dikkysudrajat
TS
dikkysudrajat
Membunuh Seekor Burung Menco


Membunuh Seekor Burung Menco

Buku ini sama menariknya untuk kubaca setara dengan cerita silat karya Chin Yung atau Seno Gumira yg menggambarkan perkara sangat berat dalam seting dunia persilatan. To Kill A Mockingbird dengan bahasa terjemahan yg baik (saya jadi ingin membaca versi aslinya) mengisahkan filosifis keunikan manusia sejak bocah hingga tua dalam pandangan dan kepolosan seorang bocah perempuan Scout Finch yang tomboy dan seting sebuah kota kecil Maycomb County dengan segala perilaku manusia dan pemahaman serta kepatuhan kepada tradisi, agama, kebiasaan, hukum setempat, persepsi manusia, suku dan kehormatan keluarga.

Refleksi usai membaca buku novel karya Harper Lee ini tak jauh beda dengan ketika mengkhatamkan "Bumi Manusia" karya Pram, meskipun kedua memiliki latar belakang sosio kultural berbeda, keduanya berkisah tentang "abu abu" nya manusia. Namun, saya merasa lebih santai membaca buku ini, sesantai beragama ala kaum Nadhliyin dalam menyikapi persoalan ritual agama, berbeda ketika membaca Pram, persoalan yg sama menjadi sangat menegangkan, serius, jidat mengkerut.

Pantas jika novel yg memperoleh hadiah pulitzer dan satu2nya yg (mau) ditulis oleh Lee ini menjadi bacaan wajib murid SMA di USA (dan mungkin di Amerika Utara dan Eropa), karena jikapun dibaca oleh murid jenjang dibawahnya, SD/SMP tetap menarik, tentu juga dibaca oleh guru dan orang tua.

Seharusnya, selain karya novel pengarang Indonesia seperti Ahmad Tohari, bahkan Dewi Lestari, karya seperti ini juga menjadi bacaan wajib di jenjang SLTA dan didiskusikan intisarinya dalam konteks keberagaman puak dan budaya serta agama/keyakinan di Indonesia. Sehingga, pelan tapi pasti, nalarlah yang menjadi acuan awal kebenaran (terutama dlm memutus di pengadilan) sebelum masuk ke ranah yg lebih rumit seperti dogma agama, kepatuhan pada tradisi dan kearifan lokal.

Usai membaca romantisme kebebasan manusia dengan dasar cinta Leo Tolstoy dan kekusutan motif dalam berbuat "jahat" Dostoyevski, kemudian eksistensi manusianya Satre, saya berlabuh di seting keunikan manusia yg tidak mungkin "hitam putih" namun dengan nuansa yg lebih rileks.

Sebagai pegiat pendidikan dan guru, saya sungguh senang jika para guru dan orangtua ikut mengunyah dan mencerna buku ini, agar lebih paham intisari mendidik dan lebih arif dalam menyikapi perbedaan, kebhinekaan Indonesia, sebelum memasuki kebhinekaan global. 

___________________________________________________________________________________

Krisis Merambat

Jangan kaget nanti jika Migor semakin mahal karena ternyata penyuplai Migor di eropa itu Ukraina. Nah, jika harga di eropa lebih tinggi, bisa jadi sebagian "jatah" lokal diekspor, siap siap saja.

Yg lain adalah gas elpiji, krisis energi karena rusia marah padahal dia penyuplai terbesar gas ke eropa, jelas akan menaikan harga elpiji yg sebagian di impor, bulan ini saja sudah 200 ribu rupiah/12 kg. Ah kan ada subsidi, ya kalo duit subsidinya ada, alhamdulillah, jadi ya siap siap saja elpiji "melon" juga naik.
Semoga puasa ini semakin menyadarkan kita bahwa mengurangi makan/minum sebesar 30 % dari biasanya akan membuat kita lebih sehat kok.
___________________________________________________________________________________

Buku, Perjalanan dan Dongeng

Membayangkan saya akan duduk di KA selama sedikitnya 9 jam pp, Stasiun Gambir Jakarta-Stasiun Pasar Turi Surabaya, saya memilih sebuah buku. To Kill A Mockingbird karya Harper Lee terjemahan dlm bahasa Indonesia beruntung saya pilih, apalagi saya selama ini hanya membaca resensinya saja, belum tuntas membacanya.

Harper Lee mengingatkanku masa kecil yg penuh petualangan di kota kecil Banjarbaru. Ketakutan atas mitos hantu di sebuah rumah, perasaan "exiting" di awal masuk sekolah, kegembiraan musim libur, asiknya membaca dan kesoktauan guru yg kaget anak masuk SD sudah mampu membaca dlsb.
Selain itu, jika miss scout gadis kecil dan Jemm kakak lelakinya asik di rumah pohon semasa liburan dan berkelahi serta berdamai dengan kawan kawan kecilnya. Kami asik klayapan di hutan perdu sekitar kota Banjarbaru dan asik mandi di guntung pekat dan guntung payung serta membuat bivak di tengah hutan perdu dan memasak.

Buku itu belum selesai kubaca, dan sungguh ketika membaca dalam perjalanan kali ini saya teringat ucapan santo agustinus, bahwa "A Man who do not travel, just like he/she only read one book". Jadi saya sudah membaca 1 buku plus "buku perjalanan".

Agustinus benar belaka. Namun, perjalanan tak akan menjadi berjilid jilid buku, jika mereka tak menikmati prosesnya. Ketika mereka selama perjalanan hanya tidur, sejak berangkat dan bangun ketika tiba. Merek yang selama perjalanan hanya menonton hiburan di TV dan di gawainya. Cilakanya, merekapun tak membawa satu bukupun untuk dibaca. Sehingga perjalanan mereka adalah ruang nisbi yg tak eksis dalam kehidupannya.

Saya berkisah, maka saya Lelaki. Satre mengatakan bahwa seorang lelaki adalah seorang yang selalu menjadi pendongeng, dia hidup dikelilingi kisah kisahnya dan kisah kisah orang lain, dia melihat segalanya yang terjadi lewat mereka, dan dia mencoba menyemarakan hidupnya seperti dia menceritakan sebuah kisah. Sartre benar pula, oleh karena itu saya mendongeng saat ini dan saya lelaki.
Apakah hal itu hanya monopoli seorang lelaki ? Saya pikir tidak. Satre mestinya menulis hal itu karena dia seorang lelaki dan saya sebagai sesama lelaki membenarkannya. Dan saya tak memiliki otorisasi dan keberanian untuk menjeneralisasi apakah ucapan Sartre berlaku untuk perempuan.

Buku, perjalanan dan dongeng adalah eksistensi seorang lelaki, setidaknya saya. Apakah kalian para lelaki setuju denganku ? 

Penulisan oleh dikkysudrajat

Cerita Pendek Tentang Kegiatan Keseharian, dan Pengalaman.

Karya.Original

0
280
0
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.2KAnggota
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.