sintara85Avatar border
TS
sintara85
Sumpah Bidan Saat Menjalankan Tugas, Sanggupkah?
Kandasnya panggilan seorang bidan

Masih adakah di zaman ini orang yang gak tegaan?

Gak tegaan adalah sesuatu hal yang timbul dari rasa simpati seseorang namun tak selamanya memberi empati walaupun akhirnya berempati. Dari sifat gak tegaan ini, orang yang diberi empati tak jarang menggunakan kesempatan ini untuk kepentingan pribadi.

Ini adalah sebuah kisah nyata ibuku.
Ibuku adalah seorang bidan tepatnya di desaku. Aku mulai mengingat kisahnya sejak duduk di bangku sekolah menengah. Itupun ketika aku melihatnya harus memaksa mata dan tubuhnya yang sudah lelah mengerjakan pekerjaan sebagai bidan yang membantu para ibu melahirkan. Di samping harus full melayani kunjungan masyarakat di puskesmas yang memeriksakan kesehatan dan memeriksakan kehamilan seorang ibu hamil. Pekerjaan ini dilakukan setiap hari Senin hingga Jumat karena ibuku mendapat sumpah sebagai pegawai negeri sipil.
Namun sebelum mendapat jabatan sebagai pegawai negeri sipil, ibuku adalah seorang bidan yang siap dipindah tugaskan dari desa ke desa yang masih terbagi dalam setiap dusun yang fasilitasnya sangat minim sekali.
Karena area perumahan di setiap dusun berawal dari lahan hutan yang dibuka dan dijadikan tempat tinggal beberapa kepala keluarga dan tempat tinggal yang dijadikan dari warisan para leluhur mereka.

Sarana dan prasarana di desa dan dusun-dusun saat itu belum sebagus sekarang. Sarana pengangkutan tidak ada.

Ibu yang hendak melahirkan atau orang tua yang sakit parah, dan anak-anak yang kritis penyakitnya harus menggunakan bambu yang digotong oleh beberapa orang atau menggunakan pedati. Bahkan harus melewati sawah dan tebing jalan yang curam.
Tak jarang ibu hamil melahirkan di tengah perjalanan menuju rumah bidan.



Kalau keadaan si ibu yang melahirkan kritis karena kondisi kelainan dalam masa kehamilan dan kurangnya pengetahuan ibu hamil tentang kehamilan atau fasilitas bidan yang minim tak jarang ibu atau bayi yang dilahirkan meninggal dunia

Tak jarang pula orang sakit akhirnya meninggal di tengah perjalanan ketika dibawa menuju rumah sakit terdekat.

Itulah resiko yang dihadapi seorang bidan di desa.

Orang di desa belum ada pengetahuan untuk mempersiapkan biaya persalinan ibu melahirkan sehingga untuk pembayaran persalinan harus dicicil dan dibayar setelah panen dari kebun dan sawah mereka. Kadang dibayar dengan beras, dan hasil panen. Tak jarang pula mereka tidak membayar biaya persalinan.

Hal inilah yang sering dihadapi ibuku.

Saat ibu tidak mempunyai uang untuk kebutuhan sehari-hari , ibu harus bercocok tanam. Saat itu aku dan keempat saudaraku sudah menduduki bangku sekolah yang membutuhkan biaya juga.

Ibu bercerita tentang orang dusun yang menyicil biaya persalinan dan biaya pengobatan.

Ibu adalah sosok yang tidak tegaan. Ibu sangat sering menggratiskan biaya pengobatan atau biaya persalinan.

Bagaimana tidak?

Untuk tempat tinggal saja, hanya di sebuah gubuk kecil yang terbuat dari bambu dan ijuk. Kebun, sawah mereka tidak ada. Hanya mengharapkan upahan bekerja di kebun tetangga. Kalau tidak panen, ya tidak ada uang.
Untuk makan saja kurang.

Tapi ibu tidak pernah mengeluh dengan resikonya sebagai bidan desa.

Aku mengingat sebuah kejadian yang menimpa salah satu kerabat kami di desa.

Seorang ibu melahirkan ternyata meninggal dunia. Sebab kekurangan darah dan minimnya angkutan dari dusun ke rumah ibuku sehingga nyawa ibu yang melahirkan tidak tertolong.
Pihak keluarga kurang siaga menghubungi bidan. Terjadilah hal yang tidak diinginkan.

Saat itu ibuku seperti putus asa. Sedih dan merasa berdosa.

Namun pihak keluarga dari ibu yang meninggal akhirnya ikhlas menerima kenyataan. Ibu pun lega. Dan kembali beraktifitas semula seperti biasanya.

Ibu selalu mengajarkan kami anak-anaknya untuk selalu bersyukur. Memberi bukan karena kita mempunyai lebih. Memberi karena kita punya hati.
Salah satunya yaitu gak tegaan..hihi..

Di balik sosok ibu yang gak tegaan, ada saja orang yang memanfaatkan situasi. Dengan dalih meminjam uang, dikembalikan minggu depan namun kenyataannya uang tidak dikembalikan.
Ibu selalu sabar dan selalu memutihkan piutang orang yang meminjam.
Kata ibu, " anggap saja uang itu bantuanku bagi keluarganya". Ibu pun ikhlas.
Dan tak ayal, yang datang berobat atau melahirkan pun selalu orang kelas bawah. Orang kelas menengah ke atas selalu ke bidan lain yang fasilitasnya memadai.
Namun ibu tetap tidak berkecil hati. Selalu bersyukur.

Sampai suatu saat di usianya yang sudah melewati setengah abad , ibu pun mulai merasa letih menjadi bidan desa.
Orang muda semakin banyak yang mengambil jenjang kuliah kebidanan.
Dan mereka pun ditempatkan di berbagai desa dan dusun.
Masih saja orang-orang berdatangan ke rumah ibu memeriksakan kehamilan dan memeriksakan kesehatannya.
Namun ibu menolak dan mengarahkan orang-orang di desa agar menghubungi para bidan desa yang masih muda.

Ibu pun mengambil pensiun dini di saat aku dan ketiga saudaraku sudah menikah. Ibu kembali menjadi petani setelah ditinggal pergi ayah 5 tahun sebelum ibu pensiun dini.

Karena usia yang sudah lewat setengah abad, kandas jugalah panggilan ibuku sebagai bidan yaitu bidan desa.

Semoga penerus ibu sebagai bidan di desaku menjadi bidan-bidan yang bersimpati dan berempati , jangan memilih sosok yang gak tegaan karena gak tegaan terkadang dimanfaatkan untuk situasi yang tidak baik.

Inilah kisah ibuku yang terpanggil sebagai bidan desa. Masih banyak yang ingin kuceritakan. Untuk saat ini sampai sini dulu ya gan, sista.

Cendolin ya gan, sis 🤗

Sumber: dokpri
Sumber Foto : fb

Diubah oleh sintara85 28-09-2021 02:14
hanifmujadidAvatar border
cheria021Avatar border
provocator3301Avatar border
provocator3301 dan 96 lainnya memberi reputasi
89
10.1K
100
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread•41.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.