bajer.dinar212
TS
bajer.dinar212
Mengenal E-Dagang Lintas Negara dari China


Perdagangan lintas negara dari China menunjukkan perkembangan pesat. Sejumlah perusahaan asal China merajai pendapatan dari bisnis belanja online ini. Bagaimana dengan Indoenesia?

Cross border e-commerce atau e-dagang lintas negara dari China konsisten mencetak pencapaian ekonomi. Di tengah perubahan skema jual beli di ranah digital, e-dagang dari China mampu terus beradaptasi.

Dalam satu dekade terakhir setidaknya ada tiga perusahaan dagang yang menandai tonggak perjalanan ekosistem e-dagang lintas negara di China. Pertama adalah LigthInTheBox. Perusahaan ritel online yang berdiri pada 2007 ini mencatatan pendapatan sebesar 1 miliar renmimbi (RMB) atau 157 juta dollar AS pada 2012.

Perusahaan kedua adalah Global Top Ecommerce yang membukukan pendapatan 10 miliar RMB atau 1,57 miliar dollar AS pada 2017. Terakhir, merek fashion SHEIN yang mencapai pendapatan hingga 100 miliar RMB atau 15,7 miliar dollar AS di akhir 2021. SHEIN yang didirikan pada Oktober 2008 telah menjangkau lebih dari 220 negara.

Ketiganya mewakili jenis perusahaan online global dengan model business to consumer (B2C) yang mengirimkan produk langsung ke konsumen. Keberhasilan perusahaan-perusahaan di China untuk memasarkan produknya secara langsung ke konsumen dunia ini tidak lepas dari perkembangan ekosistem digital.



Linimasa pergerakan ekonomi internet dari segmen e-dagang mulai nampak sejak Google masuk ke China. Persinggungan Google dengan pengguna untuk tujuan perdagangan mulai terlihat pada 2005 saat pengguna, atau secara khusus penjual, berkenalan dan menjelajahi platform jual beli seperti e-Bay.

Animo pasar juga ditangkap oleh platform seperti Wish dan Amazon. Momentum Works menyebut pada periode 2010-2015 kedua platform tersebut mulai aktif merekrut penjual China untuk melapak. Diikuti dengan peluncuran AliExpress, era ini disebut sebagai masa tumbuh di mana berjualan di platform digital untuk konsumen lintas negara semakin umum.

Periode 2015-2019 adalah momen ledakan penjual di pasar digital. Semakin banyak penjual yang mencatatkan penjualan hingga jutaan RMB per tahun. Kompetisi yang semakin ketat ini memantik upaya-upaya untuk memperluas jangkauan pasar.



Strategi yang taktis perlu diaplikasikan demi mengikuti perubahan model bisnis. Keberhasilan Global Top Ecommerce merajai perdagangan digital tidak bisa dilepaskan dari geliat perusahaan untuk beradaptasi tidak hanya sebagai produsen namun juga penjual.

Awalnya, perusahaan yang bergerak di bidang fashion celana ini berdiri pada 1998 sebagai perseroan terbatas dengan nama Baiyuan Trousers. Pada 2014, Baiyuan Trousers mengakuisisi seluruh saham Globalgrow untuk dapat masuk dalam ekosistem e-dagang lintas negara.



Tidak hanya taktis, perusahaan juga perlu adaptif. Laporan Momentum Works pada Januari 2022 berjudul ”Cross Border Ecommerce from China” menunjukkan adanya perubahan stategi penjual untuk tetap dapat bersaing. Tidak hanya membukukan transaksi yang tinggi, tetapi juga mendapatkan keuntungan yang besar.

Sebelum tahun 2018, strategi yang paling banyak diterapkan penjual lintas negara di China adalah ”puhuo”. Puhuo adalah bahasa China yang dapat diterjemahkan sebagai distribusi.

Demi menjangkau sebanyak mungkin pembeli, produk perlu didistribusikan melalui sebanyak mungkin saluran. Langkah ini dikombinasikan dengan promosi massal dan harga produk yang murah.

Strategi tersebut perlahan mulai ditinggalkan. Salah satu perusahaan yang turut merajai pasar di tahun 2021, Anker, merubah strategi dengan memasang margin produk rendah dan berinvestasi pada pemasaran, branding, dan menjual produk dengan kualitas premium.

Dengan strategi ini, Anker terbukti unggul dibandingkan perusahaan yang berdiri pada waktu yang sama. Anker sendiri berdiri pada Desember 2011 dengan menjual produk elektonik seperti pengisian daya, audio nirkabel, dan seri inovasi cerdas.



Perubahan strategi ini juga berkaitan dengan dinamika platform e-dagang besar. Setiap platform memiliki karakter, ekosistem, dan peluang keuntungan yang berbeda. Misalnya saja, Amazon per Mei 2021 telah memblokir 50.000-an penjual China karena praktik manipulasi ulasan palsu.

Penjual lintas batas China diperkirakan merugi lebih dari 15,4 miliar dollar AS. Kejadian ini pun menguatkan gagasan untuk membangun platform mandiri sebagai saluran penjualan langsung. (Global Times China, 15/8/2021)

Momentum Works menggambarkan pada 2021 platform Amazon memiliki pertumbuhan nilai transaksi yang melambat namun memiliki pertumbuhan pendapatan iklan yang meningkat. Sementara platform Shopify dan Shopee menunjukkan penguatan pada pendapatan dan nilai barang dagangan atau gross merchandise value (GMV).



Shopify menunjukkan pertumbuhan GMV yang konsisten. Pada kuarter ketiga 2021, GMV Shopify tercatat sebesa 41,8 miliar dollar AS atau naik 35,3 persen (q-to-q).

Begitu pula Shopee yang pada kuarter ketiga 2021 mencatatkan GMV sebesar 16,8 miliar USD atau naik 80,6 persen (q-to-q). Shopee memproses hingga 1,7 miliar pesanan pada kuarter tersebut.

Secara sederhana, cross border e-commerce dapat didefinisikan sebagai model usaha di mana barang bisa diperjualbelikan langsung dari penjual luar negeri dengan konsumen domestik. Model ini memungkinkan pemecahan transaksi pembelian barang impor (splitting) sehingga bebas bea masuk.

Rantai perdagangan menjadi lebih ringkas dan barang yang diperjualbelikan pun menjadi lebih murah. Sayangnya, kelincahan penjual lintas batas menjangkau pasar ini berpotensi menghambat pertumbuhan produk lokal di Indonesia.

Hingga saat ini belum ada regulasi di Indonesia mengatur model jual beli lintas negara. Upaya yang baru dilakukan adalah pelarangan tiga belas produk lintas negara oleh Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki demi menjaga produk lokal.



Pelarangan ini pun baru direspon oleh platform multinasional Shopee. Menurut laman kebijakan Shopee Indonesia, per 18 Juni 2021 Shopee melarang penjual lintas negara menjual dan mengunggah produk yang terdiri dari kluster fashion, kesehatan dan kecantikan, furnitur, makanan dan minuman, elektronik, dan barang kustom.

Padahal, Indonesia adalah market perdagangan internet terbesar di Asia Tenggara. Laporan e-Conomy SEA 2021 oleh Google, Temasek, dan Bain menyebut nilai ekonomi internet Indonesia diperkirakan mencapai 70 miliar dollar AS pada akhir 2021. Lebih dari separuhnya disumbang dari e-dagang.


"Nilai ekonomi internet Indonesia diperkirakan mencapai 70 miliar dollar AS pada akhir 2021. Lebih dari separuhnya disumbang dari e-dagang."



Animo berjualan di lapak daring juga meroket. Pada 2021 terjadi peningkatan 18 kali lipat dibanding 2017 jumlah pedagang yang ingin bergabung dengan kapal e-dagang. Peningkatan ini lebih tinggi dibanding lima negara lain yang diteliti, yakni Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Dengan 8 dari 10 pengguna internet di Indonesia yang pernah melakukan belanja online, laju ekosistem digital bagai roket yang akan terus melaju naik. Potensi ini perlu diatur sedemikian rupa sehingga tetap dapat memberikan manfaat bagi pelaku usaha lokal. (LITBANG KOMPAS)


Sumber :

- https://www.kompas.id/baca/bebas-aks...ara-dari-china

- https://www.techinasia.com/
alifrian.emineminnamuhamad.hanif.2
muhamad.hanif.2 dan 6 lainnya memberi reputasi
7
5K
29
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.2KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.