Lockdown666Avatar border
TS
Lockdown666
Raksasa Properti China Terlilit Utang, Perusahaan RI Juga?


Jakarta, CNBC Indonesia - Evergrande, raksasa properti di China, sedang bermasalah. Terlilit utang, perusahaan properti kedua terbesar di Negeri Panda tu terancam bangkrut dan sepertinya butuh pertolongan pemerintah untuk bertahan hidup.
Bloomberg memberitakan, seperti dikutip dari Reuters, otoritas perumahan China telah memberitahukan kepada bank-bank bahwa Evergrande tidak akan mampu membayar bunga pinjaman yang jatuh tempo pada 20 September 2021 karena kesulitan likuiditas. Evergrande masih berupaya untuk menempuh jalur perpanjangan tenor pembayaran di sejumlah bank.
Evergrande disebut memiliki kewajiban mencapai US$ 305 miliar. Jika tidak ada solusi, maka bisa menjadi risiko sistemik di sektor keuangan China.

Lembaga pemeringkat S&P menurunkan peringkat utang Evergrande dari CC menjadi CCC dengan outlook negtif. Fitch, lembaga pemeringkat lainnya, juga menurunkan rating Evergrande dari CC menjadi CCC+.
Menurut Fitch, utang Evergrande kepada perbankan dan lembaga keuangan lainnya adalah CNY 572 miliar. Selain itu, bank juga memberi pinjaman kepada para supplier Evergrande senilai CNY 667 miliar.
Bank dengan eksposur tinggi terhadap Evergrande akan rentan terserang kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL). Inilah yang bakal menimbulkan risiko sistemik.

Ini menunjukkan bahwa Evergrande adalah perusahaan yang terlalu besar untuk bangkrut. Too big to fail.

Kejatuhan Evergrande akan menyeret banyak pihak, risikonya terlalu besar. Oleh karena itu, kemungkinan besar pemerintah China akan turun tangan untuk memberikan bailout kepada Evergrande agar tidak menimbulkan efek domino terhadap perekonomian China secara keseluruhan.

Perusahaan Indonesia Masih Aman?

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah utang perusahaan di Tanah Air masih aman?
Menurut catatan Bank Indonesia (BI), Utang Luar Negeri (ULN) swasta (termasuk BUMN) tumbuh 0,1% pada Juli 2021 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Lebih tinggi dibandingkan Juni 2021 yang membukukan kontraksi (pertumbuhan negatif) 0,2% yoy.
Pertumbuhan ULN swasta tersebut disebabkan oleh pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan sebesar 1,5% yoy, melambat dari 1,7% yoy pada bulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan mengalami kontraksi sebesar 5,1% yoy, lebih rendah dari kontraksi bulan sebelumnya sebesar 6,9% yoy.


Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN swasta pada Juli 2021 tercatat sebesar US$ 207 miliar, turun dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya sebesar US$ 207,8 miliar. ULN tersebut masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,6% terhadap total ULN swasta. 


Dalam keterangan tertulis Mei 2021 lalu, Fitch menyebut bahwa risiko gagal bayar (default) surat utang korporasi di Indonesia sudah mencapai puncaknya pada 2020. Memasuki 2021, risiko itu semakin menurun.
"Kami memperkirakan risiko default surat utang korporasi turun pada 2021. Meski demikian, pandemi yang berkepanjangan akan membebani likuiditas dan upaya pemulihan," sebut Fitch.
Tahun lalu, Fitch mencatat nilai default surat utang korporasi (domestik, valas, konvensional, dan sukuk) mencapai Rp 10 triliun. Melonjak hampir 35 kali lipat dibandngkan 2019 yang sebesar Rp 300 miliar. Lebih dari 20 penerbit obligasi mengalami default pada 2020, tahun sebelumnya hanya tiga.
Seperti di China, perusahaan properti dan real estat mendominasi penerbit obligasi yang default. Sektor ini memang mengalami pukulan berat akibat pandemi, apalagi saat aktivitas dan mobilitas masyarakat dibatasi. 


Salah satu penyebab default adalah tingginya biaya bunga. Penerbit obligasi yang mengajukan restrukturisasi memiliki kewajiban membayar kupon 11-12%. Padahal biaya dana di perbankan sudah jauh lebih rendah dari itu.

Kalau melihat data ULN dan pernyataan Fitch bahwa 'badai' sudah berlalu, maka sepertinya utang korporasi di Indonesia masih relatif aman. Namun ini akan tergantung dari dinamika pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19).

Jika pandemi kembali mengganas, yang membuat pemerintah terpaksa mengetatkan pembatasan aktivitas dan mobilitas masyarakat, maka arus kas korporasi akan seret karena pendapatan anjlok. Akibatnya, risiko utang kembali meninggi. 


https://www.cnbcindonesia.com/market...haan-ri-juga/1
nomoreliesAvatar border
tepsuzotAvatar border
gmc.yukonAvatar border
gmc.yukon dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.3K
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.