l13skaAvatar border
TS
l13ska
Memori Itu Kembali Menguak: Antara Keyakinan Dan Penantian

Picture: pinterest


Pertemuan singkat kami tak pernah aku bayangkan. Ia telah banyak berubah. Kulit kuningnya sudah mulai berubah kecoklatan. Kudengar ia telah menjadi peternak sapi, meneruskan usaha keluarga istrinya. Pastinya tiap hari tubuhnya tersengat panasnya mentari ketika merumput demi para sapi. Sepertinya hidupnya bahagia dengan keluarganya, aku bersyukur dan sedikit ada rasa iri.

Kulihat ia pun mulai menjadi perokok. Rokok, sesuatu yang tak kuharapkan jika memiliki suami. Namun, aku justru terjebak dengan perokok berat. Yah begitulah manusia hanya bisa berencana namun tetap saja Tuhan yang menentukan.

Sejak pertemuan singkat hari itu, sebuah memoar kembali terkuak. Sebuah memori masa remaja antara dia dan aku. Mengingatkan akan cinta dan sejuta luka yang sempat tertanam di relung jiwa.

Semua rasa sakit itu bermula dari hari itu...

****

April 2006

Kabar ia akan kembali ke kampung halamannya sudah mulai santer terdengar. Ada sebuah rasa yang bergetar di relung jiwa. Rasa sedih dan takut kehilangan. Aku tak mau lagi kehilangan.

Siang itu ia tak datang ke tempat latihan. Rasa semakin berkecambuk sembari menunggu kedatangannya. Endah kenapa aku begitu bodoh waktu itu.

Sebenarnya, sudah lama aku bersabar manahan rasa. Saat ia bersama kekasihnya yang dulu. Saat ia putus dengan mantannya. Kala itu aku masih kelas 3 SMA tak berpikir untuk cinta-cintaan. Hanya fokus sekolah dan mengejar mimpi yang aku sendiri tak paham apa mimpiku.

"Alah Di Di, putus cinta cari yang lain... Gitu aja kug sedih." Hibur aku saat ia cerita putus dari sang pacar

"Emang km gelem dadi pacarku? Wong kamu gak gelem ae"

Emangnya kamu mau jadi pacarku? Kamu aja gak mau jadi pacarku

Sesaat itu aku terdiam. Seluruh teman-teman yang ada di ruangan juga ikut terdiam demi mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya.

Bulan-bulan berikutnya aku harus menahan rasa cemburu karena ia menggandeng pacar barunya. Salah satu anggota ekskul kami. Saat itu aku sadar aku menyukainya namun ego tetep bertahan untuk lebih memilih berkawan.


***

Jam menunjuk angka 9, malam sudah mulai larut. Aku nekat memutar nomor telpon. Melihat dari ponsel dengan merk Nokia jadul dan SMS tapi tak ada balasan. Kemudian aku nekat menghubungi nomor asrama tempat dimana dia tinggal.

Terhubung, kudengar salah seorang lelaki paruh baya yang menjawab telponnya. Lalu kudengar beliau yang tak kukenal memanggi nama Abdi dari kejauhan

"Halo" suara Abdi terdengar, hatiku berdegup tak karuan. Mungkin jika ini di depan kelas, pasti akan banyak mata yang tahu bahwa pipiku memerah menahan malu.

"Aku Nisa"

"Eh iya Nis, ada apa? kuh tumben telpon?"

"Kenapa gak latihan? Dicariin mas Jo sama anak-anak?"

"Iya, tadi gak boleh sama abah, ada kerja bakti disini. Soalnya asrama mau kedatangan tamu. Banyak tidak yang latihan?"

"Ya seperti biasa, ada Nela, Meta, Mbak Tatik sama Mbak Putri."

"Katanya mau ke pulang kampung?" Lanjutku

"Iya, disuruh pulang sama bapak. Katanya suruh bantu kerja di sawah daripada gak ada kerjaan di Jawa."

"Kapan?"

"Sebulan lagi"

"Berarti gak balik lagi dong?"

"Kayaknya sih gitu, bapak aku kan orangnya keras. Kalau udah buat keputusan, anak harus nurut."

"Oww, yaudah kalau gitu. Sebenernya ada yang mau aku omongin sih ke kamu."

"Ngomo apa. Ngomong aja!"

"Hehehe, hmmm anu... Apa ya"

"Loh ya gak tau kan kamu yg mau ngomong. Kug tanya apa? Aku yo gak ngerti."

Berjaga-jaga kalau pembicaraan jadi garing, kuletakkan jari telunjukku di tombol tutup telpon.

"Aku sayang kamu."

Klek, tanpa menunggu jawaban apapun, aku sudah menutup telpon. Rasa malu seolah jadi naik di ujung ubun-ubun.

"Duh, gimana ini? Gak papa wes toh dia bakal pergi jauh."

Aku yang merasa bodoh langsung meninggalkan tempat dimana pesawat telpon terpasang. Kulangkahkan kaki dan kembali ke kamar tidur.

Sunyi, hari sudah malam. Hanya ada aku sendiri di rumah sebesar itu. Demi rasa malu yang ada aku hanya bisa menutup kepalaku dengan bantal.

HP ku yang ada di kamar kubiarkan tergeletak begitu saja. Tak ada pulsa percuma memegangnya. Akupun tak berharap Ardi akan membalas telponku.

Hinga bunyi bip dan layar ponsel menyala bersamaan, sempat mengagetkan aku.

Sebuah pesan dari Ardi muncul di layar ponsel.

Kubuka dengan sebuah pesan yang bikim jantung copot seketika

Beberapa menit kemudian. Ada sebuah pesan masuk dari Ardiansyah

❤️Aku Juga Sayang Kamu❤️

Lunas, demi membaca pesan singkat itu aku langsung menelpon dia. Kami pun mengobrol tentang perasaan kami. Tentang bagaimana bodohnya aku akan perasaan dia selama ini.

Malam itu aku bahagia sekali, tak ada kata yang telat untuk bisa menggambarkan bahagianya aku. Begitulah cinta. Selalu terasa indah di awal.

***
Sejak itu kami pun jadi semakin dekat. Hanya saja ia gak secara resmi nembak? Jadi kupikir kami hanya TTM an saja.

Gak sampai dua bulan kisah cinta kami harus kuakhiri. Semua bermula dari tes singkat yang aku lakukan.

Aku ada di Surabaya kala itu, hampir seminggu kami terpisah jarak dan waktu. Tiap pagi aku menelponnya dari Surabaya, memastikan bahwa hatinya masih untukku.

Aku baru punya ponsel kala itu namun belum punya nomor seluler yang sama dengannya. Ia selalu merengek karena tak bisa menelpon ke nomorku karena perbedaan operator seluler kami. Aku pakai si merah dan dia si biru.

Saat aku berhasil membeli kartu perdana, aku sengaja merahasiakan dari dia. Agar bisa kasih surprise ke dia.

Siapa sangka tindakan aku malah bikin petaka. Yah, memang tidak ada yang bisa menduga tentang datangnya cinta dan duka. Terkadang duka bisa dengan kejamnya mampir tanpa surat undangan. Bahkan datang saat cinta sedang menggebu.

***
Sepanjang perjalanan, entah kenapa aku ingin jailin dia. Aku kirim sms ke dia dan memperkenalkan diri sebagai Faradina.

Bukan main kagetnya aku saat dia bales sms balik ke aku. Dia bilang udah punya pacar, aku senang karena itu tandanya dia cowok setia. Persis seperti yang aku harapkan.

Anak asrama yang pasi mandiri, rajin ibadah, wajah lumayan dan setia lagi. Siapa sih yang gak seneng dapet cowok sepaket kaya gitu?

Namun balasan sms berikutnya membuat aku kecewa. Ia bilang dalam pesannya bahwa ia tak suka dengan pacarnya yang gak pinter dandan dan gak suka pakai parfum. Nah pacarnya itu aku banget.

Alhasil saat aku sampai di rumah, aku berdandan dan memakai parfum. Plus memakai rok seperti yang ia sukai. Kukunjungi ia hari itu di tempat ia melatih ekskul. Ia tersenyum.

Senyum terakhir yang hanya ditujukan untukku.

"Hihihi, pakai rok".

"Iya"

Lalu aku mengirim pesan singkat ke nomornya dari ponselku. Ia tersenyum melihat pesan yang masuk itu.

"Faradina ya"

Ia melihat ponselku.
"Kug kamu..."

"Aku faradina. Maaf ya, aku gak bisa ngelanjutin hubungan kita. Lebih baik kita temenan saja."

Raut wajahnya tampak kaget. Air mata sudah mulai menggenang di pelupuk mataku. Aku salami tangannya dan berpamitan.

Sepanjang perjalanan aku menangis namun ada rasa lega di hati. Aku bebas. Mungkin jika aku terus bersamanya, aku hanya akan jadi seperti yang dia mau dan lupa akan apa yang aku mau.

Setahuku cinta artinya bisa menerima apa adanya. Menjadi pelengkap dari segala kekurangan.
Aku emang sengaja gak dandan, sengaja gak suka pakai parfum. Bukan tanpa sebab, aku hanya ingin menemukan sososk pria yang bisa terima aku apa adanya.

Jika baru pacaran dia sudah tak bisa menerima aku, bagaimana nanti? Aku tak yakin cintanya bisa bertahan menahan badai dan hujan. Jika menerima aku apa adanya terlalu sulit baginya.

Aku takut jika aku sudah mulai menua dan tak lagi belia, ia akan meninggalkanku. Seperti ayahku yg meninggalkan ibuku. Aku butuh lelaki yang bisa menerima aku apa adanya.

Malam harinya ia menghubungiku lagi, meminta aku memaafkannya. Aku maafkan tapi untuk kembali bersama aku tidak bisa, hatiku sudah kadung terluka. Tetep pada komitmen ku: teman saja.

Pikiran dan ketakutanku akan kegagalan rumah tangga kedua orang tuaku lah yang membatasi diriku. Padahal jika mau aku bisa memberinya kesempatan lagi. Tapi kala itu, berteman adalah hal terbaik buat kami.

***
Sebuah siluet yang bergerak didepanku, segera membuyarkan anganku.

Ia sudah berdiri di depanku. Berdiri dan menyalamiku

"La, kamu ini gimana? Masak kamu yang udah jadi pelatih di rayon ini gak mau ngelatih. Aku jauh-jauh dari Malang berangkat kesini. Gimana sih kamu ini?"

"Kita beda. Kamu cowok, lha aku cewek. Aku punya tanggungjawab yang gak bisa kulepas gitu aja di rumah."

"Udah magrib aku pamit ya"

"Mau kemana sih? Disini saja, tunggu sampai selesai"

"Gak bisa suami nanti nyariin. Waktunya gantiin jaga anak."

***
Sebuah memori terkuak kembali. Aku menemani ia selama perjalanan pulang. Mencarikan tiket dan mengantarnya ke pelabuhan. Sebuah perjalanan terakhir yang panjang. Dia memintaku mengantarnya dengan alasan tak tahu beli tiket dimana.

Kalau dipikir-pikir aneh saja, kenapa tak meminta pacar barunya untuk mengantarkan kepergiannya. Kenapa harus aku?

Setelah perpisahan itu, aku kadi berharap dan memutuskan menunggunya kembali. Ada keyakinan ia telah berubah dan akan kembali padaku.

Tahun pertama menanti tak ada masalah. Tahun kedua jadi masalah karena aku tak memiliki nomer telponnya. Tak ada kabar dari dia.

Hanya ada sebuah kisah yang dituturkan dari mulut mantannya.
"Kamu tau gak mbak, selama pacaran dia itu nyiumi aku terus. Dia mendaratkan ciumannya ke seluruh wajah ini."

Deg, hatiku berdegup kencang "segitunya kah dia??" Pikirku sedikit tak percaya dengan perkataannya.

Mendengar cerita itu, tak serta merta aku bisa mempercayai perkataan Cristal. Namun ingatan diawal-awal pacaranlah yang seketika membuat kepercayaanku padanya runtuh. Aku pun memutuskan takkan lagi menunggunya.

Aku teringat kala itu, ketika ia mencoba mencuri cium dariku dan hanya mengenai pipiku. Aku syok kala itu, rasanya belum siap karena dia belum jadi halal bagiku.

Kalau difikirkan, mungkin itulah alasan sebenarnya aku meninggalkan dia. Ketakutan kehilangan harta satu-satunya sebagai wanita. Harta yang seharusnya kuberikn pada suami tercinta.

Tak ada jaminan bahwa ia akan menikahiku terlebih jika ia akan pergi kembali pada keluarganya

Tahun ketiga kepergiannya, ia kembali. Tak ada sepatah kata tak ada kesepakatan, rasa dihatiku semakin terkikis sudah.

Aku mulai memaksa diri membuka hati untuk lelaki baru. Memutuskan melupakan pernah ada rasa dan mulai membuka hati untuk menyukai lelaki lain.

Jatuh cinta sama sahabat dan pacaran membuat saya perlahan benar-benar melupakannya.

Waktulah yang pada akhirnya menggerus kisah kami. Dan biarlah kisah ini jadi kenangan dan pelajaran.

Salam hangat untuk mantan dari Laisa yang pernah mencintaimu 🤗



Kunjungi Tulisan TS yang lain yah 🙏🙏
Diubah oleh l13ska 22-10-2021 03:50
alizazetAvatar border
bukhoriganAvatar border
aripmaulanaAvatar border
aripmaulana dan 6 lainnya memberi reputasi
7
910
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.