darmawati040
TS
darmawati040 
[True Story] Terjerat Penghuni Gunung Argopuro

Sumber Gambar


Hallo, Gansist ..., tidak terasa sudah setahun ane enggak ngetrit.Apa kabar, nih, penghuni Kaskus yang kocak dan sangar? Hkhkhk 😄 Semoga semuanya sehat dan baik-baik saja, ya.

Okay, untuk memulainya, ane akan mengawali tahun ini dengan cerita menarik yang berdasarkan kisah nyata pendaki gunung. Gansist tentu tahu, dong, setiap pendaki pasti punya cerita atau kisah yang bikin penasaran juga menyeramkan yang dialami ketika menyatu dengan alam.

Bay the way, Cerita ini dialami oleh beberapa orang. Namun, ane akan menjadi salah satu tokoh untuk kisah tersebut, agar ceritanya lebih menyenangkan dan mudah gansist baca dan cerna.

Sekitar tiga tahun lalu, kisah seram kami alami. Berawal dari rencana membuat kenang-kenangan bersama setelah menyelesaikan kuliah. Sebenarnya, aku tidak asing lagi dengan mendaki gunung. Karena memang, mendaki merupakan salah satu hobiku. Begitu juga dengan teman kuliahku, Indy, dan Revi. Sementara Erin, iya tidak diperbolehkan naik gunung oleh bapaknya. Tetapi kali ini, ia memaksa.

Berhubung kami adalah perempuan, Erin mengajak pacarnya untuk mendaki bareng. Sebut saja namanya Bryan. Laki-laki yang tiga tahun lebih tua dari kami. Ia merupakan anggota mapala yang juga sudah terbiasa dengan suasana pegunungan. Bryan membawa satu teman laki-laki. Namanya Vino. Ia seangkatan dengan Bryan.

*****

Argopuro, gunung terpanjang di pulau jawa. Gunung ini mengelilingi kota Lumajang, Situbondo, Probolinggo dan Jember. Puncaknya adalah Rengganis. Ya, gunung panjang inilah yang akan kami daki.

Erin sendri bisa disebut sebagai orang yang paling dekat dengan gunung Argopuro. Rumahnya bahkan dekat dengan salah satu jalur menuju gunung tersebut, yaitu jalur Baderan di Situbondo.

Biasanya, pendaki gunung Argopuro akan start ke jalur Baderan, kemudian turun ke Bremi Probolinggo. Namun, aku dan teman-teman memilih jalur terbalik dikarenakan takut ketahuan bapaknya Erin. Secara, Erin diwanti-wanti untuk tidak pernah naik gunung oleh bapaknya.


Gambar: Kiriman WhatsApp

Setelah semuanya siap, kami berenam menuju basecamp di Bremi. Sampai di sana, Erin mulai bertingkah aneh. Ia tampak lebih senang dari sebelumnya. Seolah-olah ia akan bertemu seseoang yang sangat dirindukan.

"Kamu kenapa, sih? Kok, senang banget, udah kayak mau ketemu--"

"Sstt!"

Indy menyenggol bahuku, mengisyaratkan untuk tidak becanda yang aneh-aneh.

"Abisnya dia aneh, sih!" kataku sedikit manyun.

"Kayak nggak tahu ajah, sih, Yu. Erin, kan, baru kali ini naik gunung. Anggap ajah dia senang karena itu," sahut Revi yang berada di belakangku.

"Cepat dikit, guys. Kayaknya mendung, nih," seru Mas Bryan.

Seperti kebanyakan pendaki, kami berjalan sambil bersenang-senang hingga akhirnya menuju Danau Taman Hidup. Jujur saja, aku paling takut berada di danau ini. Ya, meski di pagi hari suasananya terlibang menabjubkan. Namun, saat malam tiba, sudah pasti menyeramkan. Terlebih lagi dengan cerita mistisnya.

Sumber Gambar

"Kita pasang tenda di sini, ya?" tanyaku pada semua.

"Em, bentar, biar mas carikan tempat yang bagus," ujar Mas Bryan.

Aku, Indy dan Revi asyik mengambil gambar. Tahu sendirilah, seperti apa perempuan ketika mendaki gunung. Sementara Erin, sudah berada di dekat danau sambil tertawa sendiri. Kami yang melihat dia bertingkah aneh, mulai mendekati dan mengajaknya menjauh dari danau. Di waktu yang bersamaan, Mas Vino berteriak,

"Bryan! Hey! Ngapain kamu!"

Serentak kami mengarah ke Mas Vino yang sedang berlari menuju Mas Bryan. Ditepuk dan ditariknya tangan Mas Bryan, lalu menuntunnya keluar dari danau.

"Loh, kok, celana aku basah?"

Mas Bryan tampak bingung. Rupanya ia masuk danau secara tak sadar. Hal itu membuat kami seketika merinding, ditambah lagi Erin memaksa ingin mandi di danau tersebut.

Langit menjadi sangat mendung. Rintik gerimis mulai turun. Kami membatalkan niat membangun tenda, membujuk Erin agar tidak mandi, dan akhirnya menuju Hutan Lumut.

Konon, Hutan Lumut ini disebut-sebut sebagai pasarnya jin maupun setan. Segala jenis makhluk gaib ada di Hutan Lumut. Akan tetapi, lagi-lagi Erin merasa bahagia. Seolah sedang berada di rumah sendiri.

"Kamu kenapa, sih, Dek?" Mas Bryan tampak kesal.

"Nggak apa-apa, kayak rumah sendiri ajah," jawab Erin santai.

Mendengar jawaban Erin, kami semua terkejut sambil menatap satu sama lain. Suasana mulai hening. Tak ada yang bicara. Hanya Erin saja yang bersuara. Ketawa nggak jelas dan nyanyi-nyanyi.

"Dek, bisa, gak, sih, gak berisik?" seru Mas Bryan lagi.

"Kenapa? Di sini, kan, menyenangkan. Bagaimana menurutmu?" Erin menatapku sambil cengar-cengir.

"Duh, gawat, jangan-jangan ...."

"Sstt! Jangan sembarangan! Abaikan saja dia," potong Revi yang membuat Indy tak melanjutkan kalimatnya.

Hujan mulai reda. Kami memutuskan untuk istirahat sejenak tanpa mendirikan tenda. Kami mengisi perut untuk mengembalikan tenaga, lalu kembali berjalan. Kali ini menuju Kali Putih. Sampai di sana, kami mendirikan tenda. Hari sudah sangat sore. Jadi, memutuskan untuk istirahat dan tidur.

Kami pun bertemu malam. Dua tenda sudah berdiri. Di tenda satu, ada aku, Erin, Indy, dan Revi. Tenda satunya Mas Bryan dan Vino. Bukan hal baru, saat malam hari, panggilan alam tidak bisa ditunda. Aku yang masih terjaga melihat Indy bangun.

"Mau ke mana?" tanyaku.

"Mau pipis," jawabnya singkat.

"Aku anterin?"

"Nggak usah, pipis di sebelah tenda saja," tolaknya dan keluar dari tenda.

Aku merasakan langkah kaki di samping kiri tenda. Tak lama kemudian, aku tertawa dan berseru,

"Haha, kesandung, ya? Nggak bawa senter, sih!"

Tali tenda yang dipatokkin ke tanah masih bergerak. Namun, tak ada siapa pun yang menyahut. Tapi tiba-tiba resleting tenda dibuka.

"Eh, kok ngebiarin temannya sendirian di luar? Kenapa nggak ditemanin?" Mas Bryan ngegas dengan kepala melongok ke tenda kami. Erin dan Revi pun terbangun.

"Tadi dia mau pipis katanya, terus gak mau dianterin karena cuma pipis di samping tenda. Kayaknya dia mau buru-buru jadi kesandung tali tenda," jawabku santai.

"Maksudmu Indy, kan, Yu?" tanya Mas Bryan lagi.

Aku mengangguk.

"Aku dan Vino juga abis keluar buat buang air. Balik-balik malah liat Indy nari-nari di samping tenda kami, njirr!" jelas Mas Bryan dengan nada rendah namun tegas.

Seketika kami bangkit dan keluar dari tenda. Indy sudah berada di depan api unggun. Aku menepuk pundaknya dan bertanya,

"Abis dari mana?"

"Eh, Ayu, udah sampe?"

Aku kaget. Entah apa yang dibicarakan Indy. Apanya yang sudah sampe? Emang aku abis dari mana? Malam itu kami diam di tenda. Tidak bercerita apa pun. Sampai akhirnya muncul empat orang pendaki lain. Mereka mengajak untuk menuju Sicentor.

"Kami capek, Bang. Jadi mau istirahat di sini," kata Mas Bryan.

"Diriin tendanya di Sicentor ajah," saran mereka.

Dengan kejadian barusan, kami pun setuju. Jalan menuju Sicentor cukup melelahkan. Ditambah lagi malam hari. Suasananya terbilang menyeramkan. Sampai Sicentor entah pukul berapa. Saking capek dan kantuknya, kami segera mendirikan tenda di sana.



Bersambung ...

Nantikan kelanjutannya, ya, Gansist. Terima kasih sudah mampir dan membaca. Jangan lupa share, rate, and cendolin, ya. Bye, baye ... emoticon-Big Kiss


Penulis: @darmawati040
bjgisprovocator3301maminya.mahae
maminya.mahae dan 80 lainnya memberi reputasi
79
24.3K
136
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread•40.9KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.