalkan kelas, keempat anak itu mengikutinya secara diam diam. Dan mereka semakin terheran heran, saat menyadari bahwa Memey dan Minggus ternyata menuju ke bangunan bekas gudang yang sudah tak terpakai di tengah tengah kebun kosong di belakang sekolah, sambil masing masing menenteng bungkusan plastik hitam yang entah apa isinya. Karena penasaran, keempat anak itupun mengintip Memey dan Minggus dari tempat yang agak tersembunyi sambil berbisik bisik curiga.

"Aneh. Apa yang mereka lakukan di tempat ini? Ini kan tempat ngumpulnya murid murid nakal yang biasanya suka merokok secara sembunyi sembunyi itu?" Bisik Slamet sambil terus mengamati kedua anak itu.

"Iya. Sudah nggak bener ini. Jangan jangan mereka sudah kena pengaruh dari anak anak nakal itu. Pantas saja mereka selalu menghindar dari kita belakangan ini," sambung Togar, juga dengan berbisik.

"Atau jangan jangan..., ah, tapi tak mungkin. Tak mungkin keduanya melakukan hal hal yang tak baik di tempat ini," Ucup juga ikut berbisik.

"Eh, eh, lihat, mereka masuk kedalam gudang tua itu. Wah, gawat ini. Ayo kita samperin aja. Jangan sampai mereka berbuat lebih jauh lagi," seolah memberi komando, Wayan segera keluar dari tempat persembunyian mereka, dan bergegas mendekat ke arah bangunan tua itu, diikuti oleh Slamet, Togar, dan Ucup.

Sambil mengendap endap, keempat anak itu mengintip kedalam bangunan tua itu dari celah lubang jendela yang sudah rusak dan setengah terbuka. Nampak didalam bangunan gudang itu Memey dan Minggus duduk bersebelahan dengan posisi membelakangi mereka, sambil kedua tangan mereka sibuk melakukan sesuatu.

"Hmmm, ini semakin mencurigakan, apa sebenarnya...."

"Hey! Apa yang kalian lakukan disini hah?!" Belum sempat Slamet menyelesaikan kalimatnya, Togar sudah berseru sambil membuka lebar lebar daun jendela itu dan melompatinya untuk masuk kedalam bangunan itu.

Minggus dan Memey yang sangat terkejut dengan kehadiran keempat temannya yang tiba tiba itu buru buru berdiri dan berusaha menyembunyikan bungkusan plastik hitam yang mereka bawa dibalik tubuh mereka masing masing.

"Eh, Togar, Slamet, Wayan, Ucup, ngapain kalian kesini?" Minggus bertanya dengan suara tergagap. Wajah anak itu terlihat sedikit pucat akibat rasa terkejut yang baru saja dialaminya.

"Justru kami yang harusnya bertanya, ngapain kalian berdua duaan di tempat sepi begini hah?" Slamet yang juga sudah ikut masuk balik bertanya.

"Iya, apa yang kalian lakukan disini? Dan bungkusan apa yang kalian bawa itu?" Ucup ikut ikutan nimbrung.

"Eh, ini..., ini bukan apa apa. Dan kalian jangan salah sangka dulu. Kami..., kami tidak melakukan apa apa disini. Kami hanya...."

"Alah, nggak usah banyak alasan! Sini, coba lihat, bungkusan apa yang kalian sembunyikan itu!" Togar yang sepertinya sudah tak sabar, menukas ucapan Memey sambil berusaha merebut bungkusan yang berusaha disembunyikan oleh Minggus dan Memey itu.

"Jangan Togar! Ini bukan apa apa! Ini hanya...."

"Kotak nasi bekal?!" Togar mengernyitkan dahinya saat berhasil merebut bungkusan di tangan Memey dan mengetahui apa sebenarnya isinya.

"Iya. Kami kemari hanya ingin memakan bekal kami," Memey berujar lirih sambil menunduk. "Kami tau kalian sedang berpuasa, jadi kami merasa tak enak kalau harus makan di didepan kalian, karena itulah kami selama ini diam diam menyantap nasi bekal kami disini."

"Ah, maafkan aku Memey, dan kau juga Minggus. Aku sudah berburuk sangka kepada kalian," nada suara Togar melunak, sambil mengembalikan kotak nasi bekal itu kepada Memey.

"Iya Memey, Minggus, aku juga minta maaf, karena telah berburuk sangka kepada kalian. Dan kemarin juga aku sempat merusakkan bukumu yang aku pinjam itu," Ucup maju selangkah dan mengulurkan tangannya, yang segera dijabat oleh Minggus dan Memey.

"Aku juga Memey, Minggus, aku juga minta maaf," Slamet juga melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh Ucup barusan.

"Aku juga," Wayan tak mau ketinggalan. "Aku juga minta maaf, bukan hanya kepada Minggus dan Memey, tapi juga kepada kalian semua teman teman. Selama ini aku masih sering makan dan minum di depan kalian meski aku tau kalian sedang berpuasa. Harusnya aku mencontoh apa yang telah dilakukan oleh Minggus dan Memey ini."

"Iya, nggak papa kok," Memey berkata sambil memamerkan senyum manisnya. "Aku juga minta maaf, karena sudah membuat kalian penasaran. Dan Ucup, aku nggak marah kok soal buku yang kau rusakkan kemarin. Jadi kamu nggak usah merasa bersalah begitu."

"Iya, kalian nggak perlu minta maaf. Kalian nggak salah kok. Kami hanya..., hanya apa ya? Pokoknya seperti yang diajarkan oleh Pak Guru dulu, bahwa meski kita berbeda keyakinan, tapi kita harus bisa saling menghormati dan menghargai saat orang lain yang beda keyakinan sedang melaksanakan ibadahnya. Hanya saja, mungkin kami salah memilih tempat, hingga kalian sampai curiga seperti ini," Minggus menimpali ucapan Memey.

"Ya sudahlah kalau begitu, kalian lanjutkan saja makan kalian, biar kami temani. Keburu jam istirahat habis nanti," kata Togar memecah suasana haru itu.

"Eh, tapi kan kalian sedang berpuasa? Apa nggak papa kalau..."

"Tenang saja," Ucup menyela ucapan Memey. "Tujuan kami berpuasa kan memang untuk melatih dan menahan hawa nafsu. Jadi semakin kami digoda dengan melihat kalian makan dan kami kuat menahan nafsu kami, maka akan semakin bagus, betul kan Togar?"

"Nah, iya. Betul itu! Kami berpuasa bukan mau dihormati oleh orang yang beda keyakinan seperti kalian. Tapi kami beribadah semata mata hanya karena mengharap ridho Tuhan."

Jadilah, meski dengan sedikit malu malu dan segan, Minggus dan Memey menyantap bekal mereka dihadapan keempat temannya itu. Tengah asyik mereka berdua makan, tiba tiba terdengar suara berkeruyuk dari perut Togar.

"Tuh kan, gara gara lihat kami makan perutmu jadi berkokok Togar," ujar Memey.

"Ah, tak apalah. Tak usah kauhiraukan suara perutku ini. Tapi...."

"Tapi apa Togar?" Hampir serempak Memey dan Minggus bertanya.

"Tapi...., bolehkah aku minta sedikit makanan kalian itu?" Kata Togar malu malu.

"Lho, bukannya kau sedang berpuasa?"

"Eh, anu, sebenarnya hari ini aku tak puasa, karena tadi aku bangun kesiangan pas mau makan sahur."

"Astaga! Togaaarrr....!!!"

Hampir serempak keenam anak itu tertawa. Dan Togar hanya bisa nyengir tanpa sedikitpun merasa malu.

Begitulah, persahabatan, kekompakan, dan keseruan dari persahabatan keenam orang anak itu. Meski usia mereka masih sangatlah belia, namun ajaran tentang toleransi, saling menghormati dan menghargai satu sama lain sudah tertanam dalam di hati sanubari mereka. Sebuah persahabatan yang patut untuk dijadikan contoh, tidak hanya oleh anak anak seusia mereka, tapi juga semua orang yang belum atau masih kurang paham akan arti toleransi dan sifat saling menghargai.

--==☆☆☆==--


Spoiler for Mulustrasi tokoh ::



--==☆☆☆==--
Diubah oleh indrag057 28-04-2022 22:03
sirluciuzenzeAvatar border
terbitcomytAvatar border
arieaduhAvatar border
arieaduh dan 12 lainnya memberi reputasi
13
2.6K
65
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.