priagodlikeAvatar border
TS
priagodlike
Saya dan Profesi Bayangan
Di antara profesi resmi legal dan berlisensi, selalu ada profesi bayangan yang mengikutinya. Sekedar contoh, ada yang namanya dokter gigi. Kita mafhum, profesi dokter gigi, jelas legal dan dokternya pun memiliki lisensi yang dikeluarkan kampus dalam bentuk ijazah, kemudian sertifikat kompetensi berikut surat rekomendasi yang dikeluarkan organisasi profesi, dalam hal ini PDGI. Kemudian kita mengenal profesi Bidan dengan Ikatan Bidan Indonesia (IBI) nya, Dokter dengan Ikatan Dokter Indonesia (IAI) nya, Fisioterapis dengan Ikatan Fisioterapi (IFI) nya, Optometris dengan Ikatan Profesi Optometris Indonesia (IROPIN) nya, dan terakhir, Apoteker dengan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) nya.

Profesi bayangan yang mengikuti dokter gigi adalah "tukang gigi" atau "ahli gigi". Biasanya, tempat para "tukang atau ahli" gigi ini berada di pinggir jalan besar, gampang dilihat oleh pengendara kendaraan bermotor. Profesi bayangan seorang bidan adalah dukun beranak, profesi bayangan seorang dokter adalah para tabib dan paranormal-paranormal yang disebut orang pintar. Profesi bayangan fisioterapis adalah para terapis pijat yang menjamur di berbagai pelosok, entah pijat murni atau plus-plus. 

Profesi bayangan para praktisi Optometris ataupun dokter mata adalah meraka yang sekonyong-konyong membuka gerai optik tanpa bekal ilmu akademik yang cukup. Profesi bayangan Apoteker adalah para tukang obat yang kian menjamur, mulai dari tukang jamu gendong, tukang jualan obat di alun-alun yang sekalian dengan demo ala sulap. Dan yang paling banyak adalah para tukang obat yang membuka gerai kecil di pinggir jalan, kemudian di depan gerai tersebut teresebut ada spanduk atau x-banner bertuliskan: "OBAT KUAT, PIL BIRU".

Sebelum menjadi seorang apoteker, dulu saya penasaran dengan perasaan seorang dokter gigi ketika melihat bangunan yang di depannya ada plang "AHLI GIGI". Atau perasaan seorang bidan ketika mendapati tetangganya memilih jasa persalinan melalui dukun beranak alih-alih bidan. Kini, setelah bersusah payah menyelesaikan program profesi apoteker. Kemudian pernah mengalami naik turun tensi ketika membuka gerai apotek, ketika ada sidak dari BPOM, ketika dihadapkan pada pertanyaan, "Kamu jual obat prekursor, mana resepnya?", jatuh bangun mengurus perizinan praktek dan perizinan tempat praktek, kemudian melihat orang yang dengan mudahnya jualan obat tanpa ada izin. Tanpa latar belakang akademik tentang obat yang memadai, rasanya itu seperti, ada rasa nyeri-nyesek-kok-gini-amat.

Boleh jadi profesi bayangan itu ada aspek legalnya. Terlebih dalam dunia pengobatan dan penyembuhan ada yang namanya jalur pengobatan tradisional, alternatif, komplementer. Dan beberapa, memang ada juga organisasi yang menaunginya, seperti Perkumpulan Pemerhati dan Pelaku Penyehat Kop Tradisional Indonesia yang disingkat P4KTI, kemudian P-HATTRA di mana ini adalah organisasi resmi penyehat tradisional. Untuk yang berizin dan berlisensi seperti ini, jelas saya tidak akan komentar, terlebih jika organisasi tersebut sudah diakui eksistensinya oleh KEMENKES. 

Yang saya persoalkan sekarang adalah, para pengampu profesi bayangan tadi tidak memiliki organisasi yang menaungi. Jika tidak ada organisasi yang menaungi sudah pasti tidak ada yang bisa menjamin kompetensi dan mengawasi orang tersebut. Bukannya ingin menghambat rezeki orang, namun taruhannya besar. Menyangkut keselamatan jiwa dan raga.

Dalam konteks apoteker. Sisi lain apotek berizin terus bermunculan. Ini tidak masalah, selama persaingannya masih sehat dan masih menjalankan kaidah pelayanan yang disepakati. Dan ini kuncinya, untuk mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA), sebuah apotek harus memiliki setidaknya satu apoteker penanggung jawab dan dua tenaga teknis kefarmasian (TTK), kemudian harus mendapatkan rekomendasi dari Dinas / Suku Dinas Kesehatan Setempat. Untuk mendapatkan surat rekomendasi dari Dinkes / Sudinkes itu, si calon apotek harus mempersiapkan sejumlah persyaratan yang telah ditentukan. Sehingga, yang namanya apotek, mau dari ujung Sabang hingga Merauke, teknis dan pelaksanaannya pasti tidak jauh dari itu-itu saja, alias akan ada banyak keseragaman: terstandar. Terlebih dengan adanya sidak di periode tertentu, yakni untuk memastikan apakah SOP yang sudah disepakati saat pengurusan izin masih dilaksanakan.

Sekarang, saya sangat yakin para penjual obat pil biru, kejantanan di pinggir jalan itu tidak berizin. Bukan hanya itu, obat yang dijual pun saya sangsi itu asli atau tidak. Ini taruhannya keselamatan jiwa dan raga. Dalam situasi ini, sejujurnya saya bertanya-tanya, peran pemerintah sudah sejauh mana dalam hal menertibkan profesi bayangan yang tak punya legalitas ini. Belum lagi kalau kita bicata profesi bayangan lain di luar apoteker. Yang membuat saya mengerutkan dahi, skill yang dimiliki para pegiat profesi bayangan ini meraka akui biasanya dari turun temurun dari kakek neneknya. Tidak ada jaminan atau validitas, apakah itu bisa menjadi benar atau tidak. Baik atau buruk. 

Sejauh yang saya lihat, rasanya belum ada tindakan serius dari pemerintah untuk menertibkan ini. Masa iya, saya yang jelas berizin dan punya legalitas dalam mengelola apotek harus keringat dingin ketika akan ada kunjungan dari BPOM atau SUDINKES. Tapi mereka yang jualan pil biru di pinggir jalan raya besar adem ayem saja menjual obat yang bahkan tidak ada nomor BPOM-nya.[]
victowAvatar border
User telah dihapus
key.99Avatar border
key.99 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
924
3
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Praktisi Healing Indonesia
Praktisi Healing Indonesia
18Thread114Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.