pog94
TS
pog94
Review Buku Diary Teacher Keder
Bulan Mei tahun ini, ada satu buku yang saya incer sejak Pre Order-nya dimulai. Buku yang cover-nya warna biru dari penerbit Buku Mojok berjudul "Diary Teacher Keder". Nggak tahu kenapa saya selalu punya ambisi khusus dengan buku-buku yang berbau pendidikan. Tahun lalu, saya juga beli buku "Retakan Nalar" dari EA Books.

Spoiler for Diary Teacher Keder:



Oke, sebelum mulai melenceng jauh, saya bakal bahas buku pertama langsung. Buku ini—sesuai judulnya—isinya cerita pengalaman penulis ngajar di dua buah SD selama kurang lebih tiga tahun. Dia seorang sarjana jurusan PGSD yang berani kerja sesuai dengan passion pret

Tau sendiri lah ya, kebanyakan sarjana pendidikan itu pada akhirnya kerja jadi apa. Ehm... nggak lagi ngomongin orang lain, ini mah ngomongin saya sendiri. Tapi ada beberapa temen saya tuh, sarjana pendidikan bahasa inggris yang kerja di bank, usaha sendiri, freelance, jualan, atau nganggur. wkwkwk.

Makanya, Edot itu termasuk spesies spesial.

Pengalaman ngajar di dua SD ditulis di blog pribadi Edot yang kemudian "ditemukan" oleh salah satu tim dari Buku Mojok dan 23 tulisan di dalamnya berubah menjadi buku. Lantas, gimana cerita-cerita itu menurut saya?

Saya pikir, nggak semua cerita Edot spesial, nggak bikin ketawa atau sedih. Tapi sebagai anak pendidikan yang pernah praktek ngajar di sekolah langsung, setiap judul tulisannya sukses bikin saya kangen suasana sekolah.

Apalagi cerita di sekolah pertama yang menurut penulisnya sendiri sungguh sangat mengkhawatirkan—lokasinya jauh, muridnya sedikit, dan nggak bertahan lama. Yes, persis sekolah-sekolah terbelakang yang ada di pedalaman desa.

Di sekolah ini, Edot menjadi wali kelas kelas tiga yang kreatif dan tahan banting. Dia berhasil menguasai daya pikir kreatif anak-anaknya yang sungguh luar biasa. Beberapa muridnya ada yang sering bikin jawaban ngaco, nggak kunjung ngerti, sampai yang banyak nanya.

Selama membaca cerita Edot di SD yang pertama ini, pikiran saya jalan-jalan ke 17 tahun yang lalu waktu saya kelas tiga SD. Meski statusnya sekolah negeri, tapi saat itu kondisinya cukup memprihatinkan.

Pertama, lantai belum pake keramik, masih ubin yang warnanya item. Untung di kelas tiga saya belum disuruh bersihin kelas sama bu guru. Karena buat ngepel itu ubin, harus pake serabut kelapa biar kinclong.

Kedua, kelakuan saya nggak beda jauh dengan muridnya Edot. Nyebelin dan (kalau nggak salah) lumayan bego. Apalagi tulisan saya persis ceker ayam yang selalu dimarahin sama wali kelas.

Ketiga, nggak ada. Wkwkwk.

Setelah dua tahun (apa tiga tahun ya, saya malas buka bukunya lagi. Wkwkwk) sekolah tempat Edot ngajar harus di-merger dengan sekolah lain karena kekurangan murid. Dia sendiri akhirnya pindah ke sekolah swasta yang lebih bagus, elit, tapi cukup melelahkan.

Kisahnya di sini nggak beda jauh sama di sekolah sebelumnya. Edot juga masih jadi wali kelas tiga. Jadi ya gitu aja, sih.


Baca review lengkapnya di blog saya.

0
664
6
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
Buku
icon
7.7KThread4KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.