nasapocAvatar border
TS
nasapoc
Kata Psikolog Soal Kompromi Punya Anak dalam Pernikahan


Selama ini perempuan, pernikahan, dan punya anak dianggap satu paket. Lihat saja, beberapa waktu setelah menikah pertanyaan yang kerap muncul adalah 'Sudah isi belum?' atau 'Kapan menyusul punya anak?'.

Memiliki anak lantas seakan jadi sesuatu yang mampu membuat perempuan utuh dan sempurna. Padahal, memiliki anak atau tidak seharusnya menjadi keputusan bersama pasangan dalam perkimpoian.

"Ada satu riset oleh Profesor Leslie Ashburn-Nardo, profesor psikologi di Indiana University dan Purdue University Indianapolis. Respons partisipan merasa kalau suatu pasangan memutuskan untuk tidak punya anak, ini jadi sesuatu yang dipertanyakan, jadi morally outrage," kata Kantiana Taslim, psikolog klinis di Ohana Space pada CNNIndonesia.com, Senin (26/7).

Kemudian riset ini juga menemukan partisipan mempertanyakan apakah kehidupan keluarga tanpa kehadiran anak akan lengkap atau penuh (fulfilling) atau tidak. Sementara di masyarakat, jika dilihat dari norma sendiri anak adalah berkah dari Tuhan.

Kantiana menduga secara tidak langsung orang menjadikan ini sebagai 'fulfillment' (pemenuhan) kehidupan perkimpoian. Ada tuntutan tak tertulis yang berlaku di masyarakat bahwa kehadiran anak jadi syarat untuk mewujudkan keluarga yang utuh.

Padahal, menurutnya ini kembali lagi pada tujuan perkimpoian, apa yang dicari dari pasangan, semua ini perlu direfleksikan kembali.

"Apa yang dituju dari punya anak? Apa memang sepakat punya anak? Apa sudah siap secara mental, psikologis, finansial? Punya anak tidak serta merta karena tuntutan juga. Kasihan anaknya. Anak dikasih ke kita untuk kita besarkan dengan tanggung jawab, bukan nantinya akan dilihat sebagai beban," jelasnya.

Kantiana melihat tidak masalah jika ada opini berbeda termasuk yang baru-baru ini diungkapkan seorang figur publik soal menyerahkan keputusan punya anak pada istrinya kelak.

Dia menilai bahwa sosok figur publik tersebut menunjukkan dirinya terlibat dalam hubungan yang dijalani dan mampu menghargai opini pasangan.

"Dia menghargai opini pasangan sehingga keputusan dalam rumah tangga tidak serta merta dari satu pihak," imbuhnya.



Bicara soal dampak, Kantiana berharap opini seorang figur publik soal punya anak berdasarkan keputusan pasangannya itu bisa memicu ajakan atau gerakan untuk kesetaraan yang lebih besar.

Di sisi lain, dukungan akan nilai-nilai kesetaraan gender memang perlu ditanamkan sejak dini.

Tak usah muluk-muluk bicara anak dan pernikahan, tugas-tugas domestik seperti bersih-bersih dan memasak saja kerap dipandang sebagai tugas perempuan. Padahal ini life skill atau kemampuan yang diperlukan untuk bertahan hidup.

Kantiana berkata untuk menanamkan nilai-nilai buat anak dilakukan dengan orang tua memberikan contoh dan melibatkan anak dalam tugas pekerjaan rumah.

Saat menyiapkan makan siang, misal, ada pembagian tugas dan anak diminta memotong bahan masakan atau merapikan meja makan. Tak peduli anak perempuan atau laki-laki, mereka perlu diajak terlibat.

"Tak masalah anak cowok beresin meja bantu masak. Saat mereka besar, mungkin sekolah di luar negeri kan tetep harus masak, cuci baju. Anak perempuan, pas papanya utak-atik motor diajak, kemudian ganti ban. Dia akan tahu kalau misal ada masalah saat nanti berkendara, tahu yang perlu dilakukan," jelasnya.

Dia menambahkan anak-anak usia SD ke bawah sangat memerlukan contoh dari orang tua atau guru saat di sekolah. Mereka masih belajar practical things, konkret dan bisa dipelajari atau dipraktikkan langsung.

Meminta mereka melakukan sesuatu atau sekadar menyuruh tidak akan efektif. "Anak level perkembangannya masih belum ke sana, mereka belajar mau dari mana?" imbuhnya.


Sumber : di sini
cheria021Avatar border
cheria021 memberi reputasi
1
1.6K
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Wedding & Family
Wedding & Family
icon
8.8KThread9.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.