NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Data Covid-19 :Jokowi Dikepung Kebohongan Kyai
Spoiler for Presiden dan Wapres:


Spoiler for Video:


Kebenaran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan (hal dan sabagainya) yang cocok dengan keadaan (hal) yang sesungguhnya. Oleh karena itu, jika ada hal yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya dapat dipastikan itu bukan kebenaran. Kebenaran akan selalu mencari cara untuk muncul ke permukaan meskipun berbagai macam kebohongan menutupinya.

Bahkan seorang ilmuwan seperti Leonardo da Vinci memiliki catatan khusus soal kebenaran yang tercantum dalam buku “The Notebooks of Leonardo Da Vinci.” Leonardo mengumpamakan kebenaran sebagai matahari dan kebohongan sebagai topeng. Api dari matahari akan membakar topeng meski topeng tersebut berupaya menutupi diri dengan argumen-argumen yang sesat. Sebab sebenar-benarnya kebenaran akan terus ada meski berjuta upaya menutupinya.

Hal itulah yang terjadi di Indonesia setelah angka Covid-19 tiba-tiba meroket pasca Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah lalu. Padahal sebelum Idul Fitri angka Covid-19 bisa dibilang terkendali. Bahkan peningkatan setelah libur lebaran tersebut jauh lebih parah ketimbang lebaran tahun lalu.

Akibatnya, mau tidak mau, suka tidak suka, pemerintah menetapkan PPKM Darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021. Selain bertujuan menekan angka Covid-19, ternyata PPKM Darurat juga menjadi penguak fakta bahwa ketidakpedulian terhadap protokol kesehatan terjadi di daerah dengan nilai tradisional keagamaan yang kental.

Pada 13 Juli 2021, data terbaru pemerintah menunjukkan bahwa jumlah kelurahan yang warganya tak patuh memakai masker meningkat di tengah pelaksanaan PPKM Darurat.

Juru Bicara Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito merinci ada peningkatan kelurahan/desa yang abai prokes dari sebelumnya sebanyak 2.654 kelurahan/desa menjadi 3.455 kelurahan/desa.

Tiga dari lima provinsi yang desa/kelurahannya paling tidak taat prokes adalah provinsi yang menjalani PPKM Darurat, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Jawa Timur menjadi provinsi dengan jumlah desa/kelurahan yang abai prokes tertinggi sebanyak 569 kel/desa, disusul Jawa Barat dengan 481 kel/desa, dan Jawa Tengah sejumlah 270 kel/desa.

Sumber : RRI [Jatim Tertinggi Abai Prokes]

Lalu, pada 20 Juli 2021, Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito juga membeberkan kel/desa yang tidak taat dalam penggunaan masker paling banyak terdapat di Provinsi Banten, yakni sebesar 28,57 persen.

Sumber : Kompas [Banten Tak Patuh Masker]

Dengan kata lain, empat provinsi yang menjalani PPKM Darurat, yakni Jatim, Jabar, Jateng, dan Banten ternyata selama ini abai terhadap prokes. Menarik, sebab keempat provinsi ini memiliki nilai tradisional keagamaan yang kuat serta merupakan provinsi-provinsi basis NU.

Ketidakpatuhan terhadap protokol kesehatan seharusnya diiringi pula dengan peningkatan kasus Covid-19 yang signifikan. Tapi ternyata peningkatan kasus tersebut pada mulanya tidak terjadi di 3 provinsi (Jatim, Jabar, dan Banten) meski terjadi ledakan kasus di Kudus dan Bangkalan setelah Idul Fitri akibat varian delta di bulan Juni 2021 lalu.

Sebagai informasi, setelah hari raya Idul Fitri ada dua daerah yang saat itu menjadi sorotan nasional setelah terjadi peningkatan kasus Covid-19 yakni di Bangkalan, Madura, Jawa Timur dan Kudus, Jawa Tengah.

Sumber : Kompas 

Usut punya usut, peningkatan kasus di Kudus dan Bangkalan menjadi sangat parah disebabkan varian virus Covid-19 B.1.617.2 atau disebut juga varian Delta dari India mendominasi kasus Covid-19 di kedua wilayah tersebut.

Sumber : Kompas[Menkes Budi: Varian Delta dari India Mendominasi di Kudus, DKI Jakarta, dan Bangkalan]

Oleh karena varian Delta tersebut sangat menular, seharusnya terjadi peningkatan pula di daerah lain bukan? Seharusnya ada banyak daerah lain yang masuk ke dalam zona merah. Ternyata tidak.

Pada 24 Juni 2021, 20 wilayah masuk zona merah untuk data yang dihimpun per 20 Juni 2021. Akan tetapi, ketika dilakukan pemantauan kembali pada 25 Juni 2021, zona merah Covid-19 ternyata bertambah menjadi 29 kabupaten/kota.

Jika di laporan sebelumnya tak tercatat wilayah Jawa barat, kini ada dua wilayah Jabar masuk zona merah yakni di Bandung dan Kota Bandung. Begitu juga dengan Banten yang ikut masuk zona merah Covid-19 dengan melaporkan dua wilayah yaitu Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang.


Sementara Jawa Timur telah mencatat tiga zona merah. Yakni Ponorogo, Ngawi, dan Bangkalan. Sebelumnya tanggal 16 Juni 2021 Kabupaten Bangkalan menjadi satu-satunya daerah di Jatim yang masuk zona merah.

Sumber : Detik [Data 29 Zona Merah]
Sumber : Berita Jatim [Bangkalan Zona Merah]

Maka kita dapat simpulkan, penambahan zona merah di beberapa kabupaten di Jawa Barat, Banten, dan Jawa Timur terjadi setelah Idul Fitri yang dibarengi dengan menyebarnya varian Delta atau varian Covid-19 lain yang lebih menular di Bangkalan serta Kudus.

Akan tetapi, perubahan beberapa kabupaten menjadi zona merah saat terjadi penyebaran varian yang menular tersebut tak wajar karena ada  penambahan drastis zona merah di Jawa Tengah.

Pada Senin 21 Juni 2021, sudah ada 13 daerah di Jawa Tengah yang masuk zona merah. 


Sumber : Kompas [Zona Merah Jateng]

Secara logika, seandainya ada ledakan Covid-19 di suatu daerah, ditambah pula karena varian Delta serta varian Covid lain yang lebih menular, bukankah akan dengan cepat menular ke daerah lainnya? Oleh karena itu, penambahan banyak zona merah di Jawa Tengah (13 kabupaten) menjadi kewajaran. Sementara penambahan sedikit zona merah di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten, dimana terbukti daerah tersebut abai terhadap prokes justru menjadi keganjilan.

Ketidakwajaran data tersebut sungguh aneh, namun Banten dan Jawa Barat pada akhirnya mengakui ada lonjakan zona merah di wilayahnya pada 27 Juni 2021. Jawa Barat yang pada awalnya hanya melaporkan ada 2 zona merah kini harus mengakui ada 11 kabupaten/kota yang masuk zona merah. Lalu Provinsi Banten yang mulanya hanya melaporkan 2 zona merah dari delapan kabupaten/kota yang ada harus menerima kenyataan bahwa 4 wilayahnya masuk ke dalam zona merah.

Sumber : Tirto [60 Zona Merah]

Tapi bagaimana dengan Jawa Timur? Ternyata pada 27 Juni 2021, zona merah di Jatim tak bertambah. Baru pada 30 Juni 2021, lima hari setelah Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa terkena Covid-19 untuk kedua kalinya, Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak mengungkapkan ada 472 klaster dari total 1.342 kasus Covid-19 di Jatim. 

Sumber : Medcom [479 Klaster Jatim]

Hasilnya pun mengejutkan. Pada 7 Juli 2021, Satgas Covid-19 Jatim membeberkan terjadi lonjakan zona merah di Jatim dalam sepekan yang pada mulanya hanya tiga wilayah, kini naik menjadi 20 kabupaten/kota zona merah.

Sumber : CNN Indonesia [Zona Merah Jatim Naik]

Keempat provinsi yang merupakan daerah dengan nilai tradisional keagamaan yang kental, selain abai prokes, ternyata telah berbohong pula soal data Covid-19. 

Pertanyaannya mengapa bisa varian Delta atau varian lain yang lebih menular bisa muncul dan terdeteksi di Bangkalan dan Kudus? Apakah karena turis India seperti yang dituduhkan salah satu tokoh NU, Gus Umar Hasibuan?

Pada 1 Juli 2021, Gus Umar Hasibuan menilai lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia berawal dari bebas masuknya WNA ke tanah air. Ia menduga ratusan WN India yang masuk Indonesia pada April 2021 lalu tersebut menjadi penyebab lonjakan kasus.

Sumber : Pikiran Rakyat [Tuduh WNA]

Apakah turis India banyak yang melancong ke Jatim ataupun Jateng sehingga menularkan varian Delta?

Ternyata pada 13 Juni 2021 Menkes Budi Gunadi telah membeberkan bahwa adanya temuan 28 kasus virus corona varian Delta di Kudus disebabkan oleh banyaknya Pekerja Migran Indonesia (PMI) mudik dari India terutama yang datang dari pelabuhan.

"Memang sudah terkonfirmasi di Kudus adalah varian baru (varian Corona Delta). Ya, masuknya karena banyak pekerja migran kita, terutama yang datang dari pelabuhan," kata Budi.

Menteri Budi membeberkan seandainya kedatangan PMI tersebut kebanyakan dari udara, maka pencegahan dapat dilakukan karena pemerintah sudah menjaganya dengan baik. Akan tetapi karena mayoritas PMI masuk ke Indonesia lewat laut, di mana banyaknya pelabuhan laut menyebabkan renggangnya penjagaan maka masuklah dengan mudah PMI dari India beserta varian Delta-nya.

Sumber : Liputan 6 [Delta Kudus]

Kemudian, pada 22 Juni 2021, Jubir Satgas Covid-19 Jatim, dr Makhyan Jibril Al Farabi mengatakan kuat dugaan lonjakan kasus di Bangkalan karena adanya budaya mudik pada masa Lebaran 2021.

Selain itu, kepulangan PMI ke Bangkalan juga diduga kuat memicu lonjakan kasus. Meski mereka sudah dites swab PCR setibanya di Kota Surabaya, namun kemungkinan false negatif masih ada. Apalagi terdapat sejumlah temuan kasus varian Delta yang dibawa oleh para PMI.

Pendapat serupa juga disampaikan Epidemiolog Unair, Dr Windhu Purnomo. Ia menggaris bawahi salah satu kebijakan yang diterapkan pemerintah yaitu kewajiban kepulangan PMI yang hanya 5 hari saja, di mana seharusnya karantina untuk Covid-19 minimal 14 hari. Dengan masa karantina yang tak memenuhi standar inkubasi ini, Windhu menduga banyak PMI yang lolos dan masuk Bangkalan dengan keadaan positif Covid-19. Pasalnya, hasil negatif dari tes swab PCR maupun antigen tidak akurat jika pasien masih dalam keadaan masa inkubasi.

Sumber : IDN Times [Delta Bangkalan]

Jangan lupa pula, jika kasusnya seperti Kudus, maka banyaknya pelabuhan di Jatim menyebabkan penjagaan masuknya PMI ke Indonesia tidak dilakukan secara ketat.

Sehingga kita dapat simpulkan TKI atau PMI masuk Indonesia sebelum larangan mudik berlaku membawa varian Delta atau varian covid lain yang lebih menular. Mereka kemudian menularkannya ke empat Provinsi yang paling tak taat prokes dan awal mulanya terdeteksi di Bangkalan dan Kudus. Virus tersebut menular ke pemudik lokal yang membawanya ke kota-kota besar saat arus balik lebaran.

Apa buktinya?

Jubir Satgas Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan setelah penyekatan arus mudik, ada 264 pelaku perjalanan yang positif tertular Covid-19. Jumlah itu setara dengan 0,34 persen dari keseluruhan data pelaku perjalanan yang dipantau Satgas.

Ternyata setelah dilakukan penyekatan arus balik, ditemukan fakta mengejutkan. Yakni ada 1.309 pemudik yang terpapar Covid-19.

Sumber : Kompas [Arus Mudik]
Sumber : Kompas [Arus Balik]

Dengan kata lain, saat terjadi arus balik, ada peningkatan 495 persen pemudik yang terpapar Covid-19 ketimbang saat arus mudik.

Peningkatan ini menjadi gambaran bahwa penularan kasus Covid-19 justru terjadi di desa atau kelurahan yang menjadi tujuan mudik. Virus tersebut lantas dibawa ke perkotaan sehingga terjadilah lonjakan kasus yang menyebabkan kota-kota tumbang.

Sialnya lagi, wilayah-wilayah tradisional keagamaan dominan masuk ke dalam kategori Level 3 (masih longgar), sedangkan kota-kota besar masuk Level 4 (sangat ketat) dari PPKM.

Sumber : Kompas [PPKM LV 3 VS 4]
Sumber : Tempo [WIlayah]

Suatu daerah masuk ke dalam level 3 ketika ada 50-150 kasus Covid-19 per 100 ribu penduduk, 10-30 kasus yang dirawat di rumah sakit per 100 ribu penduduk, dan 2-5 kasus meninggal per 100 ribu penduduk. Sementara level 4, ada lebih dari 150 kasus Covid-19 per 100 ribu penduduk, lebih dari 30 kasus yang dirawat di rumah sakit per 100 ribu penduduk, dan lebih dari 5 kasus meninggal per 100 ribu penduduk.

Pengkategorian seperti itu akan menyebabkan angka-angka di lapangan tidak menggambarkan situasi riilnya, karena:

1. Wilayah yang tercatat level 3 didominasi wilayah yang minim fasilitas kesehatan (faskes) dan alat kesehatan (askes), sedangkan wilayah yang tercatat level 4 didominasi wilayah dengan faskes dan alkes memadai maupun lumayan memadai.
2. Warga tradisional keagamaan yang berada di daerah level 3, rata-rata diketahui positif dan dicatatkan di wilayah level 4, karena dirawat di wilayah level 4.
3. Testing dan tracing di wilayah level 3 sangat rendah sehingga wilayah level 3 cenderung seperti puncak gunung es, sedangkan wilayah level 4 telah memadai kegiatan testing dan tracingnya, sehingga cukup menggambarkan angka sebenarnya. Bahkan bisa dibilang berlebih, karena sebagian angka kasus Covid-19 di level 4 juga meliputi pasien dari wilayah level 3.

Sumber : Kompas [Pelacakan Rendah]

Selain itu, di wilayah yang mendapat status level 3 masih boleh beraktivitas, sedangkan di level 4 sangat terbatas aktivitasnya, sehingga akan menyulut Perang Ekonomi vs Statistik Covid. Baik bagi wilayah level 3 yang ingin pertahankan statusnya agar tidak naik ke level 4, maupun bagi wilayah level 4 yang ingin segera turun ke level 3 yang masih boleh beraktivitas.

Akibatnya, penyiasatan testing dan tracing Covid-19 sudah pasti akan marak selama pelaksanaan PPKM Level 3 dan 4.

Presiden, Menkumham, Menko Marves, Mendagri, TNI, dan Polri sudah memahami gejala ini. Itulah mengapa PPKM Darurat dipisahkan secara lebih gamblang antara level 4 (daerah infrastruktur modern perkotaan) dan level 3 (tradisional keagamaan).

Itulah mengapa Presiden Jokowi menggelontorkan Rp 55,21 T, termasuk untuk penyediaan faskes dan alkes hingga tingkat desa agar tidak ada lagi pencatatan kasus di pedesaan pada angka perkotaan modern.

Sumber : Tempo [Bantuan 55 T]
Sumber : Kompas [Isolasi Desa]

Itulah mengapa Menkumham menutup pintu masuk RI dari luar negeri, agar pihak tradisional keagamaan tidak bisa terus menerus menyalahkan turis asing sebagai biang keladi lonjakan kasus Covid-19. 

Sumber : Tribunnews [WNA Dilarang]

Itulah mengapa Menko Marves menyebut ada beberapa daerah yang menahan publikasi kenaikan kasus Covid-19 yang merujuk pada Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur, yang ketiganya merupakan wilayah tradisional keagamaan basis NU.

Sumber : Detik [Daerah Tahan Publikasi]

Itulah mengapa Mendagri yang semula memacu PPKM Mikro mendukung konsep PPKM Level 3 dan 4 yang digagas Menko Kemaritiman dengan menerbitkan Inmendagri Nomor 22/2021 yang menginstruksikan agar penetapan sejumlah daerah yakni kabupaten dan kota dengan status level 3 atau 4 di wilayah Jawa dan Bali.

Sumber : Antara News [Instruksi]

Uniknya, setelah Presiden Jokowi mengumumkan PPKM Darurat diperpanjang dalam konsep PPKM level 3 dan level 4, tiba-tiba Wakil Presiden Maruf Amin mendadak mengomentari berbagai hal soal pandemi.

Wapres mendadak bicara penanganan pandemi di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Sumber : Bisnis [Sorot Banten]
Sumber : Antara News [Sorot Jabar]
Sumber : Kompas [Sorot Jatim]

Seperti yang Wapres Maruf Amin lakukan di Provinsi Jatim baru-baru ini saat memberikan kritikan pedas kepada Gubernur Jatim Khofifah soal penanganan pandemi Covid-19. Wapres Maruf meminta Khofifah melakukan upaya tambahan agar pelaksanaan PPKM dapat lebih baik lagi.

Pengamat politik Lingkar Wajah Kemanusiaan (LAWAN) Institute Muhammad Mualimin mengatakan, pernyataan Maruf itu sebagai tanda kekhawatiran terhadap kondisi Jatim yang dipimpin oleh junior dan kadernya di NU. Makanya, perintah Maruf Amin merupakan tamparan keras supaya Khofifah berubah dan bisa diandalkan dalam menangani Covid-19 agar tidak bikin malu Maruf sebagai mentor politiknya.

Sumber : WartaEkonomi 

Hal tersebut menunjukkan bahwa Wapres Maruf Amin yang mendapat julukan King of Silent dari mahasiswa tiba-tiba begitu peduli terhadap penanganan pandemi adalah karena PPKM level 4 vs PPKM level 3 akan menunjukkan wajah asli kaum tradisionalis keagamaan NU yang selama ini abai terhadap prokes.

Oleh karena itu, yang paling penting saat ini adalah menyekat agar warga di level 3 dan level 4 tidak saling berinteraksi. Tujuannya agar terlihat pokok permasalahannya dimana, kaum modern atau tradisional keagamaan.

Selama wilayah level 4 dijauhkan dari arus lalu lintas manusia dari level 3, pasti angka covid akan turun di wilayah level 4.

Sementara di wilayah level 3, akan terjadi penyatuan kekuatan antara Blok Agama NU dan Blok Ekonomi untuk menyiasati data testing dan tracing, agar wilayahnya tidak jatuh ke level 4. Namun apakah topeng kebohongan tersebut akan kuat bertahan dari kebenaran?

Pada saatnya nanti akan muncul pihak yang mendesak perluasan testing dan tracing yang tepat sasaran atau tidak disiasati. Ketika ternyata terjadi lonjakan angka Covid-19 di wilayah level 3, maka wilayah-wilayah level 3 akan berubah status menjadi level 4.

Kebenaran seperti matahari, ia akan membakar topeng kebohongan wilayah-wilayah tradisional keagaman NU yang terbukti telah memanipulasi angka Covid-19 di Banten, Jabar, dan Jatim.
Diubah oleh NegaraTerbaru 25-07-2021 12:16
meooongAvatar border
UprutzAvatar border
evywahyuniAvatar border
evywahyuni dan 9 lainnya memberi reputasi
10
6.6K
75
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.6KThread81.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.