GudangOpiniAvatar border
TS
GudangOpini
CATATAN HUKUM INSIDEN PENGINJAKAN KEPALA WARGA PAPUA

PERNYATAAN HUKUM Nomor : 29/PH-AK/VII/2021

TENTANG

INSIDEN PENGINJAKAN KEPALA WARGA PAPUA DIKAITKAN DENGAN PEMBUNUHAN TERHADAP 6 ANGGOTA LASKAR

Sebagaimana diketahui pada Rabu , 28 Juli 2021 beredar viral video Insiden injak kepala yang dilakukan dua personel anggota TNI AU. Insiden injak kepala ini dilakukan dua personel Lanud JA DImara, terjadi di Kota Merauke, Provinsi Papua, pada Senin (26/7).

Insiden tersebut dilatarbelakangi adanya keributan seorang warga yang diduga mabuk dengan seorang pemilik warung. Korban yang merupakan disabilitas diduga memeras penjual bubur ayam, pemilik rumah makan padang, serta sejumlah pelanggannya.

Tindakan dua anggota TNI AU tersebut, masih dalam konteks dan koridor melakukan SENSORaian. Satu tindakan yang spontan, bukan dengan suatu perencanaan.

Kepala Staf AU, Marsekal Fadjar Prasetyo langsung menyampaikan permintaan maaf kepada korban dan masyarakat Papua atas kejadian tersebut. Permohonan maaf disampaikan KSAU lewat video singkat pada Selasa (27/7), malam. Fajar memastikan tindakan kedua anggota itu di luar perintah kedinasan.

Permintaan maaf juga dilayangkan Kepala Dinas Penerangan TNI AU, Marsma Indan Gilang Buldansyah. Ditegaskan, bahwa kedua oknum adalah anggota Polisi Militer TNI AU Landasan Udara Johannes Abraham (Pomau Lanud JA) Dimara berinisial Serda A dan Prada V. Lebih lanjut, Keduanya kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Stafsus Presiden Jokowi, Angkie Yudistia, langsung menimpali dengan memberikan pernyataan menyesalkan tindakan oknum prajurit TNI AU yang menginjak kepala warga di Merauke, Papua. Angkie menilai sikap dua oknum tersebut berlebihan.

Atas insiden ini, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memerintahkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo mencopot Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham Dimara di Merauke, Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto. Panglima memerintahkan kepada Fadjar untuk mencopot Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat.

Menko Polhukam Mahfud Md juga meminta para prajurit TNI agar mengedepankan pendekatan yang humanis dalam menyelesaikan persoalan.

Sementara itu, aktivis HAM Papua, Veronica Koman akan melaporkan pemerintah Indonesia ke Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial, Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN-CERD/United Nation-The Committee on the Elimination of Racial Discrimination).

Rencana gugatan itu akan dilayangkan jika oknum TNI AU yang menginjak kepala warga Papua tak diseret ke pengadilan umum dengan tuntutan pasal diskriminasi rasial.

Berkenaan dengan insiden dimaksud, penting untuk dikemukakan dan dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

Pertama, bahwa tindakan dua anggota TNI AU yang melakukan tindakan berlebih terhadap warga Papua patut disesalkan. Meskipun demikian, Negara tidak boleh menumpahkan segala kesalahan dan terutama dalam menjaga situasi dan konstelasi politik nasional maupun internasional, dengan memberikan hukuman pemberatan atau menegakkan hukum secara tidak proporsional terhadap dua anggota TNI AU.

Insiden tersebut dilatarbelakangi upaya untuk melakukan SENSORaian, yang tentu saja ini menjadi kewajiban anggota TNI AU saat berada di lokasi kejadian. Apalagi, Korban diduga memeras penjual bubur ayam, pemilik rumah makan padang, serta sejumlah pelanggannya.

Negara harus bertindak adil kepada dua anggota TNI AU, mengingat ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menyatakan :

"Semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"

Kedua, insiden injak kepala ini berbeda jauh dengan penembakan 6 anggota laskar, yang jelas menimbulkan korban jiwa. Semestinya, Negara justru harus hadir dan mempersoalkan terjadinya insiden penembakan 6 laskar FP1.

Faktanya, tidak ada satupun statement resmi negara yang mempersoalkan atau sekedar menyayangkan penembakan 6 laskar FP1 dan menuntut pelakunya diproses secara hukum. Tidak ada staf Presiden yang bersuara lantang, tidak juga Menkopolhukam Mahfud MD. Bahkan, tidak ada satupun pejabat di kepolisian yang dicopot dari jabatannya.

Padahal, pada kasus pembunuhan 6 anggota laskar FP1 jelas diakui dilakukan oleh aparat penegak hukum yakni penyidik kepolisian Polda Metro Jaya, jelas juga mendapatkan Surat Perintah. Sehingga, dalam kasus pembunuhan 6 anggota laskar FP1 tidak dapat dikualifikasikan sebagai insiden, melainkan sebuah peristiwa pembunuhan yang telah direncanakan.

Tidak cukup itu, bahkan Presiden Republik Indonesia Saudara Ir Joko Widodo justru mengeluarkan statement yang menyakitkan keluarga korban. Bukannya menyampaikan bela sungkawa dan permohonan maaf karena negara telah gagal melindungi keselamatan nyawa segenap rakyatnya, Jokowi justru menyatakan masyarakat tidak boleh bertindak semena-mena dan melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan masyarakat, apalagi bila perbuatannya sampai membahayakan bangsa dan negara.

Statemen yang bukannya fokus menuntut pelaku pembunuhan, malah berpotensi menebar tudingan kepada keluarga dan korban, khusunya kepada 6 anggota FP1 yang terbunuh dan sudah diakui dilakukan oleh oknum anggota Polda Metro Jaya.

Hal ini jelas bertentangan dengan konstitusi, khususnya ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) yang menyatakan:

"Semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"

Ketiga, Konstelasi insiden di Papua justru mengkonfirmasi bahwa ancaman yang membahayakan bangsa dan negara bukan dari FP1 melainkan adanya potensi disintegrasi Papua yang dibekingi Amerika via jalur militer/fisik melalui OPM dan Inggris via jalur politik melalui Beni Wenda (Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat/United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)).

Karena itu, yang menjadi bobot pertimbangan strategis adalah bukan soal insidennya melainkan bahaya internasionalisasi isu yang dilakukan oleh Amerika maupun Inggris untuk menggolkan tujuan disintegrasi Papua, dengan menggerakkan sentimen rakyat Papua, gerakan OPM dan ULMWP. Pemerintah tak boleh gegabah, wajib melakukan konsolidasi penuh dan dalam politik harus memandang Amerika dan Inggris dengan Persepektif sebagai 'Musuh'.

Keempat, Negara tidak boleh kalah dengan aksi separatisme dan para pembelanya. Karena itu, Negara tidak boleh dan haram hukumnya memproses anggota TNI AU yang telah menjalankan tugasnya hanya karena memenuhi tuntutan Feronika Koman.

Feronika Koman berstatus buronan Negara, pendukung separatisme Papua berdalih isu Hak Asasi Manusia. Sikap Negara semestinya tegas terhadap individu atau kelompok yang merongrong kedaulatan Negara, baik Feronika Koman, OPM, UMLWP dan yang lainnya.

Mengingat ketentuan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 (“UUD 1945”) menyatakan:

"Semua warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"

Kelima, kepada segenap umat Islam wajib menyadari bahwa Hak Asasi Manusia adalah produk pemikiran (hadlarah) barat kapitalis yang bertujuan untuk melemahkan umat Islam. HAM hanya berlaku pada isu diskriminasi Papua, sementara terhadap umat Islam khususnya 6 anggota FP1, HAM tidak ditegakkan kecuali hanya sebatas basa-basi.

Karena itu, segenap umat Islam wajib berjuang sungguh-sungguh untuk memperjuangkan syariah Islam yang akan menjaga setia nyawa rakyat dan mempertahankan setiap jengkal kedaulatan Negara. Syariah Islam, akan memberantas seluruh potensi separatisme hingga ke akar-akarnya.

ياَيهَا الذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَجِيْبُوْا لِلهِ وَلِلرسُوْلِ اِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيْكُم وَاعْلَمُوا اَن اللهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ وَاَنه اِلَيْهِ تُحْشَرُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan"

Demikian pernyataan disampaikan, terima kasih.

Jakarta, 29 Juli 2021.

Ahmad Khozinudin, S.H.

Advokat, Aktivis Gerakan Islam

0
1.1K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Citizen Journalism
Citizen Journalism
icon
12.5KThread3.3KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.