drhansAvatar border
TS
drhans
TALES FROM NOWHERE
TALES FROM NOWHERE

Alkisah ada seorang kakek jompo membawa cucunya belanja di pasar. Mereka belanja barang keperluan sehari-hari.

Hidup mereka sangat sederhana, kalau tak mau dibilang miskin. Kakek ini memilih barang belanjaan dengan harga termurah dan yang di-diskon terbesar.

Bukannya tak ingin membeli makanan yang lebih pantas, tetapi memang hanya segitulah kemampuan keuangannya.

Cucu perempuannya, berusia delapan tahun, seorang gadis cilik yang periang. Hari itu ia sengaja ikut kakeknya, karena ingin membelikan kakek sepotong kue sebagai hadiah kejutan ulang tahunnya.

Maka, ketika dilihatnya sepotong kue yang menarik perhatian, ia mengambil kue itu lalu memasukkan dalam kantung belanjaan sang kakek.

Selesai memilih-milih barang, kakek ini pergi ke kasir untuk membayar barang-barang belanjaannya.

Kasir menghitung semua barang belanjaan, termasuk kue itu dan menyebut sejumlah angka.

Kakek menghitung semua uangnya dan ternyata tidak cukup.

Ia harus memilih mengembalikan sebagian barang belanjaan. Ketika melihat kue pilihan cucunya, dengan hati pedih ia mengatakan agar lain kali saja membeli kue, karena uangnya tak cukup.

Sang cucu-pun sedih, kue yang diperuntukkan bagi hadiah ultah kakek tak jadi dibeli, tetapi ia tahu bahwa mereka memang tak sanggup untuk membeli kue itu.

Di belakang mereka, ada seorang ibu muda yang sedang menuntun balitanya, memperhatikan mereka.

Ia merasa iba kepada mereka, dan lekas membayar kue itu saat antrian bayarnya tiba.

Ibu ini bergegas mencari pasangan kakek dan cucu itu. Lalu dengan tersenyum, ia memberikan kue itu kepada sang cucu.

Mulanya sang cucu menolak sambil mengucapkan terima kasih. Tetapi dengan ramah, ibu muda ini tetap menyodorkan kue tersebut.

Kakek yang merasa bersalah karena tak dapat membelikan cucunya kue, meminta ibu muda ini meninggalkan nomor telepon agar ia dapat mengganti harga kue di saat ia sudah memiliki uang.

Ibu itu tersenyum dan berkata bahwa mereka tak perlu menggantinya. Ia dengan senang hati memberi.

Kakek mendesak, akhirnya ibu ini menulis sepotong kalimat di sepotong kertas.

Kakek membukanya dan di atas kertas itu tertulis kalimat sebagai berikut, 'Pemberian ini bersifat tulus. Biarlah hadiah kecil ini dapat menjadi gelombang riak yang memantul dan berkesinambungan.'

Kakek ini demikian terharu. Rupanya, ia teringat puluhan tahun lalu ketika suatu hari ia pergi ke sebuah toko kue untuk membeli kue bagi istrinya yang sedang sekarat.

Saat itu ada seorang ibu muda sedang membujuk seorang anak perempuan kecil agar membatalkan keinginannya membeli kue karena mereka tidak mampu.

Anak perempuan itu menangis begitu sedih. Kakek, yang ketika itu masih bapak muda, tak tega melihatnya.

Ia bukan seorang yang berkecukupan juga. Uang yang dibawa hanya cukup untuk membeli kue untuk istrinya, tetapi melihat anak itu begitu sedih, ia mengalah.

Ia tak jadi membeli kue untuk istrinya, tetapi membelikan kue untuk anak perempuan tersebut.

Ibu anak itu juga malu hati dan bertindak sama sepertinya saat ini.

Ibu itu meminta nomor teleponnya dan berkata akan mengganti harga kue suatu saat.

Sang kakek, menulis pesan yang sama seperti yang ia baca sekarang.

Ahh! Rupanya kebaikan sesorang akan berbuah kebaikan bagi orang lain.

***

Di kisah lain, ada seorang anak laki-laki kecil berusia sekitar sembilan tahun terlihat mondar-mandir di depan sebuah toko kue.

Ia terlihat begitu ingin, melihat banyaknya pajangan kue yang menarik selera. Tetapi sayangnya, ia tak punya uang.

Ia anak yatim piatu. Tinggal berdua dengan adiknya yang masih kecil di sebuah gubuk kardus di pinggiran rel.

Ia yang setiap hari bertugas mencari makanan untuk mereka berdua.

Siang itu, ia belum makan apapun dan perutnya sudah lapar. Maka, sambil menahan air liur, ia melihat pembeli masuk ke toko kue itu silih berganti.

Ia tak berani meminta belas kasihan kepada penjaga toko, maka ia hanya bisa termenung-menung melihat orang-orang membeli kue.

Suatu ketika, ada seorang pembeli menjatuhkan kue yang dibelinya dan pembeli itu membuang kue yang terjatuh itu.

Anak kecil itu segera mengambil kue yang dibuang dan membungkusnya dengan kertas seadanya.

Dalam hati ia ingin memakan kue itu, tetapi ia teringat sang adik, maka ia bergegas pulang ke gubuknya.

Alangkah senang hatinya melihat adiknya memakan kue itu dengan lahap, walau ia tak disisakan barang sedikit. Baginya cukuplah melihat adiknya tak kekurangan.

Tetapi, tahukah Anda belasan tahun kemudian, ketika sang kakak menderita sakit dan tak dapat mencari makan, sang adik yang sekarang sudah menjadi pemuda dewasa, tak menggubrisnya dan tak mau menolongnya mencari makanan.

Mengapa?

Dalam pandangan sang adik, sudah menjadi kewajiban sang kakak untuk memenuhi kebutuhannya dikala ia belum mampu.

Sesudah mampu, ya, urusan masing-masing. Apa yang salah?

***

Saudara, manusia diberi kebebasan oleh Tuhan untuk memilih. Memilih untuk bereaksi terhadap kebaikan.

Apapun pilihan seseorang, kita tak berhak untuk menghakimi pilihannya.

Ia yang bertanggung jawab kepada Tuhan atas pilihannya.

Walau bagaimana pun, kita sebagai manusia beriman berkewajiban untuk menolong sesama.

Hasil akhir dari kebaikan kita, tak perlu kita pusingkan. Menolong dengan iklas dan tulus, cukuplah itu.

Maukah Anda melakukannya?

Salam semua. Be happy. Tuhan memberkati kita semua.
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
447
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.4KThread41.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.