dorezz.endors
TS
dorezz.endors
Pandemi di Madura, Duka yang Bertalu dan Warga Tanpa Masker


Pamekasan, CNN Indonesia -- Tokoh Madura Firman Syah Ali mengaku kaget dengan aktivitas normal warga Madura di tengah wabah Covid-19. Menurutnya, warga di sana menjalankan keseharian seperti tidak dalam situasi pandemi.
Firman bercerita tentang pengalamannya menjalani isolasi mandiri di Dusun Seccang, Desa Plakpak, Kecamatan Pegantenan. Ia sama sekali tidak keluar rumah selama menjalani perawatan mandiri. Begitu selesai Isoman, barulah ia keluar hunian dan terkaget melihat situasi di luar rumah.

"Begitu keluar rumah, saya kaget melihat aktivitas warga normal seperti biasa, padahal berita duka terus bertalu-talu dari ujung ke ujung. Pasar tetap ramai bahkan macet, orang-orang santai ceria tanpa masker, tukang amal masjid teriak-teriak dengan kalimat-kalimat yang lucu," kata Firman dalam tulisannya yang bersedia diurai dan diberitakan, Senin (2/8).

Di hari itu pula, ia jumpai banyak rombongan mantenan tanpa masker, sebagian di antaranya naik mobil pikap. Bak terbuka itu penuh sesak oleh rombongan tanpa masker, bergembira ria dalam rombongan mantenan.

Firman heran lantaran akhir-akhir ini banyak sekali orang meninggal dunia di Madura. Di antara mereka ada saudara, hingga tetangga. Berita-berita kematian itu sebagian didengar secara langsung melalui pengeras suara Masjid.

Firman pun berpikiran jangan-jangan ini cara orang Madura untuk melindungi dirinya dari serangan pembunuh imun. Mereka tidak mau imun mereka runtuh terkapar gara-gara dengar nama corona, protokol kesehatan dan berita duka.

"Mereka ingin anggap itu semua tidak ada. Atau ini mungkin cara mencapai Herd Immunity alami ala Madura? Iya seperti dalam semua peristiwa lainnya, orang Madura memang selalu punya cara sendiri," tutur ponakan Menko Polhukam Mahfud MD itu.

Sosiolog Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Mohtazul Farid mengatakan, orang Madura punya pandangan sendiri dalam menangani wabah. Akan tetapi bukan berarti orang Madura tidak taat protokol. Penyebabnya, kata dia, ada perbedaan perspektif dalam melihat wabah.

Menurut Farid, bagi orang Madura wabah yang ditangani pemerintah saat ini disebut 'taun' bukan Covid-19. Sehingga cara penyelesaiannya bukan dengan aturan dan regulasi protokol, tetapi dengan cara membersihkan hati secara lahir batin dan meningkatkan ibadah kepada Allah.

"Salah satunya dengan pembacaan burdah keliling. Sementara peran tokoh seperti kiai sangat berpengaruh. Sebab, sekali kiai memberi pernyataan bahwa wabah ini bukan corona melainkan taun, maka masyarakat akan patuh pada perintahnya," kata Alumnus Universitas Airlangga Surabaya itu.

Kemudian, sambung Farid, efek pemberitaan yang diterima masyarakat tentang Covid-19, misalnya ada tokoh seperti dr Louis Owen, atau tokoh lain, yang menyatakan Covid-19 adalah penyakit konspirasi, apalagi kebijakan PPKM salah satunya menutup masjid, ini yang justru membuat sensitif masyarakat Madura.

Farid juga menyinggung kenapa masyarakat enggan membawa keluarganya untuk berobat ke rumah sakit. Penyebabnya mereka takut divonis Covid-19. Karena dalam pandangan orang Madura, pemeriksaan Covid-19 dinilai hanya sebagai rekayasa.

"Apalagi belakangan rumah sakit sudah banyak penuh. Kenapa bisa demikian, ada banyak penyebabnya, salah satunya misalnya, memang ada oknum petugas medis memang diakui memanfaatkan Covid-19 untuk meraup keuntungan, sehingga muncul istilah dicovidkan," katanya.

sumber
Diubah oleh kaskus.infoforum 03-08-2021 04:32
SuaraLagitaeburegred.wangyi
red.wangyi dan 23 lainnya memberi reputasi
24
7.5K
142
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
icon
669.2KThread39.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.