kaze27Avatar border
TS
kaze27
Memories
Kalian punya nggak sih seseorang yang menjadi alasanmu untuk bertahan sampai sekarang?

Kalau aku, tentu saja Rey. Seorang lelaki berkulit putih dengan mata hazel. Lelaki berkebangsaan Italy yang sekarang menetap di Bandung. Seorang lelaki yang membuatku jatuh cinta setiap harinya. Dia sopan dan sedikit cerewet. Aku mengenal Rey sudah lama sejak 2015 lalu. Kami bertemu disebuah caffe. Saat itu aku yang seorang jurnalis mendapat sebuah tugas untuk menulis laporan tentang salah satu restoran italy yang sedang hits pada masa itu. 
Hari itu sebelum pergi kesana aku mampir dulu disebuah caffe untuk sekedar makan siang. Aku memesan salad dan secangkir coklat panas untuk menemani makan siangku. Selang beberapa menit seorang lelaki bule datang menghampiri mejaku.
"Ehm maaf apa boleh aku duduk disini? Semua tempat sudah penuh." ucapnya dengan logat bahasa Indonesia yang terbilang fasih untuk seorang bule. Aku sempat terkejut mendengarnya bisa berbicara dengan fasih menggunakan bahasa Indonesia.
Aku melihat sekeliling dan ternyata memang sudah penuh semua. Kasihan juga  masak ganteng-ganteng gini disuruh berdiri.
"Iya silahkan."
"Terima kasih." ucapnya sembari tersenyum dan kemudian duduk disebelahku.
Tak lama setelahnya makanan yang aku pesan akhirnya datang juga. 
"Kamu sendirian?" tanyanya.
"Iya."
"Oh."
Hening. Tak ada lagi percakapan setelahnya. Aku hanya sedang sibuk menghabiskan makan siangku. Sesekali aku melihat kearah Rey diam-diam. Wajah tampannya ini sulit sekali ditolak dan diperhatikan. Setiap Rey melirik kearahku aku selalu berpura-pura tak melihatnya dan memainkan ponselku. Malu juga kalau ketahuan sedang melihatnya, yang ada makin kepedean dia.

Selesai makan siang aku langsung bergegas menuju resteron Italy. Aku mengendarai mobilku dengan kelajuan yang lumayan cepat dari biasanya karena waktu untuk wawancara sedikit mepet. Sesampainya disana aku langsung memarkirkan mobilku dan masuk ke restoran. 
"Oh hai ketemu lagi kita." ucap Rey padaku.
Aku terdiam dan beberapa saat baru tersadar kalau lelaki bule yang menyapaku barusan itu adalah laki-laki yang dicafe tadi.
"Oh iya, hai."
"Mau makan lagi?" 
"Ah enggak mau wawancara. Situ sendiri?"
"Saya juga mau wawancara. Ini lagi nunggu jurnalisnya dateng."
"Maaf kalau boleh tahu jurnalisnya dari perusahaan apa ya? Soalnya saya juga mau wawancara sama yang punya restoran ini."
"Perusahaan JK."
"Wah kebetulan saya dari perusahaan JK. Apa masnya juga mau wawancara sama yang punya restoran ini?"
"Anu mbak saya yang punya resteron ini."
"Oh yaampun maaf mas."
"Iya mbak nggak papa. Jadi mbaknya yang mau ngewawancara saya?"
"Iya. Sebelumnya perkenalkan nama saya Kirani dari perusahaan JK. Saya disini ingin meminta ijin kepada bapak untuk wawancara." Aku mengulurkan tanganku dan kami bersalaman.
"Baik mbak Kirani. Perkenalkan nama saya Rey pemilik restoran Italy ini."
Setelahnya aku mulai melakukan wawancaraku dengan Rey yang berlangsung lumayan lama. Selanjutnya kami mengobrol santai cukup lama. Sangat jarang sekali untukku berbicara dengan lawan jenis begitu lama. Hm mungkin karena obrolan kita nyambung dan Rey juga asik orangnya. Setelah bicara panjang lebar aku baru tahu kalau ternyata Rey adalah seorang pebisnis makanan yang terbilang cukup muda. Di usianya yang baru 22 tahun dirinya sudah berhasil membuka resteron Italy diberbagai negara, termasuk di Indonesia ini.
Dia menetap di Bandung sudah lebih dari 3 bulan. Dari caranya berbicara, aku tahu kalau Rey adalah lelaki yang pintar. Tak heran ia bisa membuka begitu banyak restoraan Italy di berbagai negara. Cukup banyak yang kita obrolkan, sampai akhirnya bertukeran id line dan menjalin hubungan yang cukup intens. 
Aku menjalin hubungan dengan Rey sudah dua tahun lebih dan selama empat bulan terakhir ini aku dan Rey melakukan hubungan jarak jauh. Karena Rey harus pulang ke Italy untuk mengurus bisnisnya disana. Jangan tanya apa aku menangis saat Rey pergi ke Italy. Karena tentu saja jawabannya iya, aku menangis bombay saat Rey bilang akan pulang ke negaranya. Aku memeluknya erat dan merengek padanya untuk tak pergi ke negaranya. 
Tapi Rey bilang, "Kirani sayang, saya nggak lama kok cuma sebentar aja. Saya janji kalau nanti saya balik ke Indonesia saya bakal kasih kamu kejutan dan nurutin semua yang kamu mau." ucap Rey sembari mengusap lembut kepalaku.
"Janji ya nggak akan lama."
"Iya janji. Sekarang kamu senyum dong hem."
Aku mengusap air mataku dan tersenyum kearahnya. Sebelum akhirnya berangkat, kami sempat berpelukan lama sekali sampai akhirnya pesawat yang Rey naikki berangkat.
 Setelah mengantar Rey ke bandara aku langsung pulang ke rumah dan mengunci diri dikamar. Aku ijin tidak masuk kerja hari ini, moodku seketika menjadi buruk. Aku tak ingin melakukan apa-apa, aku hanya ingin menangis. Belum satu jam aku berpisah dengan Rey dan aku sudah merindukannya. 

Keesokkan harinya tenggorokkanku mulai terasa kering dan mataku sembab. Kemarin sepulang dari bandara aku menangis semalaman dan sekarang aku mulai lapar. Mandi,ganti baju, sarapan dan setelahnya berangkat ke kantor. Rasanya enggan sekali untuk kekantor tapi mau bagaimana lagi kalau terus-terusan ijin aku tak bisa membayangkan akan sebanyak apa nanti berkas dimejaku.

Suara dering ponsel terdengar dari dalam tasku. Aku merogohnya dan langsung menjawab panggilan itu. 
"Halo?" terdengar suara Rey dari seberang sana.
"Selamat pagi. Eh siang deh di sana." ucapku bingung sendiri.
Rey terkekeh mendengar suaraku.
"Kamu kemana kok dari tadi nggak ada disebelah saya?"
"Saya berangkat kerja. Sarapannya sudah saya taruh dimeja makan."
"Aduh kamu ini masih pagi udah bikin saya ngarep."
"Iya ya masih pagi tapi udah ngekhayal ketinggian."
"Yaudah kamu hati-hati nyetirnya. Nanti kalu udah sampai kabari saya hem."
"Iya." Aku menutup paggilanku dengan Rey dan melanjutkan perjalanan ke kantor.
Sesampainya dikantor aku langsung memasang headset ditelingaku dan mulai menyalakan komputer.Bersiap mengerjakan pekerjaan yang sudah menumpuk itu. Oh astaga aku hampir lupa mengabari Rey.

Rey saya sudah sampai kantor. Saya lanjut kerja dulu ya sayang.
09.00 wib


22 Agustus 

Tak terasa sudah enam bulan semenjak Rey pulang kenegaranya. Dan selama enam bulan itu pulaa aku terus menunggunya dengan air mata yang selalu menemani malamku. Hari ini entah kenapa dari pagi Rey tak ada kabar. Aku sudah mengiriminya pesan tapi tak kunjung dia balas, bahkan telponpun tak dia angkat. Kemana sebenarnya Rey sekarang.
Aku melangkahkan kaki kekamar sehabis dari dapur. Aku mendengar suara dering ponselku yang sedari tadi bersuara. Perasaanku mulai tak karuan semenjak tadi pagi karena Rey tak kunjung mengabariku. 

"Halo? Apa benar ini dengan saudara Kirani?"
"Iya saya sendiri. Ini siapa ya?"
"Saya dari rumah sakit Media ingin memberitahukan bahwa teman anda yang bernama Rey Alvino telah mengalami kecelakaan dan sammpai sekarang belum sadarkan diri."
Dheg!
Aku menjatuhkan ponselku dan terduduk lemas. Air mataku mulai tumpah. Aku masih sulit untuk mempercayai apa yang baru saja kudengar tentang Rey. Aku menguatkan kakiku untuk berdiri dan berlari masuk ke mobil dan berangkat menuju rumah sakit. Air mataku masih mengalir deras. Tuhan aku mohon jangan ambil Rey terlebih dahulu. Tuhan aku mohon selamatkan Rey. Tuhan tolong beri aku satu kesempatan lagi untuk bisa lebih lama bersamanya.
 Tak henti-hentinya aku berdo'a meminta keselamatan untuk Rey disepanjang perjalanan. Rey kamu harus selamat, kamu nggak boleh kenapa-napa.

Sesampainya di rumah sakit aku langsung menuju bagian resepsionis dan menanyakan informasi atas korban kecelakaan yang bernama Rey.
Setelah mendapat informasi kalau sekarang Rey ada di ruang ICU aku langsung berlari dan akhirnya sampai tepat didepan ruangan itu. Aku duduk didepan ICU. Rey masih dalam keadan kritis dan masih ditangani dokter. Menurut para saksi yang melihat kejadian itu, mobil yang dinaikki Rey saat itu tiba-tiba hilang kendali dan menyebabkannya menabrak pembatas jalan dan itu diakibatkan karena rem mobilnya blong. 

Datang seorang polisi padaku dengan memberikan sebuah kotak kecil berwarna hitam dan sepucuk surat yang sudah terkena corak merah dari darah Rey. Polisi itu berkata kalau dia menemukannya disaku Rey. 

Teruntuk Kirani yang saya sayangi

Kirani sayang, malam ini saya berangkat ke negara kamu. Dengan membawa sepasang cincin untuk melamar kamu. Saya sengaja menulis surat ini buat kamu. Kamu tahu segugup apa saya saat didekat kamu. Kamu tahu kan kalau saya nggak akan bisa menyampaikannya langsung kalau didepan kamu. Saya masih sering terpesona sama kamu. Saya masih terpesona dengan bagaimana Tuhan bisa menciptakan kamu dan menghadirkan kamu dihidup saya. 
Kirani sayang, terima kasih karena sudah bertahan selama ini dengan sikap saya. Terima kasih karena sudah begitu sabar menjalani hubungan dengan saya. Terima kasih karena telah membuat saya jatuh cinta dan yakin bahwa pilihan saya tentang kamu itu benar. Kirani saya minta maaf karena sudah membuat kamu menunggu sangat lama. Kirani saya mohon setelah kamu membaca surat ini, tolong palingkan wajah kamu ke saya dan beri saya jawabbannya.
Kirani, kamu mau kan menikah dengan saya?

Aku terduduk lemas dilantai yang dingin. Tangisanku kembali pecah, aku tak sanggup membacanya sampai usai. Pandanganku mulai memburam dan dadaku terasa sesak sampai rasanya sulit sekali untukku bernafas. Aku mencoba menguatkan diriku untuk bangkit saat dokter baru saja keluar dari dalam.
"Bagaimana dok? Apa keadaan Rey baik-baik saja? Jawab saya dok! Bagaimana keadaan Rey?" Aku berteriak memegangi baju dokter dengan sisa tenaga yang kupunya. Dia memandaangiku dengan iba. Ada rasa bersalah yang terlukis diwajahnya  karena gagal menyelamatkan nyawa pasiennya. 

Aku berlari memasuki ruangan tempat Rey dirawat. Aku memandangi tubuhnya yang terbujur kaku dengan air mata yang semakin deras. Wajahnya berwarna putih pucat, bibirnya membiru. Ada bekas luka dan darah yang sudah dibersihkan disekujur tubuhnya. Dimataku Rey masih terlihat tampan dan hanya tertidur.
"Rey bangun sayang. Jangan tinggalin saya sendiri. Kamu tahukan kalau cuma kamu satu-satunya alasan buat saya bertahan sampai sekarang. Ayo Rey bangun. Saya janji saya akan nuruti semua yang kamu mau. Saya mau nikah sama kamu. Saya nggak akan menghindar lagi, kalau perlu sekarang kita ke KUA. Tapi kamu bangun dong Rey."
Percuma tubuh Rey tak bergeming sama sekali. Kini matanya yang sering memandangku tak akan lagi bisa terbuka. Suaranya saat memanggil namaku dengan mesrah kini tak akan pernah terdengar lagi. Tangannya yang selalu mengusap kepalaku kini tak akan bisa digerakkan lagi. Aku tahu Tuhan lebih sayang pada Rey, tapi tetap saja ini sakit aku belum bisa terima kalau harus kehilangannya dari hidupku.
Diubah oleh kaze27 15-11-2021 17:05
windytria10433Avatar border
windapuspita199Avatar border
windapuspita199 dan windytria10433 memberi reputasi
2
2.8K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sista
Sista
icon
3.9KThread7.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.