yukjadibaikyukAvatar border
TS
yukjadibaikyuk
Memanen Madu Tanpa Merusak Hutan
Di Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bandar Laksamana, Kabupaten Bengkalis, Riau terdapat komunitas budidaya lebah madu gambut ramah lingkungan. Awalnya mereka mencari lebah di pohon-pohon di hutan. Mereka mengusir lebah dari sarang madu dengan pengasapan.
Tapi seringkali mereka dituduh sebagai salah satu penyebab kebakaran hutan.

Lalu mereka berkumpul untuk membuat sebuah komunitas budidaya lebah. Hasilnya, mereka sudah mampu menghasilkan madu dari budidaya lebah tanpa harus berkelana ke dalam hutan. Mereka bahkan sudah membuat merek tersendiri yakni Madu Biene. Kata Biene diambil dari bahasa Jerman yang artinya lebah. “Saya mengagumi Pak BJ Habibie sehingga saya menggunakan bahasa Jerman. Filosofinya adalah kami ingin suatu saat bisa memasarkan madu ini ke pasar internasional, ” kata Rahmadi, 27 tahun, ketua komunitas kepada penulis.

Komunitas ini berdiri sejak tahun 2019. Saat itu Rahmadi dan lima orang temannya mendapat pembinaan dari Rumah Madu Wilbi Kuok tentang cara membudidayakan lebah madu. Program ini adalah bagian dari kegiatan CSR Pertamina.

Awalnya Rahmadi dan kawan-kawan membuat 15 kotak rumah lebah. Dengan berjalannya waktu, kini sudah ada 200 kotak lebah Cerana, 20 kotak lebah Melifera.

Cerana adalah lebah yang berwarna hitam dengan empat buah garis-garis kuning di bagian perutnya.  Lebah ini termasuk tipe  yang mudah dipelihara. Lebah ini hanya akan menyerang ketika ia berada dalam kondisi terancam.

Mellifera juga merupakan lebah yang  mudah dibudidayakan dengan hasil madu cukup tinggi. Syaratnya rumah lebah berada di kawasan yang banyak menyediakan nektar bunga sebagai sumber pakan.

Rahmadi juga sedang mencoba mengembangkan lebah madu Trigona. Lebah Trigona yaitu lebah yang berukuran sekitar empat milimeter berwarna hitam, tidak menyengat. Lebah ini umumnya bersarang pada lubang pepohonan. Dari sarang berbentuk gentong tersebut, madu bisa diserap dengan menggunakan sedotan.

Ada satu lagi lebah Dorsata yang berada di kawasan hutan. Tapi lebah ini sulit dibudidayakan. Ukurannya lebih besar dibandingkan jenis lebah madu lainnya. Lebah ini memiliki sengat cukup tajam dan menyakitkan.

Melalui budidaya lebah madu tersebut, sebagian warga Tanjung Leban mampu mencukupi kebutuhan hidupnya di masa pandemi Covid-19.  Permintaan madu di masa pandemi justru meningkat. Madu dipercaya menjaga daya tahan tubuh.

Rahmadi mengungkapkan bahwa penjualan Madu Biene ini menghasilkan pendapatan lumayan.

“Saat ini sekitar Rp 13 juta per bulan omsetnya,” katanya.

Sebagian besar madu dijual melalui Pertamina yang selama ini membimbing komunitas ini. Dengan bantuan pemasaran oleh Pertamina, madu bisa dijual hingga ke luar daerah. Tetapi untuk pemasaran penjualan langsung tidak bisa terlalu jauh. “Desa kami jauhnya sekitar 72 kilometer dari kota. Jadi banyak pemesan yang batal beli karena ongkos kirimnya bisa lima kali harga madunya,” kata Rahmadi.

Dia sendiri bercita-cita untuk bisa memasarkan madu lebih jauh lagi. “Mimpi kami bisa berjualan madu hingga ke pasar internasional,” kata Rahmadi kembali.

Madu yang diproduksi komunitas Madu Biene telah mendapatkan izin Pangan, Industri, Rumah Tangga dan memperoleh sertifikasi halal. Madu dalam bentuk curah dikirim ke masyarakat di Pekanbaru. Sedangkan madu kemasan dijual melalui marketplace dan Instagram @madubiene. Rahmadi menjelaskan diantara beberapa jenis madu, madu dari lebah Trigona relatif lebih mahal.

Sikap Pro Lingkungan

Sebelum membentuk komunitas budidaya lebah, Rahmadi adalah pencari sarang madu di hutan sejak 2016. Rahmadi mengusir madu dengan cara pengasapan. Ia membakar sabut kelapa atau daun kelapa kering untuk menghalau lebah dari sarangnya. Setelah lebah kabur, madu dapat dipanen dengan aman.

Para pencari madu seringkali dijadikan kambing hitam sebagai penyebab kebakaran hutan gambut dan lahan di Riau. “Dulu kami biasa mencari madu di hutan dengan sistem pengasapan. Karena kebiasaan tersebut, kami para pencari madu selalu dijadikan kambing hitam penyebab kebakaran hutan dan lahan yang terjadi,” kata Rahmadi yang sudah beristri namun belum dapat momongan ini.

Rahmadi sendiri keberatan disebut sebagai pembakar hutan. “Saya kan juga ingin hutan tetap ada. Sebab kalau hutan terbakar, lebah juga tidak ada,” katanya.

Tapi dengan bimbingan para pelatih, Rahmadi berubah cara berpikirnya. Kalau dulu dia yang mendatangi sarang lebah. Saat ini lebah yang mendatangi dia. Caranya, di sekitar rumah ia pasang kotak rumah lebah. Akhirnya, lebah dari hutan  berdatangan ke kotak. Mungkin lebah merasa lebih nyaman, terasa hidup di real estate. 

Kini Rahmadi dan anggota komunitas lainnya tidak perlu ke hutan lagi. Mereka pun tak lagi di cap sebagai penyebab kebakaran hutan.

Rahmadi sendiri tentu ingin hutan tetap lestari karena lebah sangat membutuhkan bunga dari beragam tanaman.

Segala jenis tanaman menghasilkan nektar yang dibutuhkan lebah. Antara lain, tanaman buah-buahan, berbagai jenis bunga, beragam jenis gulma yang berbunga, mangrove, dan kelapa sawit.

“Desa kami berada di posisi strategis untuk lebah madu. Selain masih terdapat hutan semak belukar, di utara desa merupakan pesisir laut dan di selatan desa berbatasan dengan perusahaan HTI penanaman akasia,” katanya.

Dengan mengubah pola pikir, mereka terbukti sukses melakukan budidaya lebah madu. Mereka tidak merusak hutan dan lahan. Peningkatan penjualan madu telah mendorong minat warga lain untuk  belajar budidaya lebah.

Rahmadi kini menjadi pelatih untuk masyarakat lain yang ingin ikut serta dalam menjalankan usaha budidaya lebah madu. “Sekarang kami menjadi pionir dalam kegiatan budidaya madu hutan gambut di kawasan Kecamatan Bandar Laksamana. Kami menerapkan budidaya dan pemanenan yang berorientasi ramah lingkungan,” kata Rahmadi.

Kini masyarakat umum sudah mulai mengikuti jejak Rahmadi untuk membudidayakan lebah. “Selain komunitas kami, ada sekitar 50 warga yang sudah melakukan budidaya lebah,” kata Rahmadi yang juga Sarjana Komunikasi ini. Ia sendiri masih terus melatih warga lain agar semakin banyak yang membudidayakan lebah.

Dengan membudidayakan lebah, masyarakat otomatis akan peduli dengan kelestarian hutan. Lebah tidak akan hidup jika tidak tersedia makanan yang cukup di sekitarnya. Hutan adalah bagian dari ekosistem yang penting bagi lebah. Sementara lebah menghasilkan madu untuk menjadi sumber ekonomi bagi masyarakat. Dengan sendirinya, masyarakat menyadari pentingnya menjaga hutan demi masa depan yang lebih baik.*** R.Wiranto

0
794
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Inspirasi
Inspirasi
icon
10.5KThread6.7KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.